PENASULTRA.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey meminta pemerintah segera mengatur tata niaga nikel domestik (dalam negeri).
Dengan adanya pengaturan niaga tersebut, menurut Meidy itu sangat penting. Sebab, pertama, harga jual nikel di dalam negeri harus sesuai dengan harga patokan mineral (HPM).
“HPM itu kan sudah diterbitkan sejak 2017 yaitu mengenai harga patokan mineral. Ternyata ini tidak berlaku. Hanya berlaku untuk pembayaran kewajiban. Berarti kan yang rugi penambang,” kata Meidy saat dihubungi via telepon selulernya, Senin 18 November 2019.
Kemudian, kedua, lanjut dia, perusahaan pemilik smelter nikel domestik mesti menyerap nikel dengan batasan kadar ore yang rendah, yaitu di bawah 1,7 persen atau sama dengan aturan batasan kadar nikel untuk diekspor.
“Harus ada sanksi dan tindakan tegas baik penambang maupun smelter yang menjual atau mentransaksikan harga di luar HPM atau harga yang ditetapkan pemerintah,” tegasnya.
Selanjutnya, ketiga, masih kata Meidy, perusahaan juga diminta menggunakan dua surveyor untuk pelabuhan muat dan bongkar. Jika terjadi perbedaan kadar, harus menghadirkan surveyor ketiga yang disepakati bersama.
“Pemerintah harus bisa mengambil kebijakan mengenai surveyor karena selama ini yang selalu ribut itu antara surveyor pelabuhan muat dan surveyor pelabuhan bongkar,” ungkapnya.(a)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed