Lagu Politik Abad Ini dan Kisah Billie Holiday

Pena Opini452 views

Inspirasi dari Film The United States versus Billie Holiday (2021)

Oleh: Denny JA

“Pohon di daerah Selatan

punya buah yang aneh.

Ada tetes darah di daunnya.

Ada tetes darah di akarnya.

Tubuh hitam bergoyang,

ditiup angin selatan.

Tubuh itu seperti buah yang aneh,

buah yang bergantungan di pohon poplar.”

Lagu dengan lirik di atas mengalun dalam irama blues dan Jazz. Di balik musiknya yang lembut, lagu itu mengkisahkan kekerasan paling brutal yang menimpa kulit hitam.

Di Amerika Serikat, di tahun 1882-1968, terdapat 3446 kulit hitam yang digantung massa kulit putih di pohon (1). Itu era ketika rasisme dan kekerasan fisik atas kulit hitam biasa dilakukan di luar pengadilan.

Tubuh kulit hitam yang tergantung di pohon itu seperti buah yang tumbuh. Buah yang menyatu dengan pohon itu. Tapi buah yang aneh.

Pohon poplar itu seperti memang berbuah. Buah yang besar sekali. Buah yang hitam dan panjang. Buah yang aneh karena itu memang tubuh manusia yang digantung di pohon.

Seorang penyair Imigran Yahudi Rusia, Abel Meeropol, melukiskan kekerasan rasial itu. Dari puisi kemudian berbuah lagu.

Billy Holiday menyanyikannya: Strange Fruit. Dari atas pentas, dari kafe ke kafe, Billie mengingatkan semua pendengar.

Ketika semua kita asyik masyuk mendengar lagu, sambil berdansa-dansi, ingatlah. Ketika semua kita menikmati malam sambil memegang gelas wine, sadarlah.

Di luar sana. Di pohon poplar. Bergantungan buah yang aneh. Buah yang ternyata tubuh kulit hitam.

Mereka juga manusia. Massa kulit putih sekehendak hati menggantung mereka tanpa pengadilan.

Lagu ini di tangan Billie Holiday menjadi kampanye membangkitkan protes. Ia menyadarkan ketidak adilan, kekerasan, diskriminasi, dan ancaman yang bisa dialami siapapun kulit hitam.

Sambil diiringi musik Jazz dan Blues yang pelan, lirik lagu itu menghujam ke jantung hati.

Lagu ini dianggap sebagai sebuah deklarasi protes. Ia ikut membangkitkan Civil Rights Movement di Amerika Serikat.

Tidaklah heran, Billie Holiday menjadi target agen federal pemerintah yang rasis. Penyanyi terkenal itu harus dilumpuhkan.

Tapi bagaimana cara melumpuhkannya? Ditemukan jalan yang jitu. Bukankah Billie Holiday seorang pecandu narkotika.

Serang, tangkap, penjarakan, hambat Billie Holiday dari sisi narkotika.

Bukankah Billie Holiday juga senang lelaki. Jika begitu, kirim agen pemerintah, kulit hitam, yang bisa menjadi kekasihnya.

Lalu sang kekasih membocorkan prilaku Billie termasuk soal narkoba.

Maka dimulailah kisah film The Unites States versus Billie Holiday. Sang penyanyi legendaris Billie Holiday dimainkan oleh Andra Day. Aktingnya menggugah, memberinya nominasi peran wanita terbaik piala Oscar 2021.

Naskah film ditulis oleh Suzan Lorie Park, pemenang hadiah Pulitzer. Jadilah film ini drama hidup Billie Holiday yang menyentuh.

Agen yang bertugas mengawasi Billie Holiday acapkali bimbang. Ia tahu, ini tugas suci pemerintah. Narkoba harus diberantas, tak peduli jika yang ditangkap artis populer.

Di sisi lain, ia tahu, Billie Holiday juga membawa pencerahan bagi kulit hitam. Apalagi agen ini juga berkulit hitam.

Ibu sang agen acapkali menasehati. “Kau bekerja untuk pemerintah. Tapi kau juga harus tahu. Kaummu ditindas. Kaummu digantung di pohon tanpa pengadilan. Jangan dirimu menjadi alat yang menghianati kaummu sendiri!”

“Billie Holiday menyuarakan itu. Jangan kau ganggu perjuangan kaummu. Jangan menghianatinya!”

Agen itu juga menyadari. Pimpinannya sangat rasis. Ia tahu persis.

Kadang pemerintah menggunakan lelaki kekasih Billie Holiday untuk menciptakan bukti narkoba. Benda itu diselipkan di baju Billie Holiday oleh kekasihnya sendiri sebelum polisi datang mencari bukti.

Lebih jauh dari itu, sang Agen jatuh cinta pada Billie Holiday. Ia terharu mengetahui sulitnya masa kecil Billie Holiday.

Di umur 10 tahun, Billie dipaksa Ibu kandungnya sendiri menjadi pelacur. Di usia remaja, Billie menyaksikan Ayahnya mati, korban rasisme.

Dan Billie tak bisa dinasehati agar jangan menyanyikan lagi Strange Fruit itu. Itu lagu yang sangat kena di hatinya.

Billie mengatakan, lagu itu panggilan jiwa. Billie menyaksikan sendiri, kulit hitam digantung di pohon. Lalu anak- anak sang korban yang masih bocah menjerit melihat ayah dan ibunya digantung di dahan.

Billie ikut menangis bersama mereka. Setiap kali menyanyikan lagu itu, ia seperti mengurangi beban di kepala. “Jangan pernah larang aku menyanyikan lagu itu,” seru Billie berkali- kali kepada kekasihnya, manajernya, atau suaminya.

Menonton film ini seperti menghadiri kelas sejarah. Betapa peradaban modern dibangun melalui proses kekerasan yang tak berhingga.

Betapa puisi dan lagu dapat menjadi saksi zamannya. Betapa puisi dan lagu ikut serta menyebarkan protes atas ketidak adilan. Betapa puisi dan lagu dapat memulai sebuah gerakan sosial.

Pada satu masa, sebuah lagu, seperti Strange Fruit, sangat dibenci pemerintah. Ketika masa berganti, lagu yang dibenci itu berganti pula, dianggap sebagai lagu penting abad ini, yang perlu dilestarikan. Yang perlu dikenang.

Maka National Endowment of the Art, badan yang dibiayai pemerintah federal Amerika Serikat, mengangkat lagu Strange Fruits, lagu yang pernah terlarang, masuk dalam list “the songs of century.”

 

BBC menulis lagu ini, Strange Fruit, sebagai the most shocking song of all time. (3).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *