PENASULTRA.COM, KENDARI – Society Monitoring Coruption (SMC), mengaku prihatin dengan penanganan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Alhasil, lembaga ini meminta KPK dan Polri untuk ikut serta menyelesaikan kasus korupsi di Sultra.
Pasalnya, sejumlah kasus terkesan mangkrak dan tidak mendapat respon positif . Lembaga ini mencontohkan sejumlah kasus di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra yang sedang ditangani yakni kasus Studi manajemen kelayakan Lalu Lintas perkotaan di Kabupaten Wakatobi yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Sultra pada tahun 2017 lalu . Dalam kasus itu sejumlah media melansir keterlibatan Kadis Perhubungan Sultra, Hado Hasina, dalam proyek tersebut yang mengakibatkan kerugian negara.
SMC menilai kejati Sultra tidak serius bahkan ada indikasi penegak hukum seperti Kejaksaan dan institusi yang memiliki wewenang dalam hal penaganan kasus tipikor seringkali tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan keluar dari koridornya sebagai Institusi penegak Hukum.
Dalam kasus itu, Hado Hasina juga telah diperiksa Kejati pada rabu 11 November 2020, lalu. Anehnya dalam pemeriksaan itu, beberapa media melansir bahwa Hado mendapat solusi dari jaksa yang memeriksanya untuk untuk mengembalikan kerugian negara.
SMC menjelaskan, pada pasal 4 Undang -Undang tindak pidana pemberantasan Korupsi, menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya.
“Jika yang dimaksud sudah terjadi tindak pidana korupsi, kemudian di proses lalu dikembalikan kerugian negara dan perkara dihentikan maka ini jelas bertentangan dengan pasal 4 Undang Undang Tipikor,” ungkap Arin Fachrul Sanjaya, Direktur SMC.
Selanjutnya, merujuk kepada pasal 4 UU No 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi, penegak hukum umumnya akan berpendapat, dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
“Jadi walaupun tersangka telah mengembalikan kerugian negara atau uang pengganti sebelum atau sesudah dilakukan penyidikan (tentunya setelah lewat 60 hari menurut UU Perbendaharaan dan UU BPK terkait tuntutan perbendaharaan ganti rugi) maka penegak hukum tetap memproses kasusnya dengan merujuk pada pasal 4 UU No 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi, ” ulasnya
Diterangkan SMC , memang menurut pasal 4 UU Tipikor, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Meskipun pelaku tindak pidana korupsi itu telah mengembalikan keuangan negara yang telah ia korupsi sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, Proses hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi (voltoid), namun demikian pengembalian keuangan negara yang dikorupsi dapat menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa saat hakim menjatuhkan putusan. Pengembalian tersebut, berarti ada iktikad baik untuk memperbaiki kesalahan.
Karena dinilai tidak serius dalam menangani kasus tersebut, SMC menegaskan mosi tidak percaya terhadap proses penanganan kasus yang dilakukan oleh Kejati Sultra terhadap Proyek study manajemen rekayasa lalu lintas (lalin) di kawasan perkotaan kabupaten Wakatobi serta meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk segera mengambil alih (supervisi) penanganan Kasus tersebut.
SMC juga meminta Kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk turut melakukan penyelidikan Kasus Proyek study manajemen rekayasa lalu lintas (lalin) di kawasan perkotaan kabupaten Wakatobi yang diduga melibatkan Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Tenggara, Hado Hasina.
“Kami pihak (SMC) sendiri telah memutuskan untuk terus mempreasure perkara ini dan mendukung pihak penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas dan memberikan Hukuman sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya.
Sebelumnya, Jurnalis PENASULTRA.COM telah mengkonfirmasi pihak Kejati Sultra melalui Aspidsus, Saiful Bahri Siregar.
Dalam pernyataanya, Saiful mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih melakulan proses penyelidikan.
“Saat ini kasusnya masih sedang dikaji, belum ada kesimpulan. Status hukum masih berproses. Sekitar bulan Desember kasusnya akan tuntas. Saya kasih target sampai bulan desember. Aritnya tuntas itu sudah ada kesimpulan”, jelas Saiful Bahri Siregar.
Ia juga mengatakan bahwa kerugian negara dari kasus tersebut telah dikembalikan sebanyak Rp1,1 Miliyar. Proses pengembalian tersebut dilakukan secara bertahap, yakni lima kali pengembalian.
“Hasil pemeriksaan inspektorat ditemukan kelebihan bayar seniali 1,1 milyar lebih. Pembayaran yang tidak sesuai ketentuan. Itu disampaiakan oleh inspektorat. Baru hari ini kami peroleh bukti setorannya. Terkait bagaimana pengembaliaanya dan siapa yang mengembalikan itu nanti setelah kita tindak lanjuti. Bisa saja kita panggil pihak-pihak terkait. Yang jelas negara sudah pulih uangnya.(b)
Penulis: Husain