PENASULTRA.COM, KENDARI – Menyikapi polemik bangsa pasca pemilihan umum (Pemilu) 2019, Korps HMI-Wati (Kohati) Badan Kordinasi (Badko) Sulawesi Tenggara (Sultra) serukan seluruh kader dan mahasiswa untuk perjuangkan hak demokrasinya, lewat aksi demo beberapa waktu lalu.
Sekertaris Umum Kohati Badko Sultra, Luthfi Badiul Oktaviya mengatakan aksi demonstrasi atau people power yang telah dilakukan masyarakat pada 22 Mei merupakan salah satu contoh cara rakyat dalam merawat demokrasi pasca Pemilu.
“Jika dilihat dari cara politikus dan elite politik berdemokrasi belakangan ini, dapat di katakan bahwa tatanan politik demokrasi Indonesia mengarah pada kematian,” kata Luthfi melalui pesan WhatsAppnya, Jumat 24 Mei 2019.
Menurutnya, dalam polemik ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) harus segera melakukan audit forensik terhadap Sistim Informasi Perhitungan Suara (Situng) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang telah dinyatakan bermasalah.
“KPU juga harus bertanggung jawab atas tercorengnya wajah demokrasi Indonesia. Banyaknya KPPS yang telah menjadi tumbal dalam Pemilu 2019 seharusnya cukup menjadi pukulan keras bagi pemerintah untuk segera membentuk tim penyelidikan dan melakukan autopsi pada korban pemilu,” ujarnya.
Sementara it, terkait tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap masa aksi, Luthfi menegaskan agar pemerintah segera turun tangan memberikan teguran. Pasalnya aksi yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak rakyat telah dijamin oleh konstitusi.
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 28f dan pasal 19 terkait Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
“Apa yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian merupakan bentuk pelanggaran HAM. Dan kami menuntut kepada aparat kepolisian untuk bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang memakan korban jiwa ini,” tutupnya.(b)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Kas