Oleh: La Halufi
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan negara ini baik pembangunan di tingkat nasional sampai pada tingkat desa dengan tujuan pemerataan pembangunan dan memutus pola pembangunan sentralisasi yang berfokus pada pulau jawa.
Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan mengucurkan dana desa (DD) dimasing-masing desa diseluruh pelosok Indonesia.
Arah baru dan harapan pembangunan mulai menemui titik terang, harapan pemerintah pusat terhadap DD bisa dimaksimalkan oleh para kades dalam memajukan desa denga keterlibatan masyarakat sebagai pengontrol dalam pelaksanaan dan kepala desa sebagai nahkoda pembangunan dengan aturan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang salah satunya adalah keterbukaan penganggaran DD yang dituangkan dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dalam setiap tahunnya.
RAB ini memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah pembangunan pasalnya dalam RAB semua item pembangunan baik itu fisik maupun non fisik tertuang didalamnya dengan tujuan agar anggaran DD tersebut jelas peruntukannya untuk pembangunan dan berapa besar jumlah anggaran yang digunakan untuk pembangunan tersebut.
Disisi lain tujuan RAB ialah untuk meminimalisir tindakan dalam upaya korupsi yang bisa dilakukan oleh kepala desa dan RAB tersebut harus diperbaharui setiap tahunnya.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, pasal 2 menegaskan asas-asas dalam pengelolaan dana desa, diantaranya adalah transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat desa untuk mengetahui dengan jelas jumlah keuangan yang masuk ke desa beserta jenis-jenis pembangunan di tingkat desa dalam rangka memanfaatkan uang tersebut.
Akuntabel berarti keharusan bagi pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan secara baik dan benar segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa. Partisipatif merupakan prinsip yang memungkinkan seluruh masyarakat desa untuk terlibat secara aktif membangun desa dengan bersama-sama pemerintah desa merancang, melaksanakan dan mengawasi pembangunan di tingkat desa dengan memanfaatkan dana desa yang ditransfer ke rekening desa.
Asas-asas tersebut di atas merupakan hal yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Desa dalam mengelola keuangan desa. Namun tetap saja dalam pelaksanaannya di lapangan (di tingkat desa) terdapat berbagai persoalan yang menunjukkan inkonsisten dari Pemerintah Desa dalam mengelola keuangan desa.
Seperti banyak fakta pelanggaran yang terjadi dibeberapa desa di Kabupaten Muna Barat yang salah satunya terdapat di Desa Kembar Maminasa dimana Rancangan Anggaran Biaya (RAB) desa tersebut belum diperbaharui sejak 2018 sampai saat ini 2019 dan RAB yang ada hanya ada pada tahun 2017.
Ini menimbulkan banyak persoalan bahwa pemerintah desa dalam hal ini kepala desa tidak patuh pada peraturan terkait transparansi penggelolaan keuangan desa dan ini ada indikasi korupsi didalamnya sebab untuk anggaran DD tahun 2018 dan 2019 tidak jelas peruntukan apakah untuk pembangunan fisik ataupun non fisik, sehingga jelas arahnya bahwa ketika laporan pertanggungjawaban kepala desa terkait anggaran 2 tahun tersebut merupakan laporan-laporan fiktif yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Muna Barat dalam hal Dinas Prmberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).
Desa yang beradah diwilayah Kecamatan Maginti ini, Dalam 2 tahun terakhir item pembangunan hampir tidak diketahui dan tidak jelas arahnya dan anggaran dana desa ditahun tersebut tidak jelas diperuntukan untuk apa. Ditambah lagi dengan pernyataan-pernyataan yang sering dilontarkan kepala desa setempat terkait pembangunan fisik atau proyek bahwa “anggarannya diutang dulu”.
Logika seperti ini menunjukan bahwa ada hal yang ditutup-tutupi oleh kepala desa dalam hal pengelolaan dana desa dan ini menandakan bahwa kepala desa tidak memahamai dan tidak mampu mengelola dana desa dalam implementasinya terhadap pembangunan.
Untuk meminimalisir kerugian Negara atas persoalan seperti ini seharusnya pihak penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan ataupun pihak Kepolisian seharusnya mengambil langkah yang cepat dan tegas dalam mengusut persoalan yang demikian, jangan hanya berpangku tangan.
Penegak hukum seharusnya mengusut hal ini pasalnya pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Desa jelas adanya yakni tidak memiliki RAB untuk 2 tahun terakhir dan diprediksi pengelembungan dana sudah mencapai ratusan juta tupiah dan ada pelanggaran dalam pemalsuan dokumen dalam hal laporan pertanggungjawaban.
Tidak menutup kemungkinan kasus seperti ini juga terjadi di desa-desa lain di Sulawesi Tenggara ini pasalnya banyak yang menjabat sebagai kepala desa memiliki pemahamai yang kurang terkait menajemen dan pengelolaan dana desa sehingga pembangunannya tidak jelas arahnya.
Persoalan-peroalan seperti ini sudah sepatutnya menjadi pusat perhatian pemerintah daerah dalam upaya mencegah KKN ditingkat desa dan keterlibatan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam upaya meningkatkan pemahaman pemerintah desa dalam mengelola dana desa sangat dibutuhkan agar persoalan RAB tidak hanya menjadi bahan pajangan di balai pertemuan desa tapi ada follow up dari pemerintah.
Seharusnya ada tindakan tegas yang dilakukan Pemda ataupun Pemerintah Provinsi jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan desa dan dana desa agar ada efek jerah dengan upaya tidak ada penyelewengan terkait dana desa.
Jika menelisik lebih jauh, dengan adanya dana desa ini pembangunan bisa menunjukan geliat kemajuan dari tingkatan desa menuju nasional dengan melaksanakan perencanaan yang baik sehingga target yang direncanakan dalam Rencana Pembangunan desa baik jangka pendek, menengah ataupun panjang bisa terarah dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan yang tertuang dalam RPJP, RPJM dan RPJP desa.
Harapan kemajuan desa dengan kebijakan dana desa pada 2015 silam sampai saat ini belum terlihat jelas progresnya umumnya disulawesi tenggara khususnya di Kabupaten Muna Barat, pasalnya jika pengelolaannya baik maka arah pembangunannya akan terlihat jelas namun fakta hari ini kemajuan itu tak kunjung kita lihat dan kita rasakan. Bisa dibilang harapan pembangunan hanya menjadi mimpi belaka.(***)
Penulis: Pegiat Literatur Sulawesi Tenggara