Pemilu dan Integritas Penyelenggara

Pena Opini538 views

Oleh: Sahrum Duta

Perjalanan demokrasi di republik ini menunjukan suatu loncatan kualitas yang baik seiring dengan membaiknya kesadaran politik masyarakat dalam memggunakan hak politiknya.

Sejak tahun 1999 kebijakan pemilihan presiden dan wakil presiden, gubernur serta walikota/bupati diselenggarakan secara langsung dan sistem politik menjadi dinamis. Dimana rakyat bebas menentukan siapa pemimpin yang dianggap memiliki visi dan keberpihakan terhadap nasib mereka.

Artinya kedaulatan rakyat menjadi penting dalam hal ini karena rakyat menentukan nasibnya sendiri melalui pemimpin yang dipilih.

Dengan demikian sistem demokrasi secara langsung ini tidak hanya membuka ruang kedaulatan rakyat secara utuh dalam hal memilih pemimpinnya melainkan ujian integritas penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dalam rangka mensukseskan pemilu dan berkualitas.

Oleh karena itu, badan pengawas pemilu sebagai lembaga penyelenggara yang bertugas melakukan pengawasan mulai dari proses hingga akhir dari proses menjadi penting dalam hal tegaknya nilai-nilai demokrasi.

Selain itu, badan pengawas juga bertanggungjawab terhadap rakyat dalam konteks memberi edukasi tentang aturan perudang-undangan kepemiliuan. Di banyak kasus pelaksanaan pemilu dan pemilukada kerap terjadi pelanggaran baik dalam tahapan maupun proses pemungutan serta perhitungan suara. Bahkan hasil pemilu/pilkada juga tidak sedikit berujung di Mahakamah Konstitusi.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah dugaan konspirasi antara penyelenggara dan pihak yang berkepentingan dan ada juga pelanggaran pemilu yang di sebabkan oleh ketidakpahaman masyarakat yang ikut serta dalam proses tersebut.

Hal ini berhubungan dengan urgensi penyelenggara, soal integritas anggota. Integritas penting karena mitra komisioner adalah kelompok kepentingan (parpol peserta pemilu) yang seluruhnya berharap dapat memperoleh kemenangan, memperoleh kursi disetiap dapil.

Keinginan demikian, kadang interaksinya dengan para komisioner menjadi tidak konsisten. Saat tertentu (manakala aturan itu menguntungkan) mereka menekankan agar penyelenggara sungguh-sungguh bekerja (hitam putih) berdasarkan peraturan yang ada, tetapi bila aturan itu tidak mengntungkan merekapun berupaya untuk mendorong penyelenggara atau “mempengaruhi” agar menguntungkan mereka. Pada konteks inilah integritas anggota sangat vital mempengaruhi kualitas demokrasi.

Kesadaran kita terhadap penyelenggara yang berintegritas bukan karena Bawaslu harus menjadi fasilitator yang baik, tetapi sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa yang akan dihasilkan dari proses yang dijalankan adalah menghasilkan para pejabat daerah yang mengemban amanah rakyat.

Mereka harus dijamin lahir dari proses dan hasil yang baik, karena sesudahnya mereka akan menjalankan tugas berat yakni menjadi pemimpin daerah, menyelenggarakan urusan pemerintahan sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat.(***)

Penulis: Penggiat Jaringan Advokasi Kebijakan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *