Oleh: Muhammad Risman
Tanpa sadar kita melalui masa di mana semua akan saling menerima kemenangan atau kekalahan. Ini fakta yang harus dihadapi.
Sebagai pemuda masa depan daerah ini kita tidak harus putus semangat, tetapi saling merangkul, saling membesarkan karena konteks pemilihan menentukan siapa yang akan menjadi wakil rakyat di legislatif untuk kedepan terus dipertahankan jika memiliki tanggung jawab akan dipertimbangkan dipilih sebagai eksekutif daerah minimal, agar kewenangan membesarkan identitas lebih baik.
Hanya saja, menjelang 17 April 2019 kita diperhadapkan dengan politik yang tidak sehat! Banyak dugaan bahkan menjadi temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terjadi hampir semua daerah. Terutama terjadi pada lingkungan keluarga, komunitas sehingga menyebabkan cacatnya demokrasi.
Dugaan ini, telah menjadi asumsi publik di saat semua berharap pemilu akan bersih dari money politik dan bentuk lain yang menjadi pelanggaran pemilu. Namun, apalah daya itu semua hanya menjadi sekedar catatan sudah berulang-ulang sepanjang sejarah kepemiluan di Indonesia.
Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan instrumen demokrasi yang tercipta dapat mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar amanah karena pilihan nurani masyarakat bukan karena nurani atas apa yang telah didapatkan oleh calon pemilih. Bukan!
Apapun bentuknya pemilu tidak dapat dibenarkan untuk menjadi instrumen demokrasi money politik atau bentuk lain karna hakikat memilih untuk menentukan para wakil rakyat (legislatif) agar terpilih tetap menjadi wakil rakyat sesuai maksud demokrasi sebenarnya dari rakyat dan untuk rakyat.
Kini, demokrasi dari rakyat dan untuk rakyat telah tergadaikan. Itu seakan hanya menjadi slogan bahasa tanpa wujud. Ibaratkan angin “terasa tetapi tidak berbentuk” dan akan sulit di wujudkan jika tanpa ada campur tangan. Minimal debu untuk menjadi pembeda tujuan arah angin…
—Bersambung—
Penulis: Pemuda Kepulauan Buton (Kepton)