PENASULTRA.COM, KENDARI – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Konawe, Muh Rahman membantah tudingan bahwa ada oknum mafia tanah di BPN Konawe. Ia menegaskan bahwa tidak ada oknum BPN Kabupaten Konawe yang terlibat dalam mafia tanah khususnya di lokasi rencana pembangunan bendungan Pelosika di Desa Ambondia seperti tuduhan yang dialamatkan kepada BPN Konawe.
“Mafia tanah itu adalah sekelompok orang maupun kelompok yang melakukan pemufakatan jahat dengan objek berupa aset tanah milik orang lain. Disini saya nyatakan tidak ada pemufakatan jahat tersebut, berdasarkan hasil penelusuran kami terhadap tanah di Desa Ambondia memang ada beberapa nama orang BPN yang mendapatkan sertipikat, tetapi itu murni dari hasil pembelian yang diperoleh dengan ititikad baik bukan dari cara merampok atau mencaplok punya orang dan tidak ujuk-ujuk langsung punya tanah di sana”, jelas Muh Rahman saat melakukan konferensi pers di salah satu warkop di Kota Kendari, Kamis, 25 Agustus 2022.
Lanjut Rahman, para penjual tanah tersebut siap mempertanggungjawabkan atas tanah yang telah mereka jual kepada oknum BPN yang dituduhkan. Bahkan mereka dalam hal ini para penjual tanah siap hadir di Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara nantinya.
Olehnya itu, ia menghimba kepada masyarakat untuk tidak terlalu gampang mengeluarkan statemen terkait “mafia tanah”. Akan tetapi jika memang ada oknum BPN yang terlibat mafia tanah, kementerian ATR/BPN dibawah kepemimpinan Menteri Hadi Tjahjanto tidak akan segan untuk memberikan sanksi terberat kepada yang mencoba melakukannya.
“Beliau Pak Menteri mempunyai komitmen kuat untuk memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia termasuk jika itu terjadi di Kabupaten Konawe karena itu perintah langsung Bapak Presiden kepada beliau. Saya mencoba melihat bahwa apa yang terjadi di Desa Ambondia ini adalah konsekuensi atas adanya rencana pembangunan Bendungan Pelosika yang sedikit hari lagi akan memasuki tahap pelaksanaan pengadaan tanahnya dan ganti rugi, sehingga muncullah beberapa persoalan terkait sengketa pertanahan khususnya kepemilikan dan penguasaan tanah di sana”, bebernya.
Kemudian, terkait dengan adanya tuduhan bahwa oknum BPN menerbitkan sertifikat dalam hutan lindung adalah fitnah yang luar biasa. Ia mengaku sudah mengecek semua sertipikat yang dikeluarkan di Desa Ambondia dan tidak ada satupun yang berada di dalam kawasan hutan.
“Memang kami sadari bahwa petugas kami biasa mengukur dalam kawasan hutan karena kami melakukan pengukuran tanah berdasarkan penunjukan batas-batas tanah oleh pemohon sertipikat. Akan tetapi bukan berarti kalau sudah diukur langsung terbit juga sertipikatnya. Data hasil pengukuran tersebut masih diolah dan ditumpangtindihkan dengan peta kawasan hutan dari BPKH”, jelasnya.
“Terlebih saat ini kami diberikan peta shp kawasan hutan dari BPKH Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2021. Jika masuk kawasan hutan maka sudah pasti tidak akan dilanjutkan prosesnya. Oleh karena itu tuduhan mereka yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Asinua Menggugat (AMAM) bahwa kami menerbitkan sertipikat dalam kawasan hutan adalah tidak benar dan penuh kebohongan. Saya berharap mereka mempunyai data yang saya tandatangan sertipikat berada dalam kawasan hutan yang bisa ditunjukkan pada saat RDP nanti, jika mereka tidak menunjukannya maka itu adalah suatu fitnah yang keji”, tegasnya.
Selanjutnya, terkait tudingan bahwa BPN membagikan tanah milik seseorang, itu juga pernyataan yang menyesatkan. Tidak mungkinlah itu terjadi, kapasitas BPN kalau dia petugas ukur hanya mengukur saja sesuai batas-batas yang ditunjukkan oleh pemohon sertipikat. Janganlah terlalu menyebar fitnah berlebihan. Masa petugas yang turun mengukur dianggap membagi-bagi tanah, bisa gak dibuktikan BPN membagi tanah di Desa Ambondia, kalau itu tidak bisa berarti itu adalah fitnah.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ada oknum BPN yang bekerja sama dengan Pemerintah Kecamatan dan Lurah Ambondia dalam menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT), adalah tidak benar dan pernyataan menyesatkan. Kalau ada proses sertipikat di BPN itu karena sudah memenuhi persyaratan khususnya bukti kepemilikan tanah. SKT itu hanya sebagai dokumen tambahan bagi BPN, tetapi bukan itu yang menjadi dasar lahirnya sertipikat.
“Janganlah orang BPN turun mengukur tanah berdasarkan penunjukan si pemohon sertipikat kemudian anggota saya dituduh bekerjasama. Saya harap AMAM memberikan pernyataan yang wajar wajar sajalah, yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak menyakiti hati banyak orang”, ungkapnya lagi.
“Selama petugas kami turun mengukur disana (Desa Ambondia dan Desa Asipako), partisipasi masyarakat luar biasa karena mereka begitu mengharapkan sertipikat. Bahkan saya dengar juga ada permintaan dari AMAM agar proses sertipikat disana ditangguhkan dulu karena lagi banyak masalah. Kalau itu benar maka akan menjadi pertimbangan bagi kami. Sertipikat itu diberikan kepada masyarakat salah satu tujuannya untuk memberikan kesejahteraan dalam arti luas, tetapi kalau dengan sertipikat justru menyengsarakan masyarakat atau menjadi polemik maka buat apa kami turunkan program pensertipikatan tanah di sana”, katanya dengan nada tegas.
Mantan Kepala BPN Wakatobi ini juga memaparkan bahwa pihaknya siap menghadiri RDP yang digelar DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Supaya masyarakat atau lembaga khususnya dari Aliansi Masyarakat Asinua Menggugat (AMAM) tidak terlalu gampang mengeluarkan pernyataan yang sifatnya mendeskreditkan BPN Konawe dengan kata-kata mafia tanah. Saya berharap betul agar kondusifitas masyarakat di lokasi rencana Pembangunan Bendungan Pelosika benar-benar dijaga, dan kami pastikan dan berjanji jika sudah pada tahap pelaksanaannya dimana BPN sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah akan bekerja dengan transparan, terbuka dan tidak ada hak-hak masyarakat yang terzalimi”, tutupnya.
Editor: Husain