Kuasa Khusus Kopperson Warning Fajar dan Ruslan: Pegawai BPN Harus Tahan Lidah!

KENDARI – Pernyataan Kepala BPN Kota Kendari, Fajar, dan Kabid Penetapan Hak Kanwil BPN Sultra, La Ode Muhammad Ruslan Emba, mengenai status lahan Tapak Kuda milik Koperasi Kopperson, kembali memantik kontroversi. Kedua pejabat ini dinilai telah melontarkan pernyataan yang tidak konsisten, berubah-ubah, dan berpotensi menggiring opini publik yang keliru.

Sebagai Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung memperingatkan agar Fajar dan Ruslan berhati-hati dalam berbicara di ruang publik, mengingat keduanya merupakan penyelenggara negara yang terikat sumpah jabatan.

“Ruslan Emba dan Fajar selaku pegawai Badan Pertanahan di bidangnya masing-masing harus berhati-hati memberikan pernyataan di ruang publik. Jangan sampai blunder dan berakibat senjata makan tuan karena ego dan kepentingan yang ingin dilakukan,” tegas Fianus Arung di Kendari, Kamis, 11 Oktober 2025.

Kopperson Siap Tunjukkan Titik Koordinat Lahan Tapak Kuda

Fianus menjelaskan, Kopperson bukan tidak bisa menunjukkan batas tanah Tapak Kuda, melainkan menghargai instansi resmi yang memiliki produk hukum dan peta sah, yakni BPN itu sendiri.

Pemohon dalam hal ini, Kopperson, bukan tidak bisa menunjukkan batas, tetapi kami menghargai instansi terkait yang punya produk aslinya, yaitu surat ukur dengan titik koordinat dan batas-batas yang jelas sesuai keputusan pengadilan. Tertera jelas kalimatnya ‘yang terletak dahulu di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari, sekarang Kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga Kota Kendari dengan batas-batas sebagai berikut:

Utara: Jalan Samudra, termasuk empang yang digarap La Sipala, H. Adji Rihani, La Ode Ado (Almarhum), dan La Ode Abdul Rauf.

Selatan: Tanah Negara.

Timur: Tanah Negara yang dikuasai/digarap oleh Udin P., Anwar Sanusi, A. Palosangi, Marhali, Dg. Nabi, Gunawan, dan Budi Hardjo.

Barat: Tanah Negara yang dikuasai oleh Muhtar, Tumbo Saranani, Hasim, serta tanah milik Ignatius Suwandi.

“Kami pun dalam aula pertemuan Kanwil ATR/BPN menunjukkan titik koordinat lahan milik Kopperson. Bahkan jika melihat arsip Pengadilan Negeri Kendari, yang kala itu pada tahun 2018 dengan nomor surat W23.U1/2163/HK/02/12/2018 ditujukan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Kendari untuk hadir dalam penunjukan batas, disebutkan ‘tidak ada yang hadir tanpa alasan yang jelas’. Ini sangat menguatkan bahwa kerjaan mereka, BPN Kota Kendari, ingin menggagalkan sita eksekusi dengan tujuan yang diduga sarat kepentingan,” ujar Fianus.

Sangat ironis, BPN sendiri tidak hadir saat diminta menjalankan tugasnya oleh pengadilan. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada konspirasi sistematis untuk menggagalkan eksekusi.

Pihak Kopperson menilai ketidakhadiran tersebut bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk pelanggaran terhadap perintah negara yang memiliki kekuatan hukum tetap.

“Kalau pengadilan sudah memerintahkan, lalu pejabat negara tidak hadir dan tidak menjalankan perintah, itu sama saja dengan melawan hukum dan menghambat pelaksanaan putusan pengadilan. Ini tindakan yang tidak hanya tidak patut, tapi juga berpotensi pidana,” tegasnya.

Ia menambahkan, keengganan pejabat BPN hadir dalam eksekusi pada 2018 menunjukkan adanya kepentingan tertentu di balik layar.

