PENASULTRA.COM, KOLAKA – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sulawesi Tenggara menyoroti aktivitas penambangan di Pulau Laburoko Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya aktivitas penambangan nikel di Pulau Laburoko diduga tak melakukan reklamasi pasca tambang sebagaimana kaidah penambangan yang baik atau good mining practice.
Ketua AMPLK Sultra Ibrahim mengatakan bahwa Pulau Laburoko merupakan pulau kecil yang dalam aturannya tidak boleh ada aktivitas penambangan.
“Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, aturan tersebut melarang aktivitas pertambangan di daratan berukuran lebih kecil atau setara 2.000 kilometer persegi, yang masuk dalam kategori pulau kecil,” kata alumni Hukum Universitas Halu Oleo itu.
Ia juga menambahkan bahwa wilayah tersebut tak bertuan.
“Hasil overlay kami di MODI dan MOMI nampak wilayah tersebut tak bertuan,” tambahnya.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa pengaturan reklamasi pasca tambang telah diatur dalam Permen ESDM.
“Seharusnya aktivitas penambangan di Pulau Laburoko mengikuti Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi Dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, namun kami duga kuat tidak ada upaya serius melakukannya,”ungkapnya.
Dikutip dari penafaktual.com, Ibrahim membeberkan bahwa aktivitas penambangan di Pulau Laburoko diduga melanggar sejumlah peraturan.
“Tindakan penambangan tersebut diduga sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang berbunyi :
“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH), dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 158 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”.
Ibrahim juga meminta kepada Kapolres Kolaka untuk segera menindaklanjuti dugaan aktivitas penambangan ilegal dan reklamasi pasca tambang tersebut
“Kami minta Kapolres Kolaka dapat segera menindaklanjuti dugaan aktivitas penambangan ilegal dan kewajiban reklamasi pasca tambang yang kami duga tak dilaksanakan,” pintanya.
Pihaknya juga berharap agar aparat hukum dapat melakukan penindakan terhadap perusahaan yang telah melakukan aktivitas pertambangan di pulau Laboroko.
“Kami berharap pihak kepolisian khususnya Ditreskrimsus Polda Sultra dan Tipidter Mabes Polri dapat melakukan penindakan terhadap dugaan aktivitas penambangan secara ugal-ugalan tersebut,” harapnya.
Terkait hal tersebut Jurnalis media ini masih berusaha mengkonfirmasi pihak terkait.
Editor: Tim Redaksi