Ketua DPM FH UHO Kecam Kebijakan Pemerintah yang Tidak Pro Rakyat

PENASULTRA.COM, KENDARI – Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, La Ode Muhammad Hariyadi, menolak keras berlakunya Omnibus Law serta mengecam surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mengimbau mahasiswa tidak lagi ikut demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Mengenai hal tersebut, ia menganggap himbauan Kemendikbud merupakan bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpendapat yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E dan kebebasan akademik yang sudah jelas dijamin oleh konstitusi.

Ketua Ikatan Mahasiswa Sidodadi ini juga menyebut, secara institusional, perguruan tinggi memiliki otonomi dalam menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan karena itu seharusnya bebas dari segala bentuk intervensi politik.

Dengan otonomi itu, kata Hariyadi, tanggung jawab Perguruan Tinggi dalam memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan seharusnya hanya kepada kebenaran, bukan pada penguasa.

“Oleh karena itu, tidak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan dengan semata menjadi pelayan kepentingan politik penguasa yang selalu semena mena membuat kebijakan yang kontra terhadap masyarakat,” Ujar La Ode Muhammad Hariyadi sekaligus mahasiswa Jurusan Sosiologi di Universitas Terbuka Kendari.

Ia juga menyatakan bahwa demonstrasi adalah tindakan konstitusional, bagian dari salah satu cara dalam menyampaikan pendapat secara terbuka apalagi terutama dilakukan sebagai respons atas buntunya saluran kritik, baik yang telah disampaikan melalui karya ilmiah maupun opini di media.

“Imbauan kepada mahasiswa untuk tidak ikut berdemonstrasi karena alasan membahayakan keselamatan dan kesehatan di masa pandemi tidak sejalan dengan ngototnya Pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pilkada serentak di berbagai daerah,” ucapnya lagi

Selain poin soal imbauan tidak demo, Ia juga mengkritik imbauan kepada dosen untuk tidak memprovokasi mahasiswa melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.

Hal itu, bisa dikatakan sebagai bentuk intervensi politik terhadap independensi dosen sebagai akademisi yang hanya bertanggung jawab pada tegaknya kebenaran.

“Himbauan semacam ini juga merupakan bentuk yang tidak secara langsung merendahkan mahasiswa seolah tidak memiliki independensi dalam bersikap melihat ketidakadilan dan kebusukan penguasa,” ucap Ketua IKMAS ini

Atas hal itu, ia juga mendesak Rektor seluruh Indonesia terkhusus Rektor UHO untuk menolak segala bentuk intervensi politik yang dinilai sekedar melayani kepentingan penguasa, dengan menolak melaksanakan surat Himbauan Dirjen tersebut.

“UU Omnibus law ataupun UU Cipta Kerja tidak hanya berdampak bagi buruh, tapi juga berbagai elemen lainnya seperti tenaga honorer sampai mahasiswa saat nanti dia bekerja. Karena itu hanya belajar di kelas atau daring yang juga tingkat efektifitasnya rendah, lebih baik turun ke jalan untuk sama sama berjuang menyuarakan kebenaran”, tegasnya.

Namun demikian, di tengah pandemi covid-19 kita harus tetap selalu mengikuti dan tetap mentaati protokol kesehatan ketika turun kejalan. Mengingat aksi tersebut digelar di tengah pandemi Covid-19.

“Menjaga jarak dan memakai masker wajib dilakukan saat aksi turun jalan,” ujarnya

Untuk diketahui, himbauan Kemendikbud tersebut tertuang dalam surat nomor 1035/E/KM/2020. Dimana Kemendikbud meminta mahasiswa mengikuti kuliah secara daring dan membantu pemerintah mensosialisasikan Omnibus Law Cipta Kerja ke masyarakat serta menghimbau kepada seluruh mahasiswa/i untuk tidak berdemonstrasi karena membahayakan keselamatan dan kesehatan di tengah pandemi covid-19.

Dari berbagai macam hal tersebut, saya mendesak Kemendikbud untuk tidak membungkam dalam menyampaikan pendapat dari elemen mahasiswa ataupun civitas akademika dan menolak berlakunya UU Cipta Kerja serta mencabut surat himbauan tersebut.

Penulis: Sain