Kabupaten Konawe Utara (Konut) terbilang cukup menjadi perhatian publik dan kerap mendapatkan sorotan media terkait isu-isu pertambangan. Kenyataan yang tidak bisa di pungkiri jika tambang Konut disebut sebagai toilet pertambangan Sulawesi tenggara (Sultra).
Jika melihat fenomena ini, tambang ilegal di Konut faktanya beroperasi seperti tidak ada masalah dan pemerintah juga seolah tutup mata dan tidak berkutik.
Padahal sepatutnya stakeholder baik Dinas ESDM maupun Dinas Kehutanan yang punya kewenangan baik penertiban, pemberhentian, atau penindakan bukannya sekedar pembinaan yang justru jauh lebih memberikan ruang bebas untuk terus bermain.
Eksekutif eXplor Anoa Oheo mencatat dinamika penyelesaian persoalan pertambangan di Konut termasuk dalam rangka penyelematan aset negara hanya sekedar seremonial belaka yang mengarah pada praktek transaksional. Sangat disayangkan dibalik penindakan juga kepada pihak kepolisian kadang taringnya terdapat stigma positif dan negatif yakni, apakah oknum korporasi merasa jerah atau sebaliknya justru mendapatkan perlindungan dari seragam itu dengan modus pergantian pemain?.
Terang pantauan kami pada kasus pertambangan blok Marombo atas penindakan kasus ilegal mining PT Bososi Pratama yang di lakukan oleh team Ditpiter Bareskrim Mabes Polri, semua oknum penambang koridor terbirit-birit meninggalkan tempat.
Belum lama terbilang giat masih hangat kembali diramaikan ratusan alat berat berpesta pora bermain lumpur merah. Ironisnya muncul IUP baru bernama PT Dhermaco Soraya Mas, berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara nomor 615 tahun 2014 KW 08/DSP/084 dengan afiliasinya PT Rajawali Soraya Mas. IUP itu tidak terdaftar di MODI dan lain-lain, bahkan mereka sekarang yang lakukan kegiatan di hutan lindung.
Olehnya itu kami meminta bantuan penindakan hukum kepada Aparat Penegak Hukum (APH) jika perlu Bareskrim Mabes Polri berkantor di Site Marombo.
Histori penegakan hukum di bidang pertambangan kami cukup yakin hanya institusi ini yang ditakuti oleh penjahat pertambangan. Namun kadangkala team pulang, belum tiba di Jakarta kembali diapelin koridornya.
Perlu di ketahui bahwa titik koordinat wilayah IUP PT Rajawali Soraya Mas masuk pada wilayah konsesi blok Lalindu. Lahan tersebut milik PT Aneka Tambang (Antam) SK 158 tahun 2010 status eksplorasi. Untuk itu penindakan hukum di harapkan lebih komprehensif terhadap dugaan pembiaran yang dilakukan oleh oknum pejabat birokrasi Antam.
Atau jangan-jangan PT Antam fokus keberatan kepada 11 IUP di blok mandiodo agar menutupi pembiaran yang lahannya juga digarap oleh sekelompok kontraktor nakal. Modus pengalihan isu ini juga bisa jadi upaya mengelabui personil polisi dari mabes Polri itu yang sebelumnya pernah menangani kasus tersebut, namun tidak tersentuh adanya dugaan keterlibatan oknum pihak PT Antam.
Hal Ini mesti di ungkap biar publik bisa melihat dan memahami bahwa eksistensi Antam di Konut hanyalah sebuah praktek BUMNisasi di Bumi Oheo Konut, aset SDA yang di kuasainya di jadikan sebagai Objek Vital kesengsaraan rakyat dan daerah Konawe Utara.
Kesejahteraan ada pada mereka, di perut mereka sendiri dengan dalih kepentingan negara. Seperti yang di katakan oleh bung Adian Napitupulu pada acara RDP di komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Penulis adalah Direktur Eksekutif eXplor Anoa Oheo