Oleh: Endah Sri Palupi
Kanker, mendengarnya saja seperti mendengar deadline kapan kiamat datang. Ya, benar sekali, penyakit kanker yang selama ini banyak diperbincangkan, baik sejak puluhan tahun yang lalu sampai dengan sekarang adalah momok menakutkan.
Diklaim belum ada obatnya semakin memperparah ketakutan orang akan penyakit satu ini. Kapanpun dibahas, kanker selalu ada berita update.
Hal tersebut terkait dengan banyaknya riset tentang kanker, baik penyebab kanker, cara pencegahan maupun alternatif pengobatannya. Mulai dari tingkat yang sederhana sampai pada aras molekuler.
Berbicara tentang salah satu penyakit degeneratif ini memang tidak akan ada habisnya. Bahkan saat ini, di abad 21 dengan teknologi yang semakin maju, budaya yang semakin modern, taraf hidup yang semakin meningkat, dan fasilitas kesehatan yang accessible bukan malah membuat penderita kanker menurun, melainkan malah meningkat setiap tahunnya.
Data terbaru WHO menunjukkan bahwa kanker paru menempati posisi teratas dengan jumlah terbanyak pada pria di dunia, sedangkan kanker payudara juaranya pada wanita. Data Kemenkes Indonesia juga menunjukkan hasil yang selaras. Bahkan hampir setiap tahun ditemukan kasus kanker baru yang muncul.
Berdasarkan data Riskesdas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019 prevalensi kanker di Indonesia menunjukkan peningkatan, pada tahun 2013 dari 1,4 per 1000 penduduk meningkat menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Berdasarkan data terbaru tersebut, Indonesia menempati urutan ke-8 di Asia Tenggara dan ke-23 di Asia.
Sebuah peringkat yang menyedihkan. Didukung dengan hasil riset yang dipublikasikan tahun 2018, kasus kanker banyak ditemukan di low dan middle income country dikarenakan keterbatasan ketersediaan sumber informasi untuk pencegahan, diagnosa dan treatment.
Ada apa dengan kanker? Mengapa tidak seperti penyakit malaria, demam berdarah, campak, polio, cacar atau bahkan cacingan yang semakin modern peradaban manusia maka semakin turun prevalensinya.
Kanker tidak digolongkan ke dalam penyakit infeksius seperti jenis penyakit yang disebutkan tadi, melainkan penyakit degeneratif. Banyak faktor yang meningkatkan resiko menjadi penderita kanker, mulai genetik, senyawa polutan, bahan karsinogenik, merokok, virus, obesitas, dan termasuk gaya hidup yang buruk.
Sebenarnya, dengan pengetahuan ini (minimal mengetahui faktor resiko) harusnya dapat membuat seseorang lebih care pada dirinya sendiri, sehingga jika diketahui mengidap kanker maka stadiumnyapun masih rendah dengan harapan hidup yang tinggi bahkan dapat sembuh total dengan terapi pengobatan yang bemar. Apalagi didukung dengan adanya penemuan vaksin untuk mencegah salah satu jenis kanker mematikan pada wanita, kanker servik, maka semakin tinggilah harapan hidup para wanita di dunia. Namun kenyataannya, Setiap tahun selalu ditemukan kasus baru yang muncul. Seolah mengindikasikan ketidakpedulian akan penyakit satu ini.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kedokteran, saat ini telah banyak penelitian
untuk pengobatan kanker, setidaknya sebagai pendukung dan pelengkap terapi konvensional yang ada selama ini (pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi).
Penemuan terbaru baik dengan memanfaatkan senyawa yang berasal dari tanaman maupun dengan berbagai macam terapi (yang banyak diteliti dan dikembangkan dalam dekade terakhir adalah imunoterapi, gen terapi dan bahkan pemanfaatan medan listrik frekuensi rendah seperti yang ditemukan oleh Dr. Warsito).
Meskipun pada kenyataannya, terapi pengobatan kanker tersebut masih perlu diuji keamanan dan
keberhasilannya pada manusia, namun setidaknya memberikan secercah harapan bagi para penderita kanker. Dengan adanya berbagai macam alternatif pengobatan ini maka diharapkan minimal dapat memperpanjang angka harapan hidup penderita kanker dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya***
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.