PENASULTRA.COM, MUNA – Wandiri adalah nama sebuah desa persiapan yang terletak di Kecamatan Wakorumba Selatan, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Desa yang sebelumnya bernama Unit Penempatan Transmigrasi (UPT) Labunia, memiliki jumlah penduduk sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) dan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani.
Daerah ini dikenal atau digelar dengan lumbung pangan Kabupaten Muna. Namun ironisnya, hasil bumi seperti coklat, jagung, kedelai, padi ladang, ubi-ubian sebagai penghasilan warga setempat tidak dapat dipasarkan dengan baik ke luar Desa Wandiri. Sebab, akses jalan sepanjang 6 Kilomter dari jalur poros Pure-Maligano itu sudah sangat memprihatinkan. Terhitung sejak dimekarkan 13 tahun silam, desa tersebut bak daerah terisolir.
Salah satu warga setempat, Wandi (53) mengatakan, berprofesi sebagai petani di desa tersebut sebetulnya sangat menjanjikan bagi masyarakat setempat. Tanahnya subur sehingga apa saja dapat ditanam baik itu tanaman jangka panjang maupun jangka pendek.
Sayang baginya dan warga lainnya, akses jalan yang begitu parah, kerap membuat mereka merugi. Hasil panen dari kebun miliknya terkadang hanya membusuk tanpa bisa dipasarkan ke luar desa.
“Saya sudah berada di desa ini sejak 2005. Nah kalau di sini kami terkendala di akses jalan yang tidak memadai. Di sini itu tanahnya sangat subur. Kita lebih memilih tanam nilam, karena pembelinya langsung yang datang sendiri disini,” kata Wandi, Selasa 25 September 2018.
Senada, Priana (39), warga Wandiri lainnya menuturkan, akibat dari akses jalan yang rusak parah, memaksa dirinya dan warga lainnya untuk bangun dini hari membawa hasil kebunnya ke pasar Pure untuk dijual yang berjarak sekitar 7 Kilometer dari tempat tinggalnya dengan berjalan kaki.
“Saya biasa bangun jam 1.00 atau 3.00 Wita untuk jual hasil kebun berjalan kaki dengan jalanan yang gelap gulita. Biar ada motor tapi kita tidak berani kendarai, takut jatuh. Belum lagi kalau musim hujan, kondisi jalan tidak bisa sama sekali dilalui. 14 tahun kami tidak merasakan bagaimana kemerdekaan itu,” keluhnya.
Melihat akses jalan menuju desa yang dipimpinnya, Imam Syafii (48) tidak tinggal diam. Ia mengaku pernah mengeluhkan kondisi tersebut kepada pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Muna saat kegiatan Musrenbang beberapa waktu lalu.
“Saat itu pihak Disnakertrans sudah menyahuti dan berjanji awal tahun 2019 akan dibenahi. Saya berharap janji itu dapat terealisasi, kasian warga di sini. Karena jalan itu tidak sedikit yang jatuh. Bahkan karena saking parahnya, orang yang sakit yang mau dibawa ke puskesmas harus dipikul karena jalannya tidak bisa dilalui mobil,” beber Imam Syafii.
Bukan hanya jalan yang jadi kendala, kata Imam Syafii, Pustu Kesehatan pun tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bangunan yang dibuat menggunakan uang negara tersebut menurutnya sia-sia (mubazir), sebab tidak ada satupun tenaga medis yang berada di sana untuk melayani keluhan kesehatan warga setempat.
“Ini dibangun Pustu sudah lama ada, tapi tidak pernah ada pelayanan. Kami juga berharap kepada wakil rakyat, utamanya dapil wilayah ini tidak tutup mata, kami disini butuh perhatian,” pungkasnya.(b)
Penulis: Sudirman Behima
Editor: Yeni Marinda