“Ini bukan soal teknis, ini soal integritas dan keberanian menjalankan hukum. Pejabat negara tidak boleh memilih-milih hukum mana yang mau ditaati. Namun saya ingatkan sekali lagi, tahun 2018 tidak akan terulang di 2025. Atas nama relawan keadilan, kami pastikan kalian hadir, kecuali kalian sudah tidak bernyawa lagi,” tandasnya.

Pernyataan Blunder: Produk BPN Sendiri Dinyatakan Tidak Sah

Kuasa khusus Kopperson menyoroti pernyataan Fajar yang menyebut “peta asli dengan tanda tangan pejabat berwenang bukan produk BPN” sebagai bentuk blunder substansi.

“Lucu dan memalukan. Surat ukur tersebut jelas produk resmi BPN, ditandatangani pejabat berwenang, bahkan diakui sendiri oleh Ruslan Emba yang beberapa tahun lalu pernah mendudukkan peta HGU Kopperson di Tapak Kuda,” ujarnya.

“Kalau sekarang mereka menyangkal produk mereka sendiri, berarti mereka sedang menembak kaki sendiri. Senjata makan tuan,” tambahnya.

Kontradiksi dan Dugaan Manipulasi Fakta

Fianus juga menyinggung inkonsistensi pernyataan Ruslan Emba yang berubah-ubah.

“Beberapa minggu lalu, di Aula Rapat Kanwil ATR/BPN, Ruslan bilang ia sudah pernah mendudukkan peta tanah HGU Tapak Kuda dan itu mudah dilakukan. Sekarang tiba-tiba ia bilang lokasinya tidak jelas? Aneh sekali. Hati-hati Pak Ruslan, jangan main api, nanti kebakar,” sentil Fianus.

Lebih lanjut, Ruslan bahkan pernah mengakui dalam aula ATR/BPN bahwa ia telah menandatangani SHM di atas lahan Tapak Kuda milik Kopperson, dan menyebut dirinya ‘kena jebakan Batman’ oleh pemohon sertifikat.

“Ketika kami tunjukkan surat ukur produk BPN tahun 1981, dia akui itu produk ATR/BPN. Tapi di depan massa pelawan Kopperson, dia malah menyangkal. Kalau bukan kepentingan, apa namanya?” ujar Fianus.

Pejabat Publik Bisa Terjerat Hukum Jika Langgar Etika dan Kewajiban Negara

Menurut Fianus, sikap dan ucapan pejabat publik tidak bisa dibiarkan karena menyangkut nama lembaga negara.

Mengacu pada:

Pasal 10 dan 24 UU No. 5/2014 tentang ASN (jo. UU No. 20/2023) — ASN wajib netral, profesional, serta patuh terhadap hukum dan keputusan pengadilan.

Pasal 216 KUHP — mengancam pidana bagi siapa pun yang dengan sengaja tidak menuruti perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang atau putusan pengadilan.

Pasal 421 KUHP — dapat menjerat pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menghambat pelaksanaan hukum atau menolak perintah sah negara.

Pasal 242 dan 266 KUHP — membuka ruang pidana jika ditemukan keterangan palsu atau manipulasi data dalam dokumen pertanahan.

“Fajar dan Ruslan bukan hanya bicara sebagai individu. Mereka adalah penyelenggara negara. Kalau mereka sengaja menghambat putusan pengadilan atau mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan publik, itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum,” tandas Fianus.

Kopperson: Kami Tunduk pada Hukum, Tapi Tidak Akan Diam Melihat Ketidakadilan

Sebagai Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak hukum Kopperson dan menuntut pertanggungjawaban pejabat negara yang melanggar sumpah jabatan.

“Kami tidak akan diam. Setiap pernyataan menyesatkan akan kami jawab dengan bukti, bukan opini. Kami menuntut pejabat BPN bekerja sesuai aturan dan hukum, bukan atas tekanan atau kepentingan. Jika BPN takut akan desakan massa Tapak Kuda yang berani melawan hukum, kenapa tidak takut pada kami yang jumlahnya jauh lebih banyak dan nyata berdiri pada posisi yang benar secara hukum? Jangan memancing kemarahan,” tutupnya.(red)