Oleh: Rayani Umma Aqila
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut yang baru telah dilantik. Gebrakannya langsung membuat kebijakan kontroversial. Ketua Umum GP Anshor itu berencana mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. Mereka warga negara yang harus dilindungi kata Yaqut (Tempo.co 24/12/2020).
Pernyataan itu merupakan respon atas permintaan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi kelompok minoritas, terutama mereka yang kerap tersisih dan dipersekusi (tirto.id 15/12). Untuk itu, menag baru diminta segera membenahi ragam aturan diskriminatif kepada kelompok minoritas di Indonesia. Pernyataan itu disampaikannya dalam pertemuan daring dan berpendapat bahwa intoleransi terjadi pada pemeluk agama lain.
Wacana inipun mengundang reaksi masyarakat, yang menyayangkan kebijakan yang diambil sebab,seperti diketahui Indonesia sendiri sudah mengakui Lima agama yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. Namun pernyataan dari Menag sendiri seolah membenarkan dan melindungi ajaran sesat dua kelompok ini.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim tentu tak bisa melupakan sepak terjang dari kelompok ini yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam. Inilah watak pemerintahan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan atau liberalisme. Liberalisme beragama pun tak terelakkan.
Dengan dalih HAM dan kebebasan berpendapat pemerintah dalam sistem demokrasi mau tidak mau harus mewadahi setiap aspirasi masyarakat termasuk kebebasan beragama. Tak peduli apakah agama yang dianut shohih atau tidak, asli atau palsu bahkan dengan dalih kebebasan beragama, banyak memunculkan agama-agama baru, Nabi-nabi palsu dan ajaran-ajaran sesat yang dibuat – buat manusia.
Sistem demokrasi tidak mampu menentukan mana ajaran yang salah antara yang Haq dan batil sebab HAM (Hak Asasi Manusia) sendirilah yang mengaburkan kebenaran yang hakiki dari Pencipta. Yang pada akhirnya pemerintah tidak akan mampu mengatur dan mengontrol setiap ajaran yang ada dimasyarakat yang sangat mungkin membawa kerusakan dimasyarakat itu sendiri dan menimbulkan konflik di masyarakat.
Sistem demokrasi yang dilanggengkan telah gagal menyelesaikan masalah dengan tuntas bahkan memilih jalan tengah dengan dalih melindungi warga negara atau prularisme yang dimurkai Allah. Padahal dalam Islam dengan Negara memiliki kewajiban untuk menjaga agama, akal, kehormatan, harta, jiwa, dan keamanan warga negaranya.
Dalam menjaga agama, bagi seorang yang murtad dari Islam, Negara akan memberikan sanksi tegas berupa hukuman mati. Sebab, saat seseorang hendak masuk Islam, ia telah mengetahui apabila ia masuk kemudian murtad, ia akan dihukum mati. Hal ini merupakan konsekuensi dari pilihannya memeluk Islam.
Allah SWT telah berfirman, “Tidak ada paksaan dalam beragama. Sungguh telah jelas antara petunjuk dan kesesatan.” (QS Al-Baqarah: 256). Kebebasan memilih agama bagi setiap warga negara Khilafah dijamin negara, tetapi dakwah kepada Islam tetap dilakukan. Dakwah kepada Islam adalah satu perkara, dan memaksakannya adalah perkara lain. Firman Allah SWT, “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An-Nahl: 125).
Bukan hanya itu Negara juga melindungi umat dari aliran sesat. Negara tentu akan melindungi umat dari aliran sesat dengan segera melarang aliran sesat tersebut, membubarkan organisasinya, atau menghentikan seluruh aktivitasnya. Tidak malah melindungi dengan embel-embel hak warga negara, sementara telah jelas sesat dari ajaran Islam. Kemudian, orang-orang yang terjerumus ke dalamnya akan dibina agar kembali pada Islam.
Kepada mereka harus dijelaskan dan dibantah penyimpangan-penyimpangan ajaran sesatnya. Akidah dan ajaran Islam yang benar harus dijelaskan kepada mereka disertai argumentasi dan bukti, serta mengaktifkan akal pikiran mereka dan melibatkan perasaan mereka, sehingga akidah dan ajaran Islam itu tertanam kuat pada diri mereka.
Negara akan membina, menjaga, melindungi akidah umat dari segala bentuk penyimpangan, pendangkalan, kekaburan, serta penodaan. Khilafah juga akan terus-menerus membina keislaman seluruh rakyat, mengajarkan dan mendidik masyarakat tentang akidah dan ajaran Islam, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Demikianlah perlindungan dalam Islam yang diberikan pada rakyatnya untuk menjaga setiap Aqidah dan kemurnian ajarannya dan tentu saja hal ini akan terbukti jika Islam benar-benar diambil dan diterapkan.
Wallahu A’lam Bisshawab