PENASULTRA.COM, KENDARI – Sejumlah peserta calon anggota Badan Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kota se Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tidak lolos 6 besar pertanyakan hasil penilaian Tim Seleksi (Timsel).
Salah satu calon Anggota Bawaslu Kota Baubau, Sarif menilai Timsel Bawaslu bekerja tidak profesional. Menurutnya, kredibilitas dan integritas Timsel patut dipertanyakan karena dianggap telah bekerja di bawah kendali Bawaslu Provinsi.
“Pada saat wawancara sedang berlangsung, Sekretaris Bawaslu Sultra Rappiudin keluar masuk dalam room wawancara. Saya tidak tau maksud dan tujuannya apa. Yang jelas itu melanggar etika dan tidak pantas dilakukan,” kata Sarif saat dihubungi via selulernya, Rabu 8 Agustus 2018.
Ia menambahkan, dirinya mendapati ada peserta yang tidak memiliki makalah tetapi diloloskan ikut tes wawancara. Ia menduga adanya praktek nepotisme yang dipraktekkan oleh Timsel.
“Pada saat wawancara, Farida (salah satu peserta) sudah membawa surat pengunduran diri karena dia masuk daftar tunggu KPU Kota Baubau. Pertanyaanya, kenapa Farida dipaksakan utuk diluluskan. Ini bentuk intervensi anggota Bawaslu Sultra Munadarma dan Bahari karena mereka sama-sama di KAHMI. Kemudian Hamirudin Udu juga menitip orang atas nama Muh Jinani Biru. Walaupun tidak lulus, tapi ini tidak pantas dilakukan,” bebernya.
Hal senada dikatakan La Ode Asmin, peserta calon anggota Bawaslu Buton Selatan (Busel) yang juga gugur dalam seleksi. Ia melihat, rekruitmen calon anggota Bawaslu kabupaten kota se Sultra 2018 yang dilakukan Bawaslu Provinsi oleh Timsel dianggap penuh dengan drama kecurangan.
Ia menyebut, proses tahapan wawancara yang dilakukan Timsel mengundang banyak pertanyaan. Sebab ia tidak mengetahui apa yang menjadi standarisasi dan indikator penilaian Timsel terhadap peserta tes dalam tahapan wawancara.
Begitu pula dengan Heri Iskandar, peserta dari Kota Kendari ini mengungkapkan pengumuman seleksi Bawaslu kabupaten kota sarat dengan muatan kepentingan pribadi anggota timsel zona I dan zona II.
“Kami sepakat sesama peserta kabupaten kota se Sultra untuk melaporkan masalah ini ke Bawaslu Sultra, Bawaslu RI, Komisi Informasi Publik (KIP)Sultra dan Pihak Ombudsman Sultra untuk menindak lanjuti laporan kami,” tegasnya.
Sama halnya dengan Akosa Lelewa, peserta seleksi zona II dari Konawe mengatakan, pengumuman Timsel zona II sangat terkesan diatur oleh kepentingan oknum anggota Timsel tertentu.
“Saya melihat untuk kababupaten Konawe saja peserta yang lolos di tiga besar semuanya Dosen Universitas Lakidende dan tidak memiliki pengalaman di bidang kepemiluan. Dari awal pengumuman lolos administrasi yang lalu, kami sesama peserta sudah melihat adanya aroma KKN,” ucapnya.
Ketika dikonformasi terkait hal itu, Ketua Timsel Bawaslu kabupaten kota zona II Sultra, Muhammad Abbas menegaskan jika proses seleksi yang dilakukan sudah sesuai dengan pedoman Bawaslu RI.
“Timsel bekerja sesuai pedoman seleksi Bawaslu yang dikeluarkan oleh Bawaslu RI. Saya sangat menyayangkan informasi berbagai pihak yang muncul ketika pengumuman telah dikeluarkan,” tukas Dosen UHO.
Masih kata Abbas, harusnya sebagai masyarakat yang sadar pentingnya penyelengara yang berintegritas menyampaikan informasi itu kepada Timsel. Sebab sejak pengumuman administrasi, lanjut Abbas, Timsel sudah meminta laporan masyarakat terkait nama-nama yang lolos administrasi.
“Aneh, kalau sudah tidak lolos baru bersuara. Apakah kesadaran kritis terkait itu tertutup ketika ikut seleksi dan terbuka ketika pengumuman 6 besar,” imbuhnya.
Abbas menambahkan, sebelumnya pihaknya juga telah meminta masyarakat untuk membantu Timsel menyampaikan berbagai informasi terkait nama-nama yang lolos seleksi tulis dan psikologi melalui email Timsel II atau datang ke sekretariat dan nama pelapor dijamin akan dirahasiakan Timsel.
“Timsel tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan penelusuran track record peserta seleksi secara lengkap, karena itu kami meminta tanggapan sebagai wujud dari partisipasi masyarakat dalam seleksi ini,” tutupnya.(b)
Penulis: La Ode Muh. Faisal
Editor: La Basisa