PENASULTRA.COM, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengendus adanya kebocoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau PBBKB dari sektor pertambangan dalam setiap tahunnya. Nilainya disinyalir cukup fantastik hingga mencapai ratusan miliar rupiah.
Anggota Komisi III DPRD Sultra, La Ode Mutanafas mengungkapkan, sinyalemen adanya kebocoran pajak bahan bakar minyak (BBM) jenis solar industri ini mengemuka dalam rapat bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra beberapa waktu lalu.
“Daerah kita kaya akan hasil sumber daya alam. Masa pendapatan dari sektor pertambangan setiap tahunnya tak ada peningkatan yang signifikan, justru sering terjadi kebocoran,” sindir Mutanafas, Jumat 5 April 2019.
Sebelumnya, Pemprov telah membentuk tim terpadu untuk menertibkan pengelolaan tambang di Sultra. Mutanafas mengaku, pihaknya telah menerima data dan informasi terkait adanya kebocoran pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang besarannya kurang lebih Rp160 miliar.
Di tahun 2017 lalu, kata Wakil Ketua DPW PAN Sultra itu, proyeksi produksi ore nikel Sultra mencapai 9 juta metrik ton (MT). Sementara untuk 2018 ditarget 48 juta MT.
“Jika asumsi penggunaan BBM solar industri 4 liter saja dalam 1 MT, maka potensi pajak BBM (PBBKB) dari perusahaan tambang pada 2017 itu mencapai Rp27 miliar. Sedangkan di 2018 kurang lebih Rp130 miliar, inipun kami belum tahu target tersebut dicapai atau tidak,” urai Mutanafas.
Proyeksi PAD dari PBBKB tersebut, kata anggota Pansus Penertiban IUP bentukan DPRD Sultra ini, belum sepenuhnya menjadi hak daerah. Pasalnya, sejumlah perusahaan tambang diduga tidak taat asas kewajiban terhadap daerah.
“Ini kita belum tahu, apa memenuhi target PAD Sultra atau tidak. Kalau tidak tercapai berarti ada perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajibannya,” terang Mutanafas lagi.
DPRD Minta Pemprov Sultra Umumkan Perusahaan Tambang Penunggak Pajak
Penggenjotan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan memang menjadi salah satu konsentrasi DPRD dan sejalan dengan visi misi gubernur Sultra saat ini.
Atas dasar itu, Mutanafas meminta Pemprov Sultra terkhusus Dinas ESDM dan Dispenda Sultra memperketat pengawasan penggunaan BBM industri ke perusahaan tambang. Jika perlu perusahaan yang tidak taat kewajiban atas pajak kepada daerah diumumkan ke publik supaya masyarakat tahu.
“Patut diduga BBM yang mereka gunakan berasal dari pasar gelap alias black market, bukan dari Pertamina atau penyuplai resmi BBM industri. Bahkan tidak menutupkemungkinan BBM subsidi juga terpakai oleh perusahaan karena antrian kendaraan di SPBU bisa jadi parameternya,” semprot Mutanafas.
“Untuk membongkar hal ini sederhana saja. Tinggal kita lihat dari kewajiban mereka berdasarkan RKAB (rencana kerja anggaran dan biaya) produksi yang disetujui oleh ESDM. Sesuai apa tidak,” paparnya menambahkan.
Sebagai efek jera sekaligus penggenjotan PAD Sultra, untuk itu Mutanafas menekankan agar semua pihak terkait bersama-sama melakukan pengawasan. Sebab hal ini menurut dia, tak bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada pengawasan dari pemerintah dan kepada perusahaan tambang yang tidak taat asas, wajib disanksi.
“Ini sangat fatal dan sekiranya ada perusahaan yang ditemukan ternyata punya tunggakan PBBKB sanksinya bisa pemberhentian sementara. Kalau perusahaan tidak ada itikad untuk selesaikan tunggakan justru bisa mengarah pada pencabutan IUP,” pungkas Mutanafas.(a)
Penulis: Mochammad Irwan