PENASULTRA.COM, KENDARI – Hasil survei yang dirilis lembaga Parameter Strategi Indonesia (PSI) mengenai tingkat elektabilitas calon legislatif (caleg) DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memantik komentar beragam dari berbagai kalangan.
Bahkan, hasil survei yang mengunggulkan caleg pendatang baru, Aksan Jaya Putra (AJP) tersebut dinilai sarat kepentingan dan by order oleh Dahris Al Djuddawie.
Menurut Ketua LSM Penguatan Peran Masyarakat (Perankat) Sultra itu, PSI telah membuat opini yang berlebihan, subyektif dan menjadi alat politik caleg tertentu dalam kontestasi Pilcaleg DPRD Sultra 2019.
“Awalnya saya enggan mengomentari hasil survey ini. Namun karena ini menyangkut penyesatan opini, saya wajib menyikapinya agar masyarakat Kota Kendari tidak terkecoh dengan tingkah lembaga survei yang berwajah akademik tapi sarat kepentingan politik yang mengabaikan prinsip-prinsip metodologi riset yang akuntabel,” kata Dahris, Sabtu 6 April 2019.
Dalam rilisnya, kata Tenaga Ahli Fraksi DPRD Sultra ini, PSI cenderung mengomentari pribadi-pribadi yang secara tekstur kalimatnya dapat dikatakan sebagai tim sukses. Hanya ingin membangun opini.
“Terkesan tim PSI terpaksa harus membuat narasi tentang prototype caleg new comer (pendatang baru) berhadap-hadapan dengan caleg incumbent dengan standar yang sangat sederhana dan cenderung ke kanak-kanakan. Padahal, caleg new comer ini belum memiliki investasi politik sama sekali di daerah ini, terkecuali provokasi yang tidak membangun,” bebernya.
Harusnya, lanjut Dahris, PSI melakukan riset di DPRD Sultra jika ingin mengetahui sejauhmana peran politik incumbent itu di daerah ini, ketimbang membuat pernyataan yang akan dicibir oleh publik.
“Belum lagi profil lembaga survei ini cenderung tertutup dan tidak tercatat sebagai anggota Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi). Data ini menunjukkan kredibilitas PSI adalah lembaga survei yang tidak mumpuni,” sebutnya.
Olehnya itu, Dahris meminta PSI tidak merusak nama baik lembaga survei dan menjadi alat politik yang berlebihan. Pengambilan sampel harus secara ilmiah, khususnya multistage random sampling yang digunakan tentang sejauhmana sampel acak bertingkat diterapkan pada unit-unit populasi yang homogen.
“Surveinya kan dua subyek sekaligus yaitu capres dan caleg DPRD Sultra. Waktunya singkat. Coba bayangkan tim surveyornya membawa dua daftar pertanyaan yang berbeda sekali jalan. Ini yang harus dijelaskan bukan hanya pada hasil-hasil akhirnya agar publik mengetahui kredibilitas lembaga ini,” tukasnya.
Sebelumnya, PSI merilis tingkat elektabilitas caleg DPRD Sultra dengan menempatkan posisi pertama AJP yang berasal dari Partai Golkar dengan tingkat keterpilihan diangka 8,2 persen.
Manager Lembaga Survei PSI, Basri Kajang menyebut, dari sisi internal kepartaian, putra bupati Konawe Selatan (Konsel) itu berhasil mengungguli Amiruddin Nurdin yang merupakan figur incumbent dari partai berlambang pohon beringin.
“Mungkin secara umum karena publik mengevaluasi kinerjanya terkait apa saja yang sudah dilakukan dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Sehingga publik bersikap dan memutuskan untuk memindahkan dukungan ke figur lain,” kata Basri Kajang kala itu.
Menariknya, dalam hasil survei PSI tersebut, diketahui bukan saja Amiruddin Nurdin yang memiliki elektabilitas rendah. Akan tetapi, sejumlah nama beken lainnya dari partai berbeda yang juga incumbent terpuruk jauh di bawah AJP.(b)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed