Polisi Bubarkan Paksa Demo di DPRD Wakatobi, Ini Penyebabnya

PENASULTRA.COM, WAKATOBI – Polisi terpaksa membubarkan paksa aksi unjuk rasa yang digelar Barisan Orator Masyarakat (BOM) Wakatobi di Kantor DPRD Kabupaten Wakatobi, Jumat 16 November 2018.

Pembubaran tersebut dikarenakan massa aksi tidak mengantongi ijin dari pihak kepolisian dan hanya mengatasnamakan BOM.

Pantauan awak Penasultra.com, awal mula kejadian, massa aksi mendatangi kantor Dewan untuk menolak tujuh anggota legislatif (Aleg) yang telah mengundurkan diri, namun masih tetap berkantor.

Meski sempat bertahan, massa aksi akhirnya berhasil diamankan secara paksa ke dalam mobil Dalmas milik Polres Wakatobi.

Disaat yang sama, salah seorang massa aksi, Emen La Huda jatuh pingsan tetapi tetap diangkut masuk ke mobil Dalmas dan diamakan ke Polres Wakatobi.

Kabag OPS Polres Wakatobi, AKP Saharudin mengaku, aksi tersebut tidak memiliki ijin dari pihak kepolisian sehingga massa aksi harus diamankan, karena dikhawatirkan dapat mengganggu jalannya rapat paripurna.

“Ijin demonya bukan di DPRD, tetapi di Inspektorat terkait persoalan DD/ADD Desa Longa sehingga kita amankan. Apalagi sebelum melakukan demo mereka sudah lebih dulu mencoret-coret dinding kantor Dewan,” jelas Saharudin saat ditemui di Mapolres Wakatobi, Jumat 16 November 2018.

Terkait massa aksi yang pingsan, Saharudin mengaku belum mengetahui seluk beluk penyebabnya. Namun demikian pihaknya tetap penanganan optimal.

“Setelah tiba di Polres korban mendapat perawatan di klinik. Setelah itu dibawa ke RSUD. Dari hasil pemeriksaan medis tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan,” ujar mantan Kabag Humas Polres Wakatobi ini.

Sementara mengenai tindakan mengganggu ketertiban dan mencoret-coret kantor DPRD yang dilakukan pendemo, pihak kepolisian menyerahkannya hal tersebut ke pihak Sekretariat Dewan.

“Jika ada pengaduan, tidak menutup kemungkinan mereka akan diproses secara hukum,” tegasnya.

Sementara itu, salah seoramg maasa aksi lainnya, Said mengaku, pihaknya datang ke DPRD merupakan salah satu bentuk keprihatinan kepada Aleg yang telah mengundurkan diri, namun masih tetap berkantor.

“Inikan tidak etis. Mereka mundur diri sejak bulan Juli 2018 lalu, namun sampai sekarang masih berkantor. Sebagai masyarakat saya kecewa dengan tujuh Aleg tersebut. Mereka mundur diri tidak dipaksa untuk kepentingan calonnya pula. Cara seperti ini jauh dari harapan masyarakat,” tukasnya.(a)

Penulis: Deni La Ode Bono
Editor: Yeni Marinda