Hari Raya Idul Fitri dan Asal Mula Perayaannya

Pena Opini3,454 views

Oleh: Amrin Lamena

Bagi kaum muslim, Idul Fitri merupakan salah satu momen yang paling istimewa dari seluruh hari. Semua ummat muslim di seluruh dunia merayakannya dengan penuh kebahagian. Hal ini dikarenakan telah berhasil berjuang menahan lapar, haus dan hawa nafsu selama satu bulan lamanya di bulan yang penuh berkah, bulan Ramadhan.

Khusus kita Muslim Indonesia. Pemerintah melalui sidang isbat oleh Kementerian Agama, Senin, 3 Juni 2019 kemarin, telah menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada hari Rabu 5 Juni 2019. Tak terasa, tinggal sehari lagi, kita akan segera ditinggalkan bulan yang penuh kemuliaan ini.

Sebelum kita ikut merayakan hari yang juga biasa disebut dengan lebaran ini, mungkin masih ada diantara kita yang belum tahu tentang apa itu hari raya Idul Fitri. Kapan dilaksanakan hari yang sangat ditunggu-tunggu ini. Ada baiknya kita saling berbagi agar mengetahui sejarah dan kapan pertama kali dilakukan hari kemenangan ini.

Sebuah riwayat yang menceritakan tentang asal mula terjadinya Hari Raya Idul Fitri disyari’atkan pada tahun pertama bulan Hijriyah, namun baru dilaksanakan setelah tahun kedua Hijriyah.

Dari saya, sedikit merangkum sejarah hari raya dan sejarah Idul Fitri yang selangkah lagi kita akan merayakannya. Insyah Allah, Amiin.

Sejarah Hari Raya

Sebelum ajaran Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw di Makkah, masyarakat Jahiliyah Arab ternyata sudah memiliki dua hari raya, yakni Nairuz dan Mahrajan.

Kaum Arab Jahiliyah menggelar kedua hari raya itu dengan menggelar pesta pora. Selain menari-nari, baik tarian perang maupun ketangkasan, mereka juga merayakan hari raya dengan bernyanyi dan menyantap hidangan lezat serta minuman memabukkan.

Mengutip dari Ensiklopedia Islam, ’Nairuz dan Mahrajan merupakan tradisi hari raya yang berasal dari zaman Persia Kuno.’

Setelah turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada 2 Hijriyah, dua hari raya itu digantikan dengan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Daud dan Nasai)

Setiap kaum memang memiliki hari raya masing-masing. Sebagaimana Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi dan Rasul, mengutip sebuah hadits dari Abdullah bin Amar:

“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ’’Puasanya Nuh adalah satu tahun penuh, kecuali hari Idul Fitri dan Idul Adha’.’’ (HR Ibnu Majah).

Jika merujuk pada hadis di atas, maka jelaslah umat Nabi Nuh AS pun memiliki hari raya. Sayangnya, kata Ibnu Katsir, hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah itu sanadnya dhaif (lemah).

Rasulullah Saw sesungguhnya membenarkan bahwa setiap kaum memiliki hari raya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Abu Bakar pernah memarahi dua wanita Anshar memukul rebana sambil bernyanyi-nyanyi. “Pantaskah ada seruling setan di rumah, ya Rasulullah Saw?’’ tanya Abu Bakar.

Lalu Rasulullah menjawabnya “Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar. Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita,’’ sabda Rasulullah Saw.

Sejarah Idul Fitri

Menurut Ensiklopedia Islam, Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran untuk pertama kalinya dirayakan umat Islam selepas Perang Badar pada 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijiriyah.

Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berjumlah 319 orang harus berhadapan dengan 1.000 tentara dari kaum kafir Quraisy.

Di tahun itulah, Rasulullah SAW dan para sahabat merayakan dua kemenangan sekaligus, yakni keberhasilan mengalahkan pasukan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu setelah sebulan berpuasa.

Dari sinilah lahirnya ungkapan “Minal ‘Aidin wal Faizin” yang lengkapnya ungkapan doa kaum Muslim saat itu: Allahummaj ‘alna minal ‘aidin walfaizin — Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang Badar) dan mendapatkan kemenangan.

Menurut sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menunaikan Shalat Id pertama kali dalam kondisi luka-luka yang masih belum pulih akibat Perang Badar.

Rasulullah Saw pun dalam sebuah riwayat disebutkan, merayakan Hari Raya Idul Fitri pertama dalam kondisi letih. Sampai-sampai Nabi SAW bersandar kepada Bilal ra dan menyampaikan khotbah ‘Id.

Dalam suasana Id, para sahabat saling bertemu dengan mengucapkan doa “Taqobbalallahu minna waminkum” yang artinya “Semoga Allah menerima ibadah kita semua”.

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, bahwa jika para sahabat Rasulullah Saw berjumpa dengan hari ‘id (Idul Fithri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amal kami dan amal kalian).”

Menurut Ibnu Katsir, pada Hari Raya Idul Fitri yang pertama, Rasulullah Saw pergi meninggalkan masjid menuju suatu tanah lapang dan menunaikan shalat ‘Id di atas lapang itu.

Sejak itulah, Nabi Muhammad Saw dan para sahabat menunaikan shalat Id di lapangan terbuka, bukan di dalam masjid.

Demikian Pengertian, sejarah, dan ungkapan di Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa kita sekalian. Amiin. Selamat Hari Raya Indul Fitri 1440 H / 2019 M. Mohon Maaf Lahir Dan Batin.(***)

Penulis Adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Buton Tengah (Hima Buteng) Baubau dan Salah satu Wartawan Penasultra.com