Oleh: Muhammad Risman
Sebelumnya, semangat masyarakat Desa Kondowa, Kecamatan Pasarwajo atas upaya untuk mendesak melalui aksi bersama aliansi pergerakan atas nama “Pica Kepton” perlu diapresiasi karena kepala desa (Kades) terpilih Desa Kondowa di lantik pada Selasa 2 April 2019.
Padahal, upaya ini menunjukkan lemahnya tata birokrasi pemerintahan Kabupaten Buton yang dipimpin oleh La Bakry sebagai Bupati Buton. Seharusnya pelantikan dilaksanakan masa berakhir Kades sebelumnya pada tanggal 28 Maret lalu.
Tetapi karena aksi masyarakat untuk mendesak bupati segera melantik Kades Kondowa meskipun pada saat aksi tidak dihadiri oleh bupati, namun dengan melakukan cara komunikasi melalui sambungan Handphone La ode Rafiun, Ketua DPRD Buton menghubungi Bupati Buton dan hasil komunikasi Laode Rafiun menegaskan Bupati Buton menyetujui akan pelaksanaan pelantikan Kades terpilih Kondowa.
Permasalahan ini menjadi catatan karena proses mekanisme dilaksanakan tanpa ada masalah. Jadi wajar masyarakat mendesak pelantikan Kades terpilih. Ditambah surat dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengatakan menyetujui penyampaian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Buton dari enam poin diajukan untuk menjadi alasan hanya poin lima dan enam menjadi pertimbangan utama oleh Pemprov Sultra kepada Bupati Buton melantik Kades terpilih.
Isi poin lima bahwa, putusan PTUN Kendari Nomor 32/G/2018/PTUN.Kdi dalam amar putusan mengatakan, keputusan objek sengketa Nomor 32/G/2018/PTUN.Kdi tanggal 19 Desember 2018 tetap dipertahankan sampai masa jabatan para penggugat berakhir.
Poin enam bahwa, sejalan dengan isi putusan PTUN Kendari tersebut diatas, keputusan Bupati Buton Nomor 483 tahun 2018 tentang pemberhentian, pengesahan dan pengangkatan Kades terpilih pada pemilihan serentak gelombang kedua pada wilayah Kabupaten Buton tahun 2018 pada diktum ketiga menyatakan pelantikan kepala desa sebagaimana dimaksud Diktum kedua dilaksanakan setelah masa jabatan Kades sebelumnya berakhir.
Sehingga, pelantikan Kades terpilih tidak menimbulkan kerugian apapun bagi Kades yang diganti karena pelantikan Kades terpilih dilaksanakan setelah Kades sebelumnya berakhir masa jabatan nya.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut pada angka 5 dan 6 maka pelantikan kepala desa terpilih pada enam desa yang menggugat tersebut dapat dilaksanakan setelah berakhirnya masa jabatan Kades sebelumnya. Meksipun ada upaya hukum banding terhadap putusan PTUN Kendari Nomor 32/G/2018/PTUN.Kdi.
Pendapat Biro Hukum Pemprov Sultra berdasarkan surat Bupati Buton tentang dapatkah dilakukan pelantikan Kades terpilih pada desa-desa yang mengunggat berkenaan adanya upaya hukum banding terhadap putusan tersebut…?
Pada konteks ini, saya lebih menyikapi tata pemerintahan berdasarkan apa yang sudah disampaikan tentang proses pelantikan. Jika mengacu pada pendapat Biro Hukum Pemprov Sultra, maka proses pelantikannya pada tanggal 28 Maret 2019 (sesuai masa jabatan) Kades Kondowa bukan pada tanggal 2 April 2019.
Hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru jika proses banding PTUN Kendari ditolak pada PTUN Makassar. Misalkan, terima atau tidak terima itulah keputusan hukum dan tentu masyarakat dirugikan akibat ketidakpastian hukum SK Bupati Buton Nomor 225 tentang Pilkades Tahun 2018.
Semoga, ini menjadi catatan penting bersama untuk bagaimana memikirkan, mendiskusikan persoalan yang terjadi terutama tentang pemerintahan desa. Diketahui desa merupakan ujung tombak kemandirian, kesejahteraan daerah sehingga dimungkinkan polemik pemerintahan desa di Buton segera diselesaikan agar apa yang diharapkan terwujud. Amiin.(***)
Penulis: Pemerhati Pemerintahan Desa di Buton