Kesehatan Jiwa: Sehat Raga Belum Tentu Sehat Jiwa

Oleh: Laksmindra Fitria

Kesehatan adalah investasi jangka panjang yang paling berharga dan menguntungkan di dunia. Sehat jasmani dan rohani adalah kesehatan paripurna yang didambakan oleh semua orang. Karena dengan kondisi yang sehat lahir batin kita dapat melakukan berbagai macam aktivitas untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup.

Kesehatan jasmani hendaknya juga diimbangi dengan kesehatan rohani dan sebaliknya, karena keduanya tak dapat dipisahkan. Kesehatan harus senantiasa diupayakan karena merupakan perwujudan rasa syukur atas kehidupan sebagai anugerah dari Tuhan.

Sesuai dengan bait dalam puisi “Satire X” karya Juvenal, sastrawan dari Romawi: “orandum est ut sit mens sana in corpore sano” yang lebih kurang bermakna “berdoalah untuk pikiran yang sehat di dalam tubuh yang sehat”. Jiwa yang sehat melandasi terbentuknya raga yang sehat pula.

Banyak orang yang ketika mendengar istilah “kesehatan jiwa” (mental health) maka mereka langsung terpikir tentang “penyakit jiwa” (mental illness). Sebenarnya pengertian kesehatan jiwa jauh lebih luas, dan bukan hanya sekadar bermakna tidak adanya penyakit jiwa.

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang diinginkan oleh semua orang, baik sadar maupun tidak. Ketika kita berbicara tentang kebahagiaan, kedamaian pikiran, ketenteraman hati, kenikmatan, atau kepuasan, kita sebenarnya sedang berbicara soal kesehatan jiwa.

Kesehatan jiwa berhubungan dengan kehidupan sehari-hari setiap orang. Kesehatan jiwa adalah keseluruhan dari cara-cara seseorang berhubungan (berinteraksi dan berkomunikasi) dengan orang lain. Dengan keluarganya di rumah, dengan orang lain di sekolah atau di kampus, di lingkungan tempat kerja, di pusat layanan publik seperti kantor, pusat perbelanjaan, stasiun, dan sebagainya, pada saat bermain, dengan teman sebaya di masyarakat, dengan orang yang lebih tua atau lebih muda, dan berbagai bentuk pergaulan sosial lainnya.

Kesehatan jiwa melibatkan cara-cara seseorang menyelaraskan keinginan, ambisi, kemampuan, cita-cita, perasaan, pemikiran, pendapat, dan kesadaran dalam rangka memenuhi tuntutan hidup. Hal tersebut berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana perasaan Anda terhadap diri Anda sendiri?
2. Bagaimana perasaan Anda terhadap orang lain?
3. Bagaimana Anda mampu memenuhi kebutuhan hidup?

Tidak ada garis pemisah yang jelas dan tegas antara orang yang sehat mental dengan yang mengalami gangguan. Ada banyak tingkatan yang berbeda dari kesehatan jiwa, dan tidak satu pun dari tingkatan ini yang dengan sendirinya secara khusus dapat menyatakan bahwa seseorang dalam keadaan kesehatan jiwa yang baik, atau mengalami sakit jiwa. Demikian juga tidak seorang pun mempunyai tanda-tanda kesehatan jiwa yang baik selama-lamanya. Dengan kata lain, kondisi kesehatan jiwa seseorang itu tidak statis melainkan dinamis.

Hanya dengan mengetahui arti kesehatan jiwa tidak berarti bahwa Anda telah sehat mental, tetapi pengetahuan itu dapat membantu Anda untuk mengerti dan memahami kondisi dalam diri Anda sendiri secara lebih baik.

