Masa Depan SDM Buton Tengah di Tangan Pemerintah yang Acuh

Pena Opini1,292 views

Oleh: Ady Joni

Keadaan stagnan atau bahkan kemunduran sepertinya adalah kata yang tepat untuk menggambarkan masa depan pembangunan Sumber Daya Manusia di Kabupaten Buton Tengah, paling tidak untuk hitungan 5 sampai 10 tahun mendatang.

Hal ini terkonfirmasi pada prospek kebijakan pemerintah dalam tiga tahun belakangan yang sama sekali belum menyentuh ranah-ranah pendidikan secara signifikan, khususnya kepada para pelajar atau mahasiswa asal daerah yang hari ini sedang melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi dalam negeri di seluruh pelosok tanah air.

Sebut saja, dari Rp647 Miliar lebih jumlah APBD Buton Tengah tahun 2017, tidak ada sepeserpun dikucurkan untuk mengakomodasi kepentingan studi mahasiswa. Padahal kita tahu bahwa sebagian dari struktur anggaran APBD itu merupakan Dana Alokasi Umum yang digelontorkan dari pusat ke daerah, dimana salah satu prioritas penggunaannya adalah untuk memfasilitasi penyelenggaraaan dan peningkatan mutu pendidikan.

Kondisi yang sama mengecewakan ini berlangsung hingga tahun 2018. Pun, terjadi progres di tahun 2019, sudah mulai dicanangkan anggaran beasiswa cerdas Samatau sebesar Rp90 Juta sebagaimana termuat dalam dokumen Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2019 yang sudah dibahas bersama DPRD Buton Tengah disebutkan, bahwa alokasi anggaran untuk beasiswa cerdas Samatau tersebut dibagi menjadi Rp. 45 Juta untuk kategori mahasiswa tidak mampu dan Rp. 45 Juta untuk mahasiswa berprestasi.

Hal ini bermakna bahwa anggaran tersebut siap disalurkan. Alih-alih menunggu penyaluran, yang terjadi justru ditunda sebagaimana keterangan yang kami peroleh dari kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Buton Tengah setelah dikonfirmasi via telpon beberapa waktu lalu, ia mengatakan bahwa rencana itu ditunda dan baru akan direalisasikan pada tahun anggaran selanjutnya dengan alasan kucuran anggaran terlalu sedikit, tidak cukup untuk dibagi ke banyak mahasiswa.

Sebuah alasan yang sungguh-sungguh irasional. “Seperti ingin bilang, ini loh ada duit, kalian berhak atas ini tapi karena jumlahnya sedikit, hak kalian gugur dengan sendirinya”. Aneh bin ajaib, wajarlah jika muncul animo masyarakat tentang bobroknya pemerintahan ini.

Ironinya, pernyataan di atas bertentangan pula dengan keterangan sebelumnya pada awak media Penasultra.com. Dalam media itu dimuat, bahwa Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) Provinsi Sulawesi Tenggara pada sektor pendidikan, masih setengah hati.

Hal ini tampak pada anggaran bantuan pendidikan (Beasiswa) yang ditelorkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Buteng 2019 hanya Rp45 juta. Beasiswa yang dinamakan program Samatau Cerdas ini belum dapat disalurkan karena belum didukung dengan Peraturan Bupati (Perbup).

Pada media itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Buton Tengah Abdullah mengatakan bahwa, program beasiswa Samatau Cerdas ini belum dilengkapi dengan syarat dan kriteria calon penerima beasiswa. Sehingga kemungkinan akan ditangguhkan dulu tahun ini.

Kalau punya itikad baik, melalui kesempatan di atas pemerintah bisa menunjukan keberpihakkannya kepada masyarakat termasuk mahasiswa, dengan mengupayakan program tersebut agar dapat direalisasikan secepat mungkin, bukan malah menutup sendiri peluang yang ada, apalagi kebijakan itu sudah diputuskan melalui mekanisme forum yang sah dan bersifat mengikat, yang jika tidak dilaksanakan, maka itu mengindikasikan adanya upaya dari instansi terkait untuk menggelapkan anggaran.

Nampaknya, ekspektasi terhadap pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di Buton Tengah menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dan rumit, bukan hanya karena ketidaktersediaannya anggaran, yang mana masih bisa sedikit ditolerir sebagai satu daerah baru mekar, yang tentu masih perlu mencari sebanyak-banyaknya dan mengelolah sebaik-baiknya sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah sehingga memungkinkan pula untuk mengalokasikan anggaran pendidikan secara besar-besaran.

Akan tetapi, persoalan yang paling urgen dan mendesak adalah perlunya membenahi mindset berpikir pemerintah daerah terlebih dahulu, agar mampu memilah-milah mana agenda prioritas mana bukan, mana program jangka pendek dan panjang, mana yang esensial mana seremonial.

Perlu membentuk kesadaran moral dan kemanusiaan sehingga ketika menjabat, ia sadar akan tanggungjawab dan posisinya sebagai pemerintah adalah melayani dan mengakomodir kepentingan masyarakatnya serta menumbuhkan political will (tekad yang kuat) dari pemerintah untuk membangun dalam segala aspeknya. Dengan begitu akan tercipta sebuah ekosistem di lingkungan pemerintah yang kondusif, yang senantiasa peka dan punya keberpihakan kepada masyarakat luas.

Pada konteks inilah fungsi sosial pemerintah akan diuji dan dinilai, apakah suatu pemerintah tertentu cenderung pro rakyat atau tidak sama sekali. Parameternya sederhana : Pertama, pemerintahan yang pro rakyat akan senantiasa mendistribusikan nilai dan kesejahteraan secara adil dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar mayarakat atas pelayanan kesehatan, pendidikan, akses atas informasi, penguasaan teknologi, seni dan sebagainya.

Oleh karenanya, logislah bagi kita untuk berasumsi bahwa rasa-rasanya pemerintah Buton Tengah periode ini belum sampai menyentuh ke hal-hal yang substansial. Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah hanya disibukkan oleh proyek-proyek pembagunan infrastruktur, sehingga mengesampingkan hal penting dan mendesak lain yakni pembangunan dan pemberdayaan sumber daya manusia.

Kecenderungan ini pada prinsipnya telah mengangkangi amanat dalam pembukaan UUD 1945 yang menjelaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selanjutnya dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Ini berarti pemerintah pusat maupun daerah wajib mengalokasikan anggaran minimal 20% dari anggaran dan pendapatan belanjanya untuk kepentingan pendidikan, yang semuanya digunakan untuk sarana dan prasarana pendidikan, baik berupa peralatan, gedung, maupun bantuan untuk peserta didik yang tidak mampu dan lain sebagainya.

Begitu pula penjelasan pasal 31 ayat 5 UUD 1945, pemerintah berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Sikap enggan terhadap beberapa hal di atas, selain telah mengesampingkan amanat undang-undang tertinggi bangsa ini, juga secara nyata telah menghambat laju gerak kemajuan bangsa untuk berdiri menghadapi tantangan zaman yang senantiasa menuntut kita agar bisa berkarya di tengah-tengah persaingan global.

Kemampuan beradaptasi dan berkarya disini tentu berhubungan dengan sejauh mana generasi penerus bangsa bisa memperoleh hak-haknya dalam mengakses ruang-ruang pendidikan, melakukan pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan, menikmati dan ikut melakukan inovasi-inovasi teknologi. Tugas pemerintah adalah memastikan proses-proses itu bisa menyentuh langsung kehidupan masyarakat sepenuhnya. Inilah yang luput dan tidak dilakukan oleh pemerintah Buton Tengah selama ini.(***)

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar