Ahmad Yani vs Anthar Syaddad Al Damary dalam Sengketa Tanah Lokasi Kendari Park

Pena Kendari1,081 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Ahmad Yani, melalui kuasa hukumnya RDA Law membatah pernyataan kuasa hukum saudara Anthar Syaddad Al Damary pada beberapa media online terkait kepemilikan lahan seluas 39.400 meter persegi yang terletak di Jalan La Ode Hadi, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (lokasi pembangunan Trans Studio / Kendari Park), yang mana pada pokoknya saudara Anthar Syaddad Al Damary menyatakan tanah tersebut adalah miliknya dan menyebut Ahmad Yani Dkk telah melakukan penggelapan.

Semua pernyataan kuasa hukum Anthar Syaddad Al Damary itu dinilai tidak benar dan merupakan fitnah.

Kuasa hukum Ahmad Yani, Raden Nuh mengatakan bahwa lahan seluas 39.400 m2 telah tercatat sebagai milik PT Bina Citra Niaga (BCN) sejak 30 Juli 2004 dan diperkuat dengan Akta Perubahan nomor 7 tanggal 6 Agustus 2004, yang sebelumnya Akta Nomor 72 tanggal 26 Mei 2004, dan tidak ada bukti bahwa lahan seluas 39.400 m2 itu adalah milik Anthar Syaddad Al Damary.

“Bahkan, ketika Ahmad Yani berhasil mendapat kredit dari Bank melalui CV Masda milik Ahmad Yani sebagai debitur, Anthar Syaddar Damary menuntut pembayaran komisi penjualan lahan, yang disebutnya sebagai komisi penjualan Anthar sesuai janji Abdul Rachman”, kata Raden Nuh dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini.

Lanjut Raden Nuh, bergabungnya Ahmad Yani ke dalam PT BCN atas bujukan Anthar Syaddad Al Damary dkk yang menginginkan PT BCN segera mendapat uang tunai untuk pembayaran utang pembelian lahan (pelunasan) kepada penjual / pemilik lahan.

Kemudian, mengenai pembelian lahan oleh Abdul Rachman dan Andi Mulyani (istri Abdul Rachman) baru dibayar sebesar Rp.1 milyar sebagai uang muka, dari Rp3 milyar harga jual tanah, dan Anthar Syaddad Al Damary sendiri adalah broker / calo jual beli tanah antara pemilik dengan Abdul Rachman, bukan pemilik lahan sebagaimana pengakuan Anthar Syaddad Al Damary kepada Polda Sultra, Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari dan media.

Selanjutnya, terkait Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang membatalkan Akta Nomor 7 Tahun 2004 dibuat di hadapan Notaris Ahmad Fauzi SH, tidak ada kaitan / hubungannya dengan Ahmad Yani.

Kata Raden Nuh, Anthar Syaddad Al Damary diketahui menggugat Notaris Ahmad Fauzi SH terkait penerbitan Akta Nomor 7 tanggal 6 Agustus 2004. Anehnya, Anthar hanya menarik / menjadikan Notaris yang sudah meninggal sebagai pihak tergugat.

Anthar tidak menjadikan pihak-pihak yang terdapat dalam Akta Nomor 7 itu sebagai tergugat, yaitu Abdul Rachman, Andi Mulyani, Ari Raharja dan Herbert Hanwira Ibrahim.

“Mengapa? Karena mereka tahu persis siapa Anthar ini. Anehnya lagi, terkait persoalan akta tahun 2004, kenapa Ahmad Yani yang baru masuk BCN tahun 2006 diseret-seret dan difitnah oleh Anthar?”, timpalnya.

Olehnya itu, Ahmad Yani melalui kuasa hukumnya menegaskan bahwa tidak ada penggelapan atau pemalsuan akta atas lahan dengan sertifikat bukti hak (HGB) No.0039/Bende.

“Yang terjadi sebenarnya adalah adanya upaya oknum mencoba menipu publik, memfitnah Ahmad Yani, mencoba memeras Trans Studio Kendari yang sudah selesai membangun di atas lahan tersebut”, tukasnya.

Ia juga meminta Kepada BPN, Polda Sultra dan media dimohon lebih teliti dalam menyikapi Anthar Syaddad Al Damary dkk, agar tidak terjerumus ke dalam fitnah dan merugikan pihak lain yang tidak bersalah.

Sementara itu, Anthar Syaddad Al Damary melalui kuasa hukumnya, Gagarin, yang dikonfirmasi menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh kuasa hukum Ahmad Yani itu semuanya tidak benar dan hanya berusaha melakukan pembelaan diri.

Kata Gagarin, semua yang Ia ampaikan pada beberapa media merupakan fakta dan bukan fitnah karena ia mempunyai sejumlah bukti terkait dengan masalah ini.

