Mempersiapkan Pemuda dalam Peluang Bonus Demografi

Pena Opini1,800 views

Oleh: Andi Baso Amirul Haq

Absolutisme perubahan dalam perspektif kehidupan manusia merupakan siklus, dan sepanjang sejarah selalu diilustrasikan dan dibuktikan oleh manusia yang selalu mengalami perubahan (Bryson, 2002).

Begitu pula jika dikaji dari gejala transisi demografi, memperlihatkan susunan penduduk dari tingkat fertilitas tinggi dan mortalitas tinggi ke pola perkembangan penduduk yang memiliki tingkat fertilitas rendah dan mortalitas rendah.

Transisi demografi ini merupakan implikasi dari terjadinya perubahan sikap, perilaku, dan cara hidup sebagian besar penduduk Indonesia, yang semakin efisien dan produktif, serta perubahan cara hidup yang semakin modern ditandai dengan gejala-gejala yang terjadi dalam industrialisasi 4.0.

Bonus demografi sejak lama digaungkan oleh berbagai tokoh dengan berbagai konsep dalam menghadapinya. Menurut BPS pada periode 2020-2045 Indonesia mengalami Bonus Domografi dengan usia produktif 15-64 tahun meningkat sekitar 68 persen dibandingkan dengan usia tidak produktif dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun dengan jumlah penduduk yang diproyeksikan akan mencapai 297 juta jiwa.

Jika dikaji dalam lingkaran yang lebih kecil contohnya Sulawesi Tenggara mengalami Bonus Demografi dalam usia produktif sebesar 65,8 persen dengan jumlah penduduk 3,5 juta jiwa pada 2045.

Tentu dalam proses Bonus Demografi memunculkan suatu permasalahan: Bagaimana membangun generasi yang mempunyai produktifitas sebagai sumberdaya manusia yang cukup tinggi. Jangan sampai bonus demografi menjadi kontra produktif, artinya semakin tinggi pendidikan semakin besar persentase lulusan yang menganggur.

Akibatnya akan memunculkan pengangguran terbuka atau angka setengah pengangguran; dan jika semakin meninggi akan menunjukkan produktifitas rata-rata pekerja Indonesia sangat rendah, yang artinya terjadi pergeseran dalam struktur peradaban.

“Pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita, membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis, membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengundang talenta-talenta global untuk bekerja sama dengan kita” kata Jokowi pada pidato perdananya sebagai Presiden RI 2019-2024.

Dalam pidato tersebut banyak harapan-harapan yang diberikan oleh Presiden Jokowi dengan menitik fokuskan pembangunan Sumber Daya Manusia dan Mimpi 1 Abad Indonesia. Tentu dalam mewujudkan itu perlu wawasan yang utuh, pilihan kebijakan yang tepat, program kreatif-inovatif dan berkesinambungan.

Bonus Demografi menjadi modal utama bagi Indonesia dan menjadi kunci penting dalam memajukan perekonomian dan pertumbuhan PDB. Jika Fenomena ini dioptimalkan dapat mengantarkan Negara naik kelas dari Negara berkembang menjadi Negara maju.

Negara yang berhasil memanfaatkan Bonus Demografi di Asia adalah Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang. Korea Selatan berhasil mengarahkan Industri rumah tangganya untuk membuat komponen handphone, Tiongkok berhasil mengarahkan Indusri rumahan untuk membuat komponen peralatan elektronika, sedangkan Jepang berhasil mendorong usia produktif untuk bekerja optimal dan semakin produktif sehingga tingkat penganggurannya paling rendah diantara Negara maju yaitu kurang dari tiga persen.

“Bukanlah pemuda seseorang yang membanggakan bapaknya. Tetapi pemuda adalah mereka yang menunjukkan inilah aku.” (Imam Ali Bin Abu Thalib).

Pemuda dewasa ini tak hanya menjadi sebuah gelembung namun dapat menjadi gelombang. Artinya jika pemuda memilih gelembung maka konsekuensinya adalah pemuda hanya bisa bergerak ditempat. Dan jika pemuda memilih menjadi sebuah gelombang artinya pemuda yang bersifat dinamis akan bergerak kedepan tanpa ada hentinya dari waktu kewaktu. Ia selalu bersih dan membersihkan.

Pemuda merupakan bagian penting dari proses Bonus Demografi, tetapi mereka menghadapi berbagai tantangan, diantaranya, tingginya tingkat kemiskinan dan terbatasnya akses berbagai pelayanan dasar serta kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Melihat pentingnya pembangunan kepemudaan maka Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Perpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, sinkronisasi, dan harmonisasi program, kegiatan, dan kajian penyelenggaraan pelayanan kepemudaan Namun sampai saat ini Perpres tersebut belum sangat optimal, dikarenakan belum ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah terkhusus Sulawesi Tenggara yang memiliki jumlah Pemuda sekitar 651 ribu jiwa.

Lingkup koordinasi lintas sektor pelayanan kepemudaan seperti yang tercantum dalam Perpres No. 66/2017 meliputi: Program sinergitas antarsektor dalam hal penyadaran, pemberdayaan, serta pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan dan kepeloporan pemuda.

Kajian dan penelitian bersama tentang persoalan pemuda, Kegiatan mengenai dekadensi moral, pengetahuan, kemiskinan, dan kekerasan, serta nearkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Selain kesiapan pemuda, dibutuhkan sentuhan pemerintah yang proaktif dalam menentukan kebijakan-kebijakan strategis yang mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung pemuda untuk berkreasi dan berkontribusi bagi bangsa. Artinya lanskap kebijakan public Indonesia dan daerah tidak bisa hanya business as usual, namun harus mengedepankan pada sifat update yang cepat dan strategis.

Oleh karena itu kita dapat memanfaatkan peluang Bonus Demografi ini sebagai langkah yang sangat tepat dalam mewujudkan cita-cita satu abad Indonesia sebagai Negara Maju.***

Penulis adalah Sekertaris Umum Badan Kordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Tenggara (Sultra)