Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali merelaksasi kebijakannya, kali ini berkaitan dengan pelonggaran kuota minuman beralkohol impor. Pemerintah menambah kuota minuman keras dari luar negeri untuk dikonsumsi sendiri, dari tadinya 1 liter menjadi 2.250 mililiter atau 2,25 liter per orang.
Tambahan kuota itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Impor.
Beleid tersebut sekaligus mengubah aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 493 (cnnindonesia.com, 08/11/2021).
Kebijakan ini mendapat kritikan dari Ketua MUI, Cholil Nafis dalam keterangannya, Minggu (7/11), Permendag RI No. 20 tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini memang memihak kepentingan wisatawan asing agar datang ke Indonesia, tetapi merugikan anak bangsa dan pendapatan negara. Dia juga menganggap bahwa adanya kelonggaran aturan peredaran minol impor akan membuat minol menjadi hal yang biasa (kumparan.com, 07/11/2021).
Seyogianya kebijakan pelonggaran penambahan kuota minuman mengandung Etil Alkohol (MMEA) dibuat untuk menarik wisatawan asing masuk ke Indonesia, agar perekonomian negeri ini segera pulih akibat diterjang covid-19. Namun, jika ditelisik alih-alih menambah pendapatan negara karena kedatangan para wisatawan. Yang terjadi justru negara akan mengalami kerugian akibat kebijakan tersebut.
Kita ketahui bersama jika cukai miras merupakan salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara selama ini. Melansir laporan APBN KiTa Februari 2021, penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) pada Januari sebesar Rp250 miliar. Sedangkan cukai atas Etil Alkohol (EA) sebesar Rp100 miliar. Sehingga, jika kebijakan tersebut tetap disahkan, maka jelas akan membuat penurunan produksi miras dalam negeri dan negara mengalami penurunan pendapatan.
Namun dibalik kerugian tersebut, ada kerugian yang jauh lebih besar yang patut disadari oleh semua kalangan, khususnya pemerintah yaitu nasib para generasi muda saat ini. Walaupun, miras disebut-sebut dapat bermanfaat bagi tubuh dan dapat menurunkan risiko beberapa penyakit tertentu.
Kendati begitu, masih lebih besar dampak atau bahaya alkohol bagi kesehatan dibandingkan manfaatnya. Terlebih, jika seseorang kecanduan atau mengalami ketergantungan alkohol. Apalagi, banyak remaja yang menganggap jika miras adalah “teman” mereka.
Bahaya miras bagi manusia dari aspek kesehatan, menurut P2PTM Kemenkes RI, mengonsumsi miras/minol dapat berdampak buruk bagi tubuh manusia, diantaranya, menyebabkan kerusakan saraf, gangguan jantung, sistem metabolisme tubuh, sistem reproduksi, menurunkan kecerdasan (merusak otak), mengganggu fungsi hati, menaikkan tekanan darah tinggi, depresi dan gangguan jiwa, bahkan berujung pada kematian.
Selain itu dari aspek sosial, miras salah satu penyebab meningkatkan tindak kriminalitas di tengah-tengah masyarakat. Sebab, setelah orang mengonsumsi miras mereka akan kehilangan akal sehatnya dan tidak sedikit dari mereka yang melakukan kejahatan, mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, laka lantas dan tindak kejahatan lainnya.
Pada Januari-April 2021, di daerah Sulawesi Utara (Sulut) kasus kriminalitas didominasi akibat mengkonsumsi miras. Sebagaimana, menurut Kapolda Sulawesi Utara (Sulut) Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan,.berdasarkan data yang ada sejak Januari hingga April 2021, terjadi penganiayaan sebanyak 326 kasus. Sebanyak 180 kasus diantaranya disebabkan karena konsumsi miras. Sementara yang lain sebanyak enam kasus pembunuhan, empat kasus diantaranya karena mabuk. Sungguh miris.
Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan miras juga dapat meningkatkan angka laka lantas yang diakibatkan oleh mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk. Hal tersebut juga bisa merusak generasi muda (iNewssulut.id, 04/06/2021).
Oleh sebab itu, seyogianya penguasa kembali menilik aturan-aturan peredaran miras, bukan hanya dibatasi peredarannya namun harus dihentikan agar masyarakat khususnya generasi muda bisa terhindar dari dosa dan beragam tindak kriminal akibat miras dan semua ini juga demi masa depan generasi bangsa.
Namun, dalam sistem saat ini mampukah hal tersebut dilakukan? Sebab sistem kapitalisme sekuler yang diemban oleh negara Pertiwi ini nyatanya telah memisahkan agama dari kehidupan. Asasnya pun materi, meraup keuntungan kebanyak-banyaknya dengan berbagai dalih. Sehingga, memberantas miras dalam sistem kapitalis, bagai fatamorgana di tengah gurun pasir.
Sebab, para penguasa hanya memberantas miras pada sektor ilegal, sedangkan sektor legal justru difasilitasi dan bahkan dijadikan sebagai penyumbang pendapatan negara. Padahal, telah nyata jika miras legal maupun illegal membawa dampak buruk bagi keberlangsungan hidup manusia.
Benarlah kiranya apa yang disabdakan oleh Rasulullah. Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, Nabi SAW bersabda, “Minuman keras itu induk dari hal-hal yang buruk, (kejahatan)…..(HR Thabrani). Sungguh apapun itu, jika datangnya dari Sang Maha Pencipta jelaslah baik dan tidak ada keburukan sedikitpun di dalamnya.
Allah juga telah dengan jelas mengharamkan untuk mengonsumsi miras, yang artinya “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al-baqarah :219).
Kemudian dalam surah al-maidah :90, Allah berfirman ” Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.
Selain itu Allah bukan hanya mengharamkan para pengkonsumsi miras saja, namun semua pihak yang terlibat dalam legalisasi miras akan mendapatkan laknat dari Allah. Dari Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi bahwa keduanya mendengar Ibnu Umar mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: “Khamr (minuman keras) itu dilaknat dari sepuluh bagian, khamrnya, peminumnya, orang yang menuangkan, penjual, pembeli, pemeras, orang yang minta diperaskan, pembawanya dan orang yang dihantarkan kepadanya serta orang yang memakan hasil penjualannya.” (HR Ahmad).
Dalam memberantas miras, negara Islam memiliki beberapa metode ; Pertama, Meningkatkan keimanan masyarakat dengan menciptakan suasana keimanan di tengah-tengah masyarakat, misalnya melalui pembacaan ayat-ayat Allah.
Kedua, Selalu berusaha menghindari perbuatan-perbuatan dosa. Sebab dosa ibarat siklus; yang satu dan lainnya saling terkait dan terhubung, satu dosa akan menghadirkan dosa lainnya, dan begitu seterusnya.
Ketiga, negara mengajak individu masyarakat untuk membentengi diri dengan shalat, sebab shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Keempat, negara berupaya menutup seluruh pintu masuk miras, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian negara juga mengedukasi masyarakat akan bahaya dari miras.
Selain menetapkan keharaman miras, negara Islam juga menyediakan sanksi tegas kepada semua pihak yang terkait dengan miras. Untuk orang yang mengonsumsinya, dia dijatuhi sanksi cambukan sebanyak empat puluh kali atau delapan puluh kali. Sedangkan untuk selain peminumnya, maka Islam menjatuhkan sanksi ta’zir, di mana bentuk dan kadarnya diserahkan kepada khalifah/pemimpin sesuai ketentuan syariat. Sanksi dalam Islam dipastikan membuat jera para pelaku kejahatan. Wallahu ‘alam bishshawab
Penulis adalah relawan opini