Soal Pencoretan, Kuasa Hukum Sulkhani dan Riki Fajar: Tidak Sesuai UU Pemilu

Pena Hukum832 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Kuasa Hukum Sulkhani dan Riki Fajar, La Samiru kembali menegaskan jika kliennya tidak dapat dicoret sebagai caleg terpilih dengan perolehan suara terbanyak di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) daerah pemilihan Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Kota Kendari pada Pemilu 17 April 2019 lalu.

Pernyataan Samiru tersebut, sekaligus menanggapi pernyataan Ketua KPU Sultra yang bersikukuh akan tetap mencoret Sulkhani dan Riki Fajar dengan mengacu pada aturan PKPU.

“Substansi keberatan kami adalah tidak terdapat syarat materiil berdasar pasal 285 dan pasal 426 UU Pemilu untuk membatalkan penetapan caleg terpilih kepada Sulkhani dan Riki Fajar dan menggantinya dengan peraih suara terbanyak selanjutnya,” ungkap Samiru, Kamis 23 Mei 2019.

Jika memeriksa ketentuan pasal 285 junto pasal 426 UU Pemilu, kata dia akan diketahui bahwa perbuatan terlarang dalam kampanye yang dipidana dan diikuti dengan sanksi administratif adalah politik uang pada masa kampanye sebagaimana pasal 280 ayat (1) huruf j UU Pemilu.

Kalau pelanggaran kampanye yang terbukti secara tunggal, lanjut Samiru lagi, jelas pada pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu hanya diberikan sanksi pidana tanpa diikuti sanksi administratif, pembatalan caleg terpilih. Hal ini berkenaan dengan asas hukum yang menyatakan bahwa Culpam Poena Par Esto, hukuman setimpal dengan kejahatannya.

“Perlu saya jelaskan lebih dalam, bahwa mengapa pasal 285 UU Pemilu membebaskan caleg yang terbukti melakukan kampanye dengan melibatkan ASN berdasarkan putusan pengadilan yang inkraht dari sanksi administratif pembatalan sebagai caleg terpilih, karena sejatinya caleg aquo telah disanksi pidana dan perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang terkualifikasi sebagai kejahatan (mala in see),” ulasnya.

Jadi sudah sepantasnya KPU Sultra/Kota Kendari dan Bawaslu Sultra/Kota Kendari secara bijak menghindarkan Sulkhani dan Riki Fajar dari pembatalan sebagai caleg terpilih dengan mengikuti perintah UU Pemilu sekaligus menegakkan keadilan Pemilu.

Kemudian, masih kata Samiru, Bawaslu Sulawesi Tenggara diharap memaksimalkan fungsi pencegahan, yakni mengingatkan KPU Sultra berkait konsekuensi putusan pidana Pemilu bagi caleg terpilih Sulkhani dan Riki Fajar yang seharusnya tetap ditetapkan sebagai caleg terpilih. Hal tersebut sesuai dengan perintah pasal 285 jo Pasal 426 UU Pemilu.

“Pada prinsipnya kami sudah melakukan langkah secara berjenjang yakni mengajukan surat keberatan ke KPU RI, KPU Sultra, KPU Kota Kendari, dengan tembusan ke Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kota Kendari,” bebernya.

Olehnya itu, Samiru berharap penyelenggara dalam menghukum seseorang wajib mempertimbangkan kualitas kesalahannya sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Pemilu. Terlebih mendalami lebih jauh bahwa bukan hanya hak konstitusional Sulkhani dan Riki Fajar saja, namun ada hak yang lebih perlu dilindungi yakni para pemilih kedua caleg ini yang jumlahnya capai belasan ribu.

“Asas hukum yang menyatakan bahwa non alio modo puniatur aliquis, quam sequndum quod se habet condemnation, artinya, janganlah menerapkan hukuman yang jauh lebih keji daripada gradasi perbuatannya,” pungkas Samiru.(b)

Penulis: Bas
Editor: Ridho Achmed