Oleh: Muhammad Risman
Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) akan menghindari politisasi penempatan pejabat baik di pusat maupun di daerah karena pemilihannya menekankan merit sistem yang menghargai kinerja yang telah dibuat oleh aparatur.
Hal tersebut tentu tidak baik karena mereka dipilih menjadi pejabat bukan karena kemampuannya namun karena kedekatannya. Kita ingin politisasi ini dihentikan.
Seharusnya pembentukan Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN) sesuai ketentuan yang tugasnya mengawasi setiap tahapan proses pengisian jabatan pimpinan tinggi, mengawasi, mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar, kode etik perilaku pegawai ASN atau PNS. Tetapi yang terjadi itu tidak banyak diberlakukan.
ASN dibayang-banyangi oleh kekuasaan sebut kepala daerah yang semestinya satu sama lain saling membutuhkan. Tetapi kebutuhan ASN itu banyak dilihat dari sudut pandang berbeda karena telah menjadi investasi politik yang dihadapi oleh ASN untuk menunjang percepatan karir. Sementara kepala daerah memerlukan ASN untuk memobilisasi suara dukungan menjelang momentum politik sebut Pemilu 2019.
Meskipun sudah ada UU ASN mengatur larangan dan bagi ASN terlibat dalam kegiatan politik praktis, namun prakteknya UU ASN tersebut belum memberikan efek jera untuk saling mengingatkan. Bahkan, dalam berbagai dinamika kontestasi politik keterlibatan ASN dalam politik praktis memberikan warna tersendiri bagi dinamika yang ada.
Kendati, dalam UU ASN diatur larangan bagi kepala daerah, namun kenyataan, sangat sulit menghindari ASN atau birokrasi dari upaya politisasi. ASN atau perangkat birokasi menjadi sesuatu sangat menarik untuk ditarik dalam ranah politik. Dengan kelebihan dan perangkat dimilikinya ASN sangat efektif dalam memobilisasi dukungan.
Pada masa bakti, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meminta kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak memobilisasi ASN untuk berkampanye pada Pemilu (RMOL.Co) 10 Juni 2014.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memberi sanksi tegas jika ada tindakan mobilisasi PNS dalam kampanye. Apa yang dilakukan Gamawan Fauzi sebagai Mendagri untuk memantau kepala daerah tersebut? Dengan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jeli mengawasi kegiatan kampanye kepala daerah. Jika mendapati kepala daerah yang mengerahkan PNS, segera laporkan pelanggaran tersebut kepada Kemendagri.
Yang boleh menjadi tim pemenangan pasangan capres dan cawapres hanya kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mereka pejabat politik dan pejabat publik. Kalau PNS tidak boleh berkampanye. Kalau melanggar akan diberikan sanksi yang tegas.
Pemilu 2014 menjadi cerminan proses demokrasi yang baik juga diharapkan pada pemilu 2019, dilaksanakan 17 April mendatang lebih baik. Namun, banyak pelanggaran yang terjadi dan cukup membuat publik tercengang atas netralitas kepala daerah. Bahkan Menteri, misalkan ucapan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam event Kominfo bertajuk “Kominfo Next” berbuntut panjang, pada bulan Februari lalu.
Kejadian yang berawal dari memilih desain stiker pemilu antara satu dan dua, diakhiri dengan panggilan keras Rudiantara terhadap ASN yang sudah turun panggung. Pertanyaan, “Yang gaji Ibu memangnya siapa yang bayar sekarang, pemerintah atau siapa?” menjadi epik lantaran muncul hashtag #YangGajiKamuSiapa di media sosial Twitter dan masuk trending topik Indonesia dan seluruh dunia.
Dari berbagai masalah tersebut dapatkah Presiden Jokowi menginstruksikan jajaran di bawahnya khusus kepada Mendagri agar meminta kepala daerah untuk tidak melibatkan ASN dalam politik praktis dan jika ditemukan kepala daerah melakukan mobilisasi ASN akan dikenakan sanksi.
Itu yang belum terlihat saat ini? Justru ASN yang banyak mendapat sanksi sehingga ini merugikan sepihak. Karena jelas berdasarkan pasal 2 huruf f UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
UU ASN itulah, jika kepala daerah tetap melakukan mobilisasi ASN akan dikenakan sanksi dan itu dilaksanakan oleh Gamawan Fauzi saat menjadi Mendagri.
“Harapannya pada Pemilu 2019 dapat berjalan sukses serta mampu melahirkan pemimpin untuk 5 tahun akan datang. Jika ditemukan kepala daerah melakukan mobilisasi, intimidasi ASN agar dikenakan sanksi. Tetapi dapat kah itu? Karena yang terjadi saat ini seluruh program pemerintah menjadi keberhasilan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden sementara menjadi peserta Pemilu 2019, diikuti 2 (dua) pasangan calon Presiden/Wakil Presiden-RI. Nomor urut 1 Jokowi-Amin dan pasangan Nomor Urut 2 Prabowo-Sandi”.(***)
Penulis: Pemuda Kepulauan Buton (Kepton)