PENASULTRA.COM, KENDARI – CV Yulan Pratama menyebut PT Mandala Jayakarta tidak berhak lagi melakukan aktivitas pertambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tumpang tindih dengan CV Yulan Pratama. Hal itu karena CV Yulan Pratama telah memenangkan gugatan di PTUN Kendari bahkan sampai di tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Kuasa hukum CV Yulan Pratama, Abdul Razak Naba memaparkan kronologis terjadinya polemik antara PT Mandala Jayakarta dengan CV Yulan Pratama. Abdul Razak Naba menjelaskan bahwa pada tahun 2008 lalu, CV Yulan Pratama memiliki izin kuasa pertambangan dari Bupati Konawe Utara (Konut).
Kemudian tahun 2009 terbit IUP eksplorasi kepada CV Yulan Pratama. Selanjutnya, pada tahun 2013 terbit lagi IUP Operasi Produksi (OP) CV Yulan Pratama.
Setelah terbit IUP OP CV Yulan Pratama pada tahun 2013 tersebut, secara tiba-tiba tahun 2020 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sulawesi Tenggara (Sultra) menerbitkan IUP OP kepada PT Mandala Jayakarta di atas IUP OP CV Yulan Pratama.
“Penerbitannya berdasarkan IUP eksplorasi PT Mandala Jayakarta tahun 2009 di lokasi yang berbeda. Kemudian, mereka tidak bisa membuktikan dimana kuasa pertambangannya, nah sementara IUP OP ini dasarnya adalah penyesuaian dari kuasa pertambangan dari Bupati”, kata Abdul Razak Naba kepada media ini, Senin, 5 Desember 2023.
Lanjut Abdul Razak Naba, bahkan sampai di pengadilan pun mereka (PT Mandala Jayakarta) tidak dapat menunjukan kuasa pertambangannya, sehingga proses penerbitan IUP OP PT Mandala Jayakarta itu diduga tidak sesuai prosedur.
“Berarti IUP OPnya ini Sim Salabim dan Abracadabra. Artinya ini adalah hasil kerja PTSP, sementara mereka tidak punya wilayah. Apa yang diketahui di sana, tiba-tiba menerbitkan IUP, kemudian menimbulkan tumpang tindih, akhirnya menimbulkan permasalahan yang ada”, kesal Abdul Razak Naba.
“Di situlah awal polemiknya, jadi awal polemik ini adalah bersumber dari PTSP, menerbitkan IUP tahun 2020 di atas IUP CV Yulan Pratama. Sementara di tahun 2013 CV Yulan Pratama sudah memiliki IUP operasi produksi”, sambungnya.
Atas hal itu, CV Yulan Pratama mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. Alhasil, amar putusan PTUN Kendari nomor 22/G/2022 yang diterbitkan tanggal 28 Oktober 2022 mengabulkan seluruh gugatan CV Yulan Pratama termasuk penundaan pemberlakuan objek sengketa yang diterbitkan oleh DPM PTSP Sultra.
“Dengan terbitnya penetapan dari PTUN Kendari yang menunda pemberlakuan IUP OP PT Mandala Jayakarta berarti dengan sendirinya sejak saat itu PT Mandala Jayakarta tidak punya hak lagi untuk melakukan penambangan di wilayah objek sengketa yang disengketakan antara CV Yulan Pratama dengan PT Mandala Jayakarta”, beber Abdul Razak Naba.
“Namun dalam pemberitaan di salah satu media, justru mereka mengatakan bahwa mereka diganggu melakukan penambangan. Secara logika hukum, kamu yang kalah kok kamu yang mengaku diganggu. Kamu mencuri, kami larang, kamu tuduh pemilik-pemilik bahwa yang mengganggu”, sambungnya.
Atas putusan ini, kemudian PT Mandala Jayakarta mengajukan banding ke PTTUN Makassar dengan nomor perkara 21/B/2022/PT.TUN MKS. Putusan PTTUN Makassar ini mengabulkan permohonan banding PT Mandala Jayakarta.
“Artinya kami kalah di tingkat banding”, kata Abdul Razak Naba.
Selanjutnya, CV Yulan Pratama mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan nomor perkara 501.K/TUN/2022 tanggal 25 Oktober 2022. Permohonan kasasi ini dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Terkait putusan kasasi tersebut, PT Mandala Jayakarta belum puas sehingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Maka terbitlah putusan PK nomor 117.PK/2023 yang menyatakan menolak permohonan PK dari PT Mandala Jayakarta.
“PK ini adalah upaya hukum terakhir, tidak adalagi upaya hukum setelahnya”, kata Abdul Razak Naba lagi.
Atas dasar keluarnya putusan kasasi MA nomor 501 tersebut, CV Yulan Pratama mengajukan permohonan eksekusi. Atas permohonan eksekusi ini, PTUN Kendari kemudian menerbitkan surat perintah eksekusi kepada Dinas DPM PTSP Sultra.
Namun kerena Dinas DPM PTSP Sultra sudah tidak punya kewenangan untuk melakukan eksekusi pencabutan IUP PT Mandala Jayakarta, sehinga Dinas DPM PTSP Sultra mengusulkan ke kementerian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia dan Dirjen Minerba.
“Tapi birokrasinya sangat panjang sehingga menghambat investasi dari CV Yulan Pratama itu sendiri dan akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum terkait perkara yang timbul antara CV Yulan Pratama dengan PT Mandala Jayakarta. Nah inilah kelemahan undang-undang, terlalu panjang birokrasinya, karena pemerintah pusat tidak rela memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola SDA”, ungkapnya.
Atas hal ini CV Yulan Pratama merasa sangat dirugikan, karena hingga saat ini PT Mandala Jayakarta masih melakukan aktivitas penambangan dan penjualan ore nikel di IUP CV Yulan Pratama.
“Yang merugikan kebijakan pemerintah karena kami duga membiarkan ilegal Mining di wilayah tambang”, cetus Abdul Razak.
Untuk itu, ia mendesak Kementerian BKPM dan Dirjen Minerba untuk segera melakukan eksekusi terhadap putusan PTUN Kendari terkait pencabutan IUP OP PT Mandala Jayakarta diatas IUP OP CV Yulan Pratama.