Sanksi Pidana Pemalsuan Dokumen Kependudukan

Pena Opini4,817 views

Oleh: Yogi Mengko, S.H

Kartu tanda penduduk (KTP) adalah dokumen kependudukan yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Sedangkan yang dimaksud dengan Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Migrasi data kependudukan dari data manual ke data elektronik belum terlaksana sesempurna yang diharapkan. Masih banyak masyarakat yang belum terdaftar secara elektronik. Banyak polemik yang menyelimuti proses KTP-el, dari blangko yang sempat tidak memadai sampai dengan kasus korupsi proyek KTP-el yang melibatkan oknum pejabat di negara ini.

KTP-el sebagai dokumen autentik bagi setiap warga Negara Indonesia, keberadaannya sangat urgen, saat ini sudah banyak urusan keadministrasian menjadikan KTP-el sebagai syarat, seperti syarat masuk TNI-POlRI, ASN, lembaga perbankan, perpajakan, dokumen dukungan paslon Independen di Pemilu dan lain-lain.

Terlepas dari itu, bahwa urusan KTP diatur oleh UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 24 Tahun 2013 (UU Administrasi Kependudukan), mengatur proses penerbitan e-KTP, lembaga yang berwenang sampai dengan Tindak Pidana Administrasi Kependudukan.

Namun apakah ada sanksi ketika mengubah atau memalsukan data dari yang sebenarnya contoh nya pengunaan tanggal kelahiran, bulan dan tahun, atau pergantian nama yang belum diputuskan ingkrah oleh pengadilan? Hal tersebut telah dijabarkan dalam UU Administrasi Kependudukan yang mengatur sanksi pidana jika terdapat ketidak-benaran atau pemalsuan didalam dokumen tersebut.

Hal itu sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 93 UU Adminsitrasi Kependudukan., “Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”

Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75 juta.

Sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana dan sudah lazim terjadi, namun demikian meskipun kelihatannya sederhana pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius yakni munculnya berbagai tindak pidana ditengah masyarakat, contohnya maraknya pelaku tindak kejahatan penipuan.*

Penulis adalah alumni Fakultas hukum Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari