Kapolda Sultra: KBST Berkontribusi dalam Penegakan Hukum di Sultra

Pena Kendari234 views

PENASULTRA.COM, KENDARI — Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara (KBST) menerima penghargaan dari Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara Sultra dalam hal fasilitas bantuan teknis untuk penegak hukum di wilayah Sulawesi Tenggara di Aula Dhacara pada Senin, 28 Maret 2022.

Anugerah ini diserahkan langsung oleh Kapolda Sulawesi Tenggara, Irjenpol Teguh Pristiwanto, kepada Kepala KBST, Herawati, dalam acara Peningkatan Profesionalisme Layanan Bahasa dan Hukum bagi Penyidik Polda Sulawesi Tenggara. Hadir pula dalam acara ini para pejabat utama (PJU) Polda Sulawesi Tenggara, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, Kasat Reskrim, dan 50 orang penyidik di lingkup Polda Sulawesi Tenggara.

Kapolda Sultra mengatakan, “Menurut data Ditreskrimsus, pada tahun 2021—2022, ada 389 kasus siber yang terjadi di Sulawesi Tenggara dan 226 kasus atau sekitar 58% yang memerlukan ahli bahasa.” Sinergisitas yang sudah terjalin ini merupakan hasil dari nota kesepakatan antara Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta perjanjian kerja sama antara Polda Sulawesi Tenggara dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kapolda Sultra berharap agar sinergisitas ini tetap terjalin dengan baik, khususnya bantuan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

Kepala KBST membuka acara Peningkatan Profesionalisme Layanan Bahasa dan Hukum bagi Penyidik Polda Sulawesi Tenggara secara resmi. “Bahasa dan hukum bertalian dengan linguistik forensik untuk penanganan konflik kebahasaan. Linguistik forensik merupakan cabang linguistik yang menganalisis dan mengkaji aspek kebahasaan sebagai alat bantu pembuktian di peradilan dan hukum,” ujar Kepala KBST dalam sambutannya pada kegiatan tersebut.

Narasumber Peningkatan Profesionalisme Layanan Bahasa dan Hukum bagi Penyidik Polda Sulawesi Tenggara, yaitu Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz; Dirreskrimsus Polda Sultra, Kombespol Heri Tri Maryadi; dan ahli bahasa KBST, Jamaluddin M. Ketiga narasumber menyampaikan materi, di antaranya Linguistik Forensik untuk Penanganan Konflik Kebahasaan, Penegakan Hukum pada Kasus-Kasus Kebahasaan di Sulawesi Tenggara, dan Selayang Pandang Kasus-Kasus Kebahasaan di Sulawesi Tenggara.

Kepala Badan Bahasa menyampaikan bahwa linguistik forensik adalah ilmu yang sebenarnya sudah lama muncul, diperkenalkan oleh Jan Svartvik pada tahun 1967. Akan tetapi, di Indonesia, baru akhir-akhir ini populer, terutama setelah banyak kasus terkait dengan UU ITE.

“Saya ingin bekerja sama dengan para penyidik dan kemarin, bulan Desember, ada pembicaraan dengan Komjen Rycko (red.—Kalemdiklat Polri) agar linguistik forensik masuk dalam kurikulum resmi (di kepolisian),” ujar Kepala Badan Bahasa senyampang menyampaikan materinya tentang linguistik forensik.

Dalam penyampaiannya, Kepala Badan Bahasa menerangkan apa saja yang perlu diperhatikan dan bagaimana proses penyidikan dilakukan jika menggunakan linguistik forensik, salah satunya adalah berkoordinasi dengan ahli bahasa.

Kepala Badan Bahasa mengatakan, apabila ahli bahasa memberikan keterangan terkait dengan kasus-kasus kebahasaan secara lisan, ahli bahasa diharapkan juga memberikan analisisnya secara tertulis sehingga dapat dijadikan bukti kajian dalam proses selanjutnya.

“Ahli bahasa, khususnya yang berada di bawah Badan Bahasa, seharusnya juga memberikan analisisnya secara tertulis sehingga bisa dijadikan alat bukti di kejaksaan. Jadi, penyidik tidak perlu bolak-balik”, ujarnya.

Dirreskrimsus Polda Sultra menyampaikan bahwa ada beberapa kasus yang memerlukan ahli bahasa, antara lain, pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, berita bohong (hoaks) dan menyesatkan, ujaran yang menimbulkan kebencian dan SARA, dan ancaman kekerasan. Ada juga kasus siber yang perlu penanganan khusus seperti yang terjadi pada jurnalis.

Dirreskrimsus Polda Sultra mengatakan, “Ada tiga kesalahan yang paling sering dilakukan oleh jurnalis sehingga dilaporkan ke kepolisian, yaitu pemberitaan yang tidak berimbang, tidak akurat, menghakimi atau menyimpulkan tanpa disertai data.” Dalam kasus seperti ini, selain diperlukan koordinasi dengan ahli bahasa, diperlukan pula koordinasi dengan Dewan Pers sehingga yang bersangkutan dapat diverifikasi keabsahannya sebagai jurnalis.

Ahli Bahasa KBST, Jamaluddin M., menyampaikan kasus-kasus yang pernah ditangani oleh ahli bahasa di KBST. Dalam contoh-contoh kasus tersebut, beliau menyampaikan contoh analisisnya sehingga dapat diambil pembelajaran oleh penyidik yang hadir.

Editor: Relang

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *