Benarkah Utang Untuk Selamatkan Rakyat?!

Pena Opini467 views

Oleh: Ummu Sakti

Semenjak pandemi covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 lalu, Indonesia saat ini berada dalam situasi defisit ekonomi. Hal ini terlihat dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara(APBN) yang defisitnya mengalami peningkatan signifikan akibat terjadinya covid-19. Mau tidak mau, Menteri Keuangan (KeMenKeu) menyebutkan utang merupakan salah satu instrumen penting untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi covid-19. Menteri Keuangan (MenKeu) Sri Mulyani IndraWati juga mengatakan APBN menanggung beban selama pandemi covid-19. Dari satu sisi, belanja negara melonjak untuk penanganan kesehatan, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak dan bantuan kepada dunia usaha dan lainnya.

Menteri Keuangan juga menjelaskan, saat ini penerimaan negara mengalami penurunan karena aktivitas ekonomi lesu. Pemerintah di berbagai negara menggunakan kebijakan luar biasa (extra ordinary) karena pandemi covid-19 merupakan tantangan yang sifatnya luar biasa. Sebelumnya dalam pemberitaan media, kemenkeu mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia sudah mencapai sebesar Rp 6.418.15 triliun atau setara 40.49 persen dari produk domestik bruto (PDB) perjuni 2021. Jumlahnya menyusut Rp 109,14 triliun dalam sebulan terakhir dari Rp 6.527.29 triliun atau 41,18 persen dari PDB pada akhir april 2021. Namun jika di bandingkan mei 2020, jumlah utang pemerintah naik Rp 1.159.58 triliun dari Rp 5.258.57 triliun atau 32,09 persen dari PDB. Pajak online.Com (27/07/2021)

Memang bukan menjadi rahasia umum. Bahkan utang menjadi sumber keuangan negara, Hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan ekonomi kapitalisme. Banyak alasan untuk mengatakan wajar bagi pemangku kekuasaan mengambil utang. Seperti yang di sampaikan oleh bendahara negara bahwa APBN menanggung beban yang luar biasa selama pandemi.

Menurut Satyo Purwanto selaku Direktur Eksekutif Oversight Of Indonesia’s Democratic policy berpendapat, pandemi jangan di jadikan justifikasi memproduksi utang baru. Sementara tidak ada perubahan kebijakan progresif kecuali memburu pajak hingga ke sembako rakyat dan rekapitalisasi dana wakaf. Gaya neoliberalis yang di perlihatkan Menkeu akan terus konservatif dalam menjalani kebijakan (politik.rmol.id,27/7/2021).

Jadi apakah kebijakan menambah utang satu-satunya solusi menyelamatkan rakyat  atau sebaliknya semakin menambah beban negara dan akhirnya rakyat menjadi ‘tumbal’ karena pinjaman utang.

Penerapan ekonomi kapitalisme merupakan sumber masalah

Kesalahan dalam mengambil kebijakan menambah utang dan prioritas alokasi anggaran negara di sebabkan menjalankan ekonomi kapitalisme. Apakah harus megulang kesalahan yang sama ketika Kebijakan dalam mengambil utang dalam bentuk jangka panjang merupakan sumber masalah di negeri ini. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa tidak ada yang gratis dalam paradigma kapitalisme. utang yang mengandung riba memiliki potensi bahaya politis atas negeri. Hal itu akan menjadi alat campur tangan dan kontrol asing terhadap kebijakan negeri.

Utang seperti ini jelas hukumnya haram, karena di peroleh dengan syarat yang melanggar hukum syara, kedaulatan negara pun terancam. Dengan utang maka asingpun mudah mencaplok sumber daya alam negeri kita. Padahal Allah SWT telah berfirman “dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”(Q.S.An-nisa:141).

Bahaya ideologis dan politis di balik utang yang terus di tumbuh suburkan kapitalisme harus di hindari. Karena menyelamatkan rakyat bukan dengan utang melainkan dengan penerapan system ekonomi islam dalam bingkai Khilafah, dan itu akan menjamin kesejahteraan bagi rakyat yang akan mendatangkan keberkahan dari Allah SWT.

Wallahu A’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *