Nestapa Konflik dalam Balutan Asap

Pena Opini632 views

Oleh: Hendaryati Uti Firnas

Sedih.. Pilu.. Marah, melihat kondisi negriku saat ini. Asap pekat hingga menguning keemasan, menutup jarak pandang hingga banyak manusia manusia terpelanting karenanya. Mengganggu pernapasan hingga banyak memakan korban, baik yang sakit sampai ada yang kehilangan nyawa. Hingga saat ini belum bisa diatasi. Kecuali di beberapa daerah karena pertolongan Allah dengan datangnya hujan.

Di belahan bumi nusantara Timur. Papuaku, sodara sebangsa, mutiara dari timur, terkoyak. Jeritan, lolongan dari suara suara yang minta pertolongan untuk diselamatkan, mengharu untuk kita bisa peduli. Di Papua ada jiwa jiwa terancam. Bukan karena perbedaan agama, bukan karena ras dan kulit mereka yang memicu perseteruan. Seperti apa yang disampaikan” Mus Mulyadi warga Padang yang merantau di Wamena, dalam kerusuhan tersebut 250 warga diselamatkan di gereja oleh warga asli Wamena dan dijaga keselamatannya sebelum mengungsi”. (BBC News Indonesia).

Itu menandakan bahwa mereka hidupnya rukun dalam perbedaan. Ada hal yang mendasar yang harus dibenahi. Semua tentang keadilan yang selalu hanya menjadi angan angan.

Demokrasi adalah Biang dari Segala Sengkarutnya Negeri

Semua permasalahan, tragedi yang terjadi, butuh penyelesain segera, agar tidak berlarut larut menambah kesengsaraan dan keresahan di tengah tengah masyarakat. Masyarakat butuh ketenangan dan kenyamanan dalam memenuhi tuntutan hidupnya. Dan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasinya, dengan memberikan keadilan yang berpihak kepada rakyat. Seperti tertuang dalam UU bahwa:” Setiap orang berhak hidupnya sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta mendapatkan pelayanan kesehatan”.

Begitu juga aksi mahasiswa dengan berbagai tuntutanya, adalah haknya sebagai warga negara. Menyampaikan mendapat adalah hak semua orang.
Menyuarakan pendapat adalah hak warga negara selama dilakukan dengan positif dan sesuai koridor. (Humas UI selasa 24 /9/2019. Tribun News).

Aparat berkewajiban memberikan perlindungam terhadap masyarakat, mengayomi masyarakat menciptakân ketertiban dengan melayani masyarakat sesuai dengan tugasnya sebagai aparat.

Jadi bukan hanya melindungi penguasa, dengan cara yang brutal. Begitu pun Papua, ibarat api dalam sekam. Apa yang terjadi di Surabaya, yang dilakukan oleh orang orang yang sangat rendah dan mungkin tak punya lidah. Mereka sendiri sesungguhnya lebih rendah dari apa yang dikatakannya. Dan itu sebetulnya hanya pemantik dari persoalan yang terpendam. Ada persoalan yang mendasar yang harus diselesaikan agar masyarakat Papua bisa mendapatkan kesejahteraan. Lagi lagi tentang keadilan.

Sepertimya jauh panggang dari api keadilan yang hakiki bisa diwujudkan. Selama kita masih merasa nyaman berjalan diatas rel yang rusak, rel yang menjadikan duduk dan berjalan pun tidak bisa tegak, saling sikut, saling singkir, saling tekan. Mereka bebas melakukan apa saja yang dia mau, hanya untuk sekedar memenuhi ambisi dunianya.

Demokrasi adalah kebebasan, kebebasan adalah bagian demokrasi. Sistem rusak dan merusak, karena pilar utamanya adalah paham kebebasan itu. Kebebasan inilah yang melahirkan banyak kerusakan di segala bidang. Kebebasan berlaku jika kepentingan penguasa tidak terancam. Tapi kebebasan akan dikekang, jika kepentingan sekelompok orang yang haus kekuasaan merasa digoyang. Demokrasi juga dijadikan alat penjajahan oleh barat atas dunia, terutama dunia Muslim, melalui UU yang menjamin ketundukan kepada barat.

