Oleh: Ashari
Carut marutnya perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat pada era sebelum reformasi semakin dikacaukan oleh perizinan yang dikeluarkan oleh para Bupati (kepala daerah) dengan cara membabi buta.
Memasuki tahun 2019, dunia pertambangan di Sulawesi Tenggara masih dengan menghalalkan segala cara. Kesemrawutan yang sudah terjadi beberapa tahun, tidak bisa ditertibkan dalam waktu sekejap sebagai akibat oleh ambiguitas otoritas pemberi perizinan, tak mudah dirapikan.
Dengan berlakunya Undang Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, maka mulai Oktober 2016 lalu seluruh urusan pertambangan beralih ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi.
Sebagai penggiat pertambangan kami berharap agar kewenangan tersebut tidak dimanfaatkan sebagai upaya mengambil kesempatan (aji mumpung) dan langkah mundur serta bukan semata-mata menjadikannya sebagai upaya cuci tangan melainkan sikat cuci bersih, merekonsiliasi, termasuk menata dan merenegoisasi ulang izin-izin yang sudah ada.
Terkhusus di Kabupaten Konawe Utara yang nyaris dua pertiga wilayahnya adalah nikel, pada tahun 2010. Jika dilihat dari jumlah total wilayah IUP yang sudah berstatus eksplorasi dan operasi produksi, luas wilayah konsesi IUP lebih luas dari pada luas daratan Konawe Utara. Ironisnya, jumlah perusahaan pertambangan yang ada, tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan rakyat dan daerahnya.
Sumber daya alam Konut melimpah, tetapi masih banyak warganya yang miskin. Ini karena masih banyak preman berdasi yang menguasainya.
Walau Gubernur Ali mazi baru menjabat 5 bulan, akhir-akhir ini issu seputar pertambangan ramai dibicarakan. Dengan demikian, kami optimis bahwa beliau mampu menyelesaikan dengan baik tanpa ada sistem tebang pilih.
Selain itu, kehadiran dan komitmen KPK melirik pertambangan di wilayah Sultra ini merupakan suatu kesempatan, motivasi, serta dukungan buat Pemprov. Bukan sebaliknya dijadikan kekakuan apalagi ketakutan.
Harapan besar dari kami masyarakat lingkar tambang kepada pemerintah bukan saja mengejar kerugian negara terkait pajak pertambangan, namun yang lebih serius menjalankan amanah UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 agar pemegang IUP dapat mengimplementasikan baik keselamatan pekerja, pengelolaan CSR, maupun hak-hak karyawan.
Yang paling penting saat ini adalah pengelolaan lingkungan. Sudah saatnya bukaan tambang pada lahan terganggu dihijaukan kembali karena tujuan dari dana jaminan reklamasi bukan semata dijadikan deposito tetapi lebih pada penggunaannya yaitu Reklamasi. Semoga bukan janji, tapi lebih pada kenyataan yang riil. Amin.(***)
Penulis: Ketua Lempeta Konut