Selain dipengaruhi oleh kondisi internal (diri sendiri), kesehatan jiwa juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan eksternal, yaitu orang-orang sekitar atau masyarakat. Salah satu cara untuk menjelaskan kesehatan jiwa adalah dengan menguraikan seseorang dengan beberapa karakteristik kesehatan jiwa yang baik.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari orang-orang yang sehat jiwanya:

1. Orang-orang yang merasa senang atau enak (nyaman) dengan keadaan diri sendiri
• Mereka tidak dengan emosi yang berlebihan dalam diri mereka sendiri, misalnya: ketakutan, marah, cinta, iri, cemburu, rasa bersalah, sedih, atau kekhawatiran.
• Mereka dapat mengatasi kekecewaan hidup.
• Mereka mempunyai sikap yang toleran dan santai terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain, dan mereka dapat menertawakan diri sendiri.
• Mereka dapat mengukur kemampuan mereka sendiri dan dapat membatasi diri.
• Mereka dapat menerima kekurangan atau mengakui kelemahan diri sendiri.
• Mereka mempunyai harga diri.
• Mereka merasa dapat mengatasi berbagai situasi dan siap menghadapi situasi apapun.
• Mereka menikmati hal-hal yang sederhana pada hari-hari apa pun.

2. Orang-orang yang merasa nyaman dengan keberadaan orang lain
• Mereka dapat memberikan cinta kasih serta mau mempertimbangkan keinginan dan harapan orang lain.
• Mereka mempunyai hubungan personal yang memuaskan dan bertahan lama.
• Mereka menyukai dan mempercayai orang lain dan merasa bahwa orang lain akan menyukai dan mempercayai mereka juga.
• Mereka menghargai perbedaan yang dijumpainya dalam diri orang lain.
• Mereka tidak memanfaatkan orang lain dan tidak mengizinkan orang lain untuk memanfaatkan diri mereka.
• Mereka dapat merasakan bahwa mereka adalah bagian dari suatu kelompok dan kehadiran mereka diperlukan di sana.
• Mereka merasa bertanggung jawab terhadap orang lain.

3. Orang-orang yang mampu memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri
• Mereka berbuat sesuatu terhadap masalah yang timbul (tanggap).
• Mereka menerima tanggung jawab dan amanah kemudian menjalankannya.
• Mereka membentuk lingkungan baru bila mungkin, namun juga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sudah ada.
• Mereka merencanakan sebelumnya, berpikir panjang, namun tidak ragu dan tidak takut terhadap masa yang akan datang.
• Mereka menyambut baik pengalaman dan ide-ide baru.
• Mereka memanfaatkan bakatnya dan memupuk potensi dirinya.
• Mereka menetapkan tujuan yang realistis untuk dirinya sendiri.
• Mereka mampu membuat keputusan sendiri.
• Mereka puas dengan memberikan usaha-usaha terbaik yang mereka miliki terhadap apa yang mereka lakukan.

Demikianlah, sebuah “cermin” kecil namun penting untuk bisa kita gunakan melihat ke dalam diri kita sendiri (introspeksi). Sekarang, mari kita mulai mengevaluasi diri kita sendiri berdasarkan poin-poin yang telah disebutkan di atas tadi, kemudian kita jawab pertanyaan ini:

Apakah Anda termasuk orang yang berjiwa sehat? Ataukah sebaliknya?

Jangan terlalu senang dan menjadi sombong bagi yang merasa telah sehat jiwanya. Sebaliknya, janganlah bersedih dan menjadi kecewa atau frustrasi bagi yang ternyata belum sehat jiwanya. Karena sesungguhnya sombong dan kecewa pada diri sendiri keduanya menunjukkan ke-tidak-sehat-an jiwa kita. Mari pertahankan dan tingkatkan, atau perbaiki dan benahi kesehatan jiwa kita, sikap-sikap kita, sehingga kita menjadi orang yang benar-benar berjiwa sehat.

Dikutip dari sebuah buku, dengan modifikasi berupa tambahan dan pengembangan sendiri oleh penulis.

Referensi:
“Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa: Refleksi Kasus-Kasus Psikiatri dan Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia: Bagian Pertama: Refleksi Psikiatrik Masalah-Masalah Kesehatan Jiwa” karya Dr. Inu Wicaksana, Sp.KJ (K), MMR. Penerbit dan Percetakan Kanisius 2008. Yogyakarta. ISBN 978-979-21-2075-2.(***)

Penulis: Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Doktor Biologi
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta