Jurus Gubernur Geliatkan Industri Keuangan di Sultra

PENASULTRA.COM, KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang cukup cepat merespon lemahnya industri jasa keuangan akibat kontraksi perekonomian yang disebabkan pandemi covid-19. Salah satu yang mendapat perhatian Gubernur ialah keluarnya kebijakan relaksasi/restrukturisasi bagi debitur yang terdampak Covid-19.

Hal itu dikemukakan Gubernur saat membuka acara Forum Sinergi Stakeholder dan Otoritas Jasa Keuangan (Fusion) Tahun 2020 di Hotel Claro, Selasa, 15 Desember 2020.

Kebijakan relaksasi/restrukturisasi itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 untuk perbankan dan Peraturan OJK Nomor 14/POJK.05/2020 untuk industri keuangan non-bank, yang masing-masing diterbitkan pada bulan Maret dan April.

“Kebijakan tersebut sangat mendukung terwujudnya Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digalakkan oleh pemerintah dalam menangani kelesuan perekonomian bangsa akibat pandemi global Covid-19,” jelas Gubernur.

Menurut Gubernur, Program PEN tidak berhenti pada kebijakan relaksasi kredit, namun terdapat program lain yang merupakan hasil kolaborasi dan sinergi lintas otoritas yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Komite ini terdiri dari kementerian keuangan, OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Wujud nyata dari eksistensi lembaga ini adalah penempatan dana pemerintah pada Bank Sultra sebesar Rp 250 miliar di tahun 2020.

Terkait dengan akses keuangan masyarakat terhadap produk jasa keuangan, Gubernur mengungkapkan bahwa pihaknya akan mendorong pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di seluruh kabupaten/kota se-Sultra. TPAKD tingkat Provinsi Sultra sendiri sebelumnya telah terbentuk.

Dalam mengefektifkan TPAKD Sultra, Gubernur mengemukakan sejumlah “jurusnya”, yaitu mendorong percepatan konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Grup Bahteramas se-Sultra. Selanjutnya, melakukan penguatan jumlah modal inti minimum Bank Sultra sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Jurus berikutnya, melakukan inovasi program pembiayaan melawan rentenir dan pembentukan Jamkrida (Penjaminan Kredit Daerah), termasuk bagaimana upaya pengembangan sektor ekonomi prioritas seperti perikanan, pertanian, dan pariwisata.

“Hal ini sejalan dengan amanat Bapak Presiden RI terkait target indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan yang harus dicapai pada tahun 2024, yakni masing-masing sebesar 50 persen dan 90 persen,” jelas Gubernur.

Berdasarkan data Survei Nasional Literasi Keuangan (SNKLI) III yang dilakukan OJK tahun ini, Indeks Literasi Keuangan mencapai 38,03 persen, dan Indeks Inklusi Keuangan 76,19 persen. Tahun 2019 lalu, Indeks Literasi Keuangan dan Indeks Inklusi Keuangan di Sultra masing-masing mencapai 36,75 persen dan 75,07 persen.

Sekadar diketahui, Indeks Literasi Keuangan merupakan tingkat kecakapan atau kesanggupan dalam hal keuangan yang meliputi pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produknya. Sedangkan Indeks Inklusi Keuangan merujuk pada jumlah orang yang menjadi nasabah atau pengguna jasa keuangan.

Lebih jauh Gubernur menjelaskan, industri jasa keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Apabila aktivitas industri keuangan terganggu, maka akan mengganggu aktivitas perekonomian.

Untuk itu, jasa keuangan perlu terus dijaga agar mampu tumbuh sehat dan kuat sehingga mampu menjalankan fungsinya membangun perekonomian dan menyejahterakan masyarakat.

Sementara itu, dalam sambutannya Kepala Kantor Perwakilan OJK Sultra Mohammad Fredly Nasution mengemukakan, jumlah pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) di wilayah Sultra per Oktober 2020 sebanyak 135 entitas, baik pusat, cabang, maupun perwakilan. Terdiri dari 44 entitas dari sektor perbankan, 14 entitas dari sektor pasar modal, dan 78 entitas dari sektor industri keuangan non-bank.

Selain itu, jumlah investor yang berasal dari Sultra di pasar modal juga cukup banyak, yakni 14.284 investor dengan nilai transaksi saham Rp 69,99 miliar dan nilai kepemilikan saham sebesar Rp 71,19 miliar.

“OJK terus berupaya mendorong pertumbuhan angka-angka indikator tersebut melalui beberapa paket kebijakan,” katanya.(b)

Penulis: Sain