PENASULTRA.COM, KONUT – Gerakan Rakyat Sulawesi Tenggara (Gerak Sultra) menduga bahwa aktivitas Pertambangan Nikel yang dilakukan PT Dwimitra Multiguna Sejahtera (PT DMS) menyerobot kawasan hutan lindung di Desa Belalo, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pasalnya dalam IUP Operasi Produksi PT DMS dengan luas wilayah (Ha) 130,00 yang berada di Desa Belalo, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara ini terdapat Kawasan Hutan Lindung (HL).
Berdasarkan hasil investigasi Gerak Sultra, PT DMS diduga melakukan penambangan dan membuat jalan holing yang menghubungkan terminal khusus (jetty) dalam kawasan hutan lindung (HL), sehingga terjadi kerusakan hutan lindung dan menyalahi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pada Pasal 17 Ayat 1 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarangSetiap orang dilarang: (a) Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang didalam kawasan hutan tanpa izin menteri, (b) melakukan kegiatan penambangan didalam kawasan hutan tanpa izin menteri”.
“Salah satu faktor kerusakan sebagian hutan lindung tersebut karena aktivitas untuk melakukan pembangunan dan penggunaan serta mengangkut material ore nikel memuju lokasi terminal khusus (Jetty) PT Dwimitra Multiguna Sejahtera pada saat pengapalan, kendaraan harus melewati kawasan hutan lindung”, ungkap Ketua Umum Gerak Sultra, Nursan, Kamis, 14 Januari 2021.
Menurutnya, Pemerintahan Daerah dalam hal ini Gubernur dan DPRD Sultra perlu mengevaluasi dan meninjau kembali lokasi terminal khusus (Jetty) PT DMS tersebut, agar dampak terhadap rusaknya hutan lindung di Wilayah Pesisir Desa Belalo, Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara itu bisa diminimalisir.
“Seharusnya Polda Sultra dan Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak diam, dan wajib untuk segera menindaklanjuti dengan memproses dugaan kerusakan hutan lindung yang dilakukan pihak PT DMS sesuai amanat aturan perundang-undangan”, tegas Nursan.
Ia juga mengatakan bahwa dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pasal 89 Ayat 2 ditegaskan bahwa: “Korporasi yang pasal 17 ayat 1 huruf (a) dan (b) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)”.
“Harus ada Kepastian Hukum yang jelas terhadap Direktur PT Dwimitra Multiguna Sejahtera yang diduga telah merusak Kawasan hutan Lindung”, tukasnya.(b)
Penulis: Husain