PENASULTRA.COM, WAKATOBI – Kelainan seksual atau LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) akhir-akhir ini menjadi isu hangat di kalangan masyarakat Kabupaten Wakatobi, Khususnya di Wilayah Mola Raya.
Melalui kegiatan Jumat Curhat yang bertempat di Mesjid Qoriatul Bahri Desa Mola Utara Kecamatan Wangi Wangi Selatan Polres Wakatobi dan Polsek Wangi-wangi Selatan membahas terkait situasi Kamtibmas khususnya masalah penyimpangan LGBT di Wilayah Mola Raya, Jumat, 27 Januari 2023.
Turut hadir dalam kegiatan itu antara lain Wakapolres Wakatobi Kompol Jamaluddin Saho bersama sejumlah pejabat utama Polres Wakatobi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wakatobi La Ode Husnan, Kepala Desa Mola Samaturu, Kepala Desa Mola Utara, dan sejumlah tokoh masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut para tokoh memaparkan sejumlah permasalahan berkaitan dengan penyimpangan LGBT.
Salah satu Pemuda Desa Mola Raya, Andri menuturkan bahwa masyarakat sangat resah atas keberadaan para pelaku penyimpangan seks LGBT di Mola Raya.
Menurutnya, dampak yang mulai muncul dari aktivitas LGBT di Mola Raya yaitu adanya kecemburuan tinggi para pelaku LGBT sehingga terjadi tindakan penganiayaan. Selain itu, berakibat pada putusnya pendidikan pada kalangan pelajar.
“Saran kami tokoh pemuda untuk dibuat program baik dari Pemerintah Desa maupun Kepolisian untuk pencegahan penyimpangan seks LGBT”, kata Andri dalam dialog Jumat Curhat.
Ia juga berharap agar pihak Kepolisian dan Pemerintah Desa membuat aturan khusus terkait pelaku penyimpangan seks LGBT karena sangat meresahkan dimana ada beberapa rumah tangga terjadi keributan sehingga terjadi perceraian.
Kepala Desa Mola Utara, Salahuddin mengungkapkan bahwa pelaku penyimpangan seks LGBT di Mola Raya memiliki grup yaitu bernama sakopi dan kerap kumpul di Desa Mola Selatan yang melibatkan masyarakat Mola Raya, luar Mola Raya dan luar Kabupaten Wakatobi seperti Kota Manado maupun Kota Kendari.
Olehnya itu, menurut Salahuddin perlu upaya serius untuk memutus mata rantai penyebaran penyimpangan seks LGBT di Kabupaten Wakatobi sehingga tidak menyebar luas ke masyarakat.
“Kiranya para pelaku (LGBT) dilakukan pembinaan selama beberapa hari maka akan berdampak sehingga memberikan efek jera”, ungkap Salahuddin.
Tanggapan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wakatobi
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Wakatobi, La Ode Husnan, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan instansi terkait baik dari Kepolisian, Kementerian Agama Kabupaten Wakatobi maupun Pemerintah Desa untuk mengambil langkah memutus mata rantai perilaku penyimpangan seks LGBT khususnya di Mola Raya.
“Hasil kesimpulan rapat beberapa waktu lalu di Polsek Wangi-wangi Selatan bahwa akan dilakukan pendataan kepada mereka pelaku penyimpangan seks LGBT dan akan dilakukan sosialisasi oleh instansi terkait kepada masyarakat terkait dampak LGBT”, kata La Ode Husnan.
Menurutnya, perbuatan penyimpangan seks LGBT merupakan perbuatan laknat dan sudah terdapat contoh pada zaman kaum sodom dimana menghadirkan murka Allah SWT. Selain itu juga dapat merusak generasi penerus bangsa.
Sisi Hukum Perbuatan LGBT
Kasat Reskrim Polres Wakatobi, AKP Hardi Sido menjelaskan bahwa KUHP saat ini belum mengatur secara khusus tentang hukum yang mengatur penyimpangan seks LGBT namun KUHP terbaru sudah mengatur akan tetapi belum diterapkan. Nanti akan diterapkan kira-kira dalam waktu 3 tahun ke depan setelah di sahkan.
AKP Hardi Sido menegaskan jika masyarakat mengalami keresahan terhadap keberadaan pelaku penyimpangan seks LGBT agar Jangan main hakim sendiri melainkan berkoordinasi dengan Pemerintah Desa atau pun Bhabinkamtibmas.
“Perlu didata kepada masyarakat yang terkontaminasi dengan perilaku penyimpangan seks LGBT untuk diambil langkah-langkah sehingga tidak meluas”, imbuh Hardi Sido.
Arahan Wakapolres Wakatobi
Wakapolres Wakatobi Kompol Jamaluddin Saho mengatakan bahwa salah satu upaya dari pihak kepolisian dan instansi terkait yaitu mendata para pelaku penyimpangan seks LGBT, memanggil para pelaku LGBT bersama dengan orang tuanya dan dibuatkan surat pernyataan untuk tidak terlibat dalam Kegiatan LGBT.
Ia berharap kepada semua pihak agar bersama-sama memikirkan dan membantu kebijakan pemerintah dan instansi terkait untuk memutus aktivitas penyimpangan seks LGBT di Wilayah Kabupaten Wakatobi.
“Harapan besar kami bahwa segala keluhan masyarakat perlahan dapat teratasi sehingga stabilitas kondusifitas Kamtibmas tetap terjaga”, pungkasnya.
Pengakuan Kapolsek Wangi-wangi Selatan Terkait Keberadaan LGBT di Mola Raya
Di tempat terpisah, Kapolsek Wangi-wangi Selatan Ipda Hadi Purnama saat dikonfirmasi mengenai penyimpangan seks LGBT mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 50 pasangan perempuan yang terdeteksi sebagai pengidap lasbian. Usianya berkisar 20 tahun keatas dengan rata-rata pendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas.
“Ada sekitar 50an pasangan LGBT yang terdeteksi saat ini. Usianya ada yang 20, dan 21 tahun”, kata Jelas Hadi Purnama melalui sambungan telepon genggamnya.
Lanjut Hadi, fenomena LGBT ini sudah berlangsung sekitar 2 tahun terakhir, dan yang paling banyak terjadi di wilayah Mola Raya.
“Mereka biasa berkumpul di tempat-tempat galap dengan berpasang-pasangan”, terang perwira saru balok di pundaknya itu.
Akibat dari penyimpangan seksual itu, banyak wanita yang sudah menikah akhirnya memilih bercerai dengan suaminya demi mengikuti kelompok LGBT tersebut.
“Informasi dari kepala desanya bahkan ada yang sampai cerai dengan suaminya gara-gara ikut seperti itu (lasbian)”, ungkap Hadi.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa, masalah penyimpangan LGBT ini telah menjadi perhatian serius dari pihak kepolisian. Saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dengan melakukan langkah-langkah preventif antara lain sosialisasi dan pemanggilan orang tuanya.
“Karena masyarakat sangat resah dan tidak tau mau kemana lagi, jadi persoalan-persoalan sosial dan budaya di masyarakat bisa juga kepolisian yang tangani”, pungkasnya.
Penulis: Husain