Demokrasi, menghasilkan UU diskriminatif dan tidak adil. Sebab dalam demokrasi UU dibuat oleh parlemen yang sarat dipengaruhi oleh kepentingan dan berpihak pada yang kuat secara politik atau secara finansial. Demokrasi pun dijadikan jalan untuk memaksakan UU yang menjamin aliaran kekayaan ke barat dan penguasa. Semakin paham dengan watak demokrasi yang tak pernah berpihak kepada rakyat.

Jadi jangan heran dengan UU yang dilahirkan dalam sistem demokrasi, yang sedang mengatur kita saat ini, yang sedang menjadi kontroversi karena dinilai sangat merugikan masyarakat.

Sebagai masyarakat intelek yang mempunyai kewajiban dan keberanian, mahasiswa protes atas UU yang kontroversi tersebut dengan mengerahkan mahasiswa dengan jumlah yang sangat besar.

Penyambutan yang luar biasa dari sikap arogan dari aparat terhadap mahasiswa. Aparat telah menjadikan para mahasiswa sebagai lawan yang harus di bungkam dan dihabisi. Tidak lain karena keberpihakannya untuk melindungi kepentingan penguasa.

Masyarakat Papua yang tidur di atas hamparan emas, hidupnya jauh dari sejahtera. Kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan masih mewarnai kehidupannya. Pendidikan masih dirasa sesuatu yang istimewa. Padahal mereka sangat pantas untuk menikmati kekayaannya. Apakah ini korban dari UU yang dipaksakan itu? Wallahu A’lam.

Anak keturunan dari kerusakan akan selalu lahir jika biang dari kerusakan tersebut masih hidup dan masih banyak pemujanya. Demokrasi telah membuat masyarakat tersiksa karena ketidak adilan.

Hanya Islam yang Mampu Menjawab Berbagai Konflik dan Keberagaman

Semua realita tersebut di atas membutuhkan jawaban dan keseriusan. Penanganan dari permasalahan yang kompleks seperti itu, tidak cukup hanya menindak dan menghukum para perusuh, kemudian selesai. Hal mendasar yang menjadi penyebab munculnya konflik dan tragedi yang terjadi adalah sistem aturan yang mengatur hidup, dan pola hidupnya, lahir dari sistem yang rusak karya dari manusia, yaitulah kapitalisme demokrasi.

Islam sebagai agama yang sempurna dan Paripurna menawarkan solusi untuk menyelesaikan tragedi yang sedang terjadi. Karena Islam itu bukan hanya sekedar agama. Tetapi Islam itu pandangan hidup. Yang dari Islam itu sendiri terpancar sistem aturan yang lahir dari pencipta manusia untuk mengatur hidup manusia. Sistem aturan yang bisa memberi solusi terhadap semua permasalahan yang menimpa manusia sebagai hamba Allah.

Dalam pengelolaan hutan pun Islam telah menetapkan berdasarkan hadis, yang artinya: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu : Padang rumput, air, dan api”(HR Abu Daud dan Ahmad).

Para ulama terdahulu sepakat bahwa air, sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai individu atau kelompok.

Dalam Islam hutan adalah bagian dari kekayaan alam yang tidak boleh dikuasai oleh korporasi. Dengan hal itulah hutan akan terkontrol pemanfaatannya dan penjagaannya dari kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.

Dalam pemenuhan kebutuhan Islam sudah menetapkan standar perbuatan berdasarkan hukum syara yaitu: halal, haram, wajib, sunah, makruh, mubah. Islam akan menerapkannya untuk mengatur kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan menerapkan standar perbuatan tersebut dengan berlandaskan hukum syara konflik dan kepentingan akan terhindar. Hidup selalu berada dalam keridhoan Allah SWT.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat ayat kami), maka kami siksalah mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf 96). Wallahu A’lam bishowab…(***)

Penulis: Anggota Komunitas Penulis Revowriter