Oleh: Dila Hening Windyaraini
Dalam rangka menyambut World Rabies Day (Hari Rabies Sedunia) yang akan jatuh pada tanggal 28 September 2021, kita perlu mengetahui terkait bahaya penyakit Rabies di sekitar kita. Rabies merupakan salah satu Neglected Tropical Disease (NTD) atau penyakit tropis yang terabaikan. Dapat dikatakan terabaikan, karena meskipun penyakit ini menular, penyakit ini tidak memperoleh perhatian jika dibandingkan dengan penyakit menular lainnya seperti HIV/AIDS dan Tuberkolosis. Rabies atau terkenal dengan sebutan “penyakit anjing gila” merupakan salah satu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis). Penyakit ini ditularkan melalui perantara Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yaitu anjing, kera, musang, anjing liar maupun kucing.
Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada sistem saraf mamalia (termasuk manusia) yang disebabkan oleh sejenis virus (Rhabdovirus). Menurut situs Kementerian Kesehatan RI, secara statistik, 98 % penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing, sedangkan 2% nya melalui gigitan kucing dan kera. Virus rabies dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan dan non gigitan (goresan, cakaran, atau jilatan hewan). Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus Rabies akan memperbanyak diri (bereplikasi) dan menjalar menuju sistem syaraf pusat. Gejala yang terlihat pada manusia akan muncul ketika virus telah sampai otak. Virus ini menyebar melalui sistem syaraf sehingga tidak bisa terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Sampai saat ini, belum ada metode yang bisa mendiagnosa dini penyakit rabies
Gejala Penyakit Rabies
Gejala penyakit Rabies pada manusia adalah adanya gejala radang otak akut (encephalitis) meliputi hiperaktifitas, kejang-kejang, kelumpuhan, koma bahkan meninggal dunia karena mengalami gagal nafas pada hari ke 7-10 sejak timbul gejala. Tanda spesifik seseorang menderita penyakit Rabies adalah mempunyai riwayat gigitan oleh Hewan Penular Rabies (HPR). Gejala rabies pada hewan lebih bervariasi, diantaranya: perubahan tingkah laku menjadi menyendiri dan agresif, hiperseksual, mengeluarkan air liur berlebihan, menggigit benda-benda yang bergerak, inkoordinasi, kejang-kejang dan akan mati dalam 14 hari. Tapi, pada beberapa kasus hewan bisa mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda klinis muncul. Inilah yang sangat membahayakan ketika hewan yang sudah terinfeksi Rabies kemudian menyerang dan menggigit manusia sehingga manusia bisa tertular virus mematikan tersebut. Bahkan menurut penelitian, Rabies dapat menular dari manusia ke manusia melalui perantara saliva/ air ludah penderita Rabies yang mengenai atau masuk ke mukosa/ selaput lendir manusia lain.
Indonesia Bebas Rabies?
Saat ini, rabies telah menyebar ke seluruh benua di dunia, kecuali Antartika. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2020, tingkat kematian akibat rabies di Indonesia tergolong masih tinggi yaitu sekitar 100-156 kasus kematian per tahun. Oleh karena itu, penyakit rabies masih menjadi salah satu ancaman kesehatan bagi masyarakat. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya 8 provinsi yang tercatat bebas kasus Rabies yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan menargetkan “Indonesia Bebas Rabies pada 2020”, walaupun belum dapat terlaksana sampai tahun ini. Indonesia membutuhkan waktu relatif lama untuk bebas Rabies karena pengendalian penyakit ini juga harus dilakukan pada hewan. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) tahun 2020, ada sekitar 4 juta ekor anjing di seluruh Indonesia dengan 75 % diantaranya adalah populasi anjing liar. Ini menjadi lebih sulit jika anjing yang dipelihara juga dibiarkan berinteraksi bebas dengan anjing liar di lingkungannya. Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan vaksinasi Rabies kepada hewan peliharaan dan hewan liar.
Sejak Bali mengalami Kejadian Luar Biasa Rabies pada tahun 2009, gerakan vaksinasi Rabies besar-besaran dilakukan pada hewan. Melalui Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011 tentang pengendalian Zoonosis, pemerintah berkomitmen dalam pengendalian zoonosis prioritas (Rabies, Flu Burung, Leptospirosis, Antraks, Pes dan Brusellosis) dengan dibentuknya Komnas Pengendalian Zoonosisi di pusat dan di daerah. Ini merupakan wadah koordinasi lintas sektoral semua pemangku kepentingan di dalam program pengendalian zoonosis terpadu.
World Rabies Day
Hari Rabies Sedunia diperingati setiap tanggal 28 September pada setiap tahunnya. Indonesia mulai ikut berpartisipasi di kegiatan ini pada tahun 2009. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait ancaman penyakit Rabies yang mematikan dan sebagai upaya mendorong kepedulian masyarakat dalam mendukung pemberantasan Rabies di seluruh dunia dan khususnya di Indonesia. Pada tahun 2021, World Rabies Day mengangkat tema: “Rabies: Facts, not Fear”. Tema ini berfokus pada fakta tentang rabies dan menghilangkan mitos atau kesalahpahaman mengenai Rabies. Selama ini, masih banyak berita-berita palsu yang bersliweran di media massa dan media sosial yang tidak mendukung upaya eliminasi Rabies. Kampanye ini juga berupaya menghilangkan miskonsepsi (kesalahpahaman) mengenai vaksin rabies dengan berbagi fakta berbagai manfaat vaksin rabies bagi hewan peliharaan. Mari bekerja bersama untuk menyebarkan fakta bukan rasa takut terhadap rabies!
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Doktor Biologi Fakultas Biologi UGM