PENASULTRA.COM, KENDARI – Tindakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP, Lukman Abunawas yang diduga mempolitisir pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan mengundang DPC PDI Perjuangan se-Sulawesi Tenggara yang melaksanakan Pilkada serentak 2020 pada tujuh (7) daerah menuai kecaman.
Dalam surat yang ditandatanganinya, ia menginstrusikan agar segera menghubungi Kordinator Pendamping PKH Kabupaten untuk konsultasi pada Koordinator PKH Provinsi Sulawesi Tenggara bersama Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara selaku Ketua DPD PDI Perjuangan khusus untuk 7 daerah yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah.
Menanggapi hal itu, salah seorang Mahasiswa Pemerhati Demokrasi, Erman Yanto menilai apa yang dilakukan oleh Lukman Abunawas tersebut sangat mencoreng prinsip fair dalam kontestasi Pilkada. Ia pun melaporkan tindakan Lukman Abunawas ke Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, pada Selasa, 24 November 2020.
Pelapor, Erman Yanto menuturkan bahwa tindakan Lukman Abunawas mewakili kepentingan partai. Menurutnya, mengundang Koordinator Pendamping PKH Provinsi dan Koordinator Pendamping PKH Kabupaten adalah tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dia mengundang para koordinator pendamping dilaksanakan pada Kantor Sekretariat DPD PDI Perjuangan. Notabene Koordinator Pendamping PKH Provinsi dan Koordinator PKH Kabupaten bukanlah merupakan pengurus partai politik. Program itu bukanlah merupakan bantuan yang sumber anggarannya dari partai politik, pertanggungjawabannya pun tidak kepada Partai Politik,” cetus Erman melalui rilis persnya kepada PENASULTRA.COM.
Erman menegaskan bahwa bantuan PKH tidak dapat dipolitisasi karena tidak ada urgensinya pendamping PKH untuk berkoordinasi dengan ketua Partai Politik. Ia pun mempertanyakan, perihal ada apa Partai Politik mengundang Koordinator Pendamping PKH Provinsi dan Kabupaten.
“Kenapa hanya 7 (tujuh) daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020 yang diundang? Tentu ini adalah sebuah tindakan yang mesti diperiksa oleh Bawaslu Provinsi untuk mendapatkan kebenaran substantif, yah demi keadilan pemilihan”, beber Erman.
Sebelumnya, Pengamat Politik Kawakan, Najib Husain juga menyoroti indikasi Politisasi Program PKH tersebut. Menurutnya, surat itu sudah salah, karena Ketua DPD PDIP Sultra menggunakan kewenangannya sebagai Wakil Gubernur melakukan konsultasi bersama Koordinator pendamping PKH di tujuh daerah di Sultra di Kantor sekretariat Partai politik yang dipimpinnya.
”Itu letak salahnya Pak Lukman. Dengan menggunakan kop surat PDIP dalam melakukan konsultasi program PKH bersama Koordinator pendamping PKH di Sekretariat PDIP Sultra. Jika dia menggunakan Kop Surat Pemerintah Provinsi, itu tidak masalah. Karena Pak Lukman selaku wakil Gubernur. Titik persoalannya kan pada kop surat Partai Politik lalu mengatasnamakan dirinya sebagai Wakil Gubernur,” tegasnya.
Najib Husein berpendapat seharusnya Lukman Abunawas menggunakan kewenangannya sebagai Wakil Gubernur jika ingin bersilaturahmi. Tentunya tanpa harus membawa embel-embel Partai Politik.
“Lebih baik menggunakan kop surat provinsi, jika ingin melakukan silaturahmi dengan para koordinator PKH. Jangan membawa identitas partai tertentu, karena sudah pasti itu memang terkesan berbau politik dengan menggunakan kop surat partainya. Pak Lukman itu sudah salah,” tutup Najib.
Bahwa berdasarkan laporan ini, Lukman Abunawas, diduga telah melanggar ketentuan Pidana Pemilihan. Hal ini diatur dalam Pasal 71 Ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikot Menjadi Undang-undang Jo Pasal 63 ayat (3) point b PKPU 11 Tahun 2020 Tentang Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.(b)
Editor: Sain