“Tidak benar, bohong dan mengada-ada. Terkait perusahaan yang  mempunyai hutang kepada Abdul Rachman sebesar Rp.4 miliar dan memiliki sebidang tanah Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00039/Bende, Baruga, Kota Kendari seluas 39.400 m2 itu tidak benar karena Abdul rahman tidak memiliki saham di PT BCN apalagi dikatakan BCN memiliki utang. Justru Abdul Rahman yang memiliki utang kepada CV Mazda milik Ahmad Yani sebanyak 4 miliar dan menggadaikan sertifikat tanah milik Anthar Syaddad Aldamary tanpa sepengetahuan Anthar Syaddad Aldamary, lalu Ahmad Yani dengan persetujuan Abdul Rahman tanpa hak dan tanpa persetujuan Anthar Syaddad Aldamari menggadaikan sertifikat ke Bank Mega Jakarta.  PT BCN tidak pernah ada utang dan selama masuknya Ahmad Yani tidak ada aktifitas yang dilakukan terhadap obyek lokasi tanah? Justru Ahmad Yani hadir hanya menggadaikan dan menjual sertifikat tanah pada bank mega Jakarta dengan melawan hukum”, beber Gagarin.

“Dan sama sekali tidak ada persetujuan penjualan saham, justru Anthar Syaddad Aldamary merasa keberatan dengan hadirnya Ahmad Yani yang tidak punya hak di BCN dan mempertanyakan nama notaris Ahmad Fauzi itu dimana? Tapi selalu disembunyikan”, lanjutnya.

Ia juga mengataka bahwa Saudara Anthar Syaddad Aldamariy tidak pernah mengikuti RUPS LB sebagaimana yang dikatakan oleh pihak Ahmad Yani.

“Tidak RUPSLB, apalagi melihat atau ketemu notaris Lolani”, ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa langkah yang dilakukan oleh BPN sudah betul harus memblokir sertifikat yang diperjual belikan dengan dokumen yang diduga palsu karena jika BPN melegalkan pengalihan yang digunakan dari dokumen palsu maka berarti BPN juga sama saja ikut melegalkan dokumen palsu yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan, dan mendukung langkah Polda Sultra untuk segera menindak cepat laporan dengan nomor LP/492/X/2020/SPKT Polda Sultra tanggal 13 oktober 2020 diduga dilakukan oleh Ahmad Yani.

Gagarin juga menyebutkan bahwa sangat jelas keterlibatan Ahmad Yani bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada penyidik untuk segera menindak lanjuti dan menghentikan segala kegiatan dan keterlibatan Ahmad Yani pada PT Bina Citra Niaga dan saudara Jony Tandiari yang membeli dan membayar tanah bukan pada pemilik PT BCN yang sah tapi membayar pada pihak yang tidak sah dan illegal dengan menggunakan dokumen notaris palsu.

Lebih lanjut Gagarin menguraikan bahwa berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 129/BRG/2003 terhadap objek Surat Keterangan Kepemilikan Tanah Nomor 593.21/07/RB/VIII/2003 terhadap tanah seluas 22.012 M2 yang terletak di Jalan Bay Pas RT.05 RW.01 dan Akta Jual Beli Nomor 130/BRG/2003 tanggal 15 Agustus 2003 terhadap objek Sertifikat Hak Milik Nomor 02587 tanggal 06 Juni 1987, Gambar Situasi Nomor 00106/1986 tanggal 29 Januari 1986, Luas 19.152 M2 An. Daeng Denggang proses balik nama dari Haji Denggang kepada Anthar Syahadat Al Damari dengan dan telah dibalik nama menjadi Anthar Syahadad Al Damari

Kemudian, tanpa hak dan melawan hukum telah dilakukan jual beli antara PT. Bina Citra Niaga yang diwakili Haji Ahmad Yani kepada Johnny Tandiary berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 553/2011 tanggal 24 Oktober 2011 terhadap objek Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 00039 tanggal 28 Juli 2004, Surat Ukur Nomor 115/Bende/2004 tanggal 08 Juli 2004 seluas 39.400 M2 An. PT. Bina Citra Niaga kepada  Johnny Tandiary.

Selanjutnya, Gagarin menanggapi pernyataan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir di beberapa media Online yang menyatakan bahwa Trans Studio Kendari akan segera diresmikan pada Bulan oktober 2021 dan akan merekrut 3000 (tiga ribu) tenaga kerja. Menurutnya, jika hal itu benar adanya maka sudah pasti akan menjadi persoalan baru lagi dengan kliennya yaitu Anthar Syaddad Aldamariy.

“Jika memang pernyataan walikota Kendari Sulkarnain benar ada hubunganya dengan Managemen CT CORP  atau Trans Studio, maka kami berharap untuk ditinjau ulang secara baik-baik dan cermat sehingga pada akhirnya tidak ada pihak-pihak baru dan seterusnya yang merasa keberatan atau terganggu”, tutupnya.

Penulis: Husain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *