Penambangan Pasir Ilegal di Nambo Merajalela, Perlu Efek Jera!

Oleh: Teti Ummu Alif

Luar biasa. Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari akhirnya kembali menindak perusahaan tambang yang berlokasi di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari (Telisik.id 16/08/2021).

Diketahui, penindakan dilakukan karena pihak pengolah pasir masih bandel dan tak taat aturan. Meski, sebelumnya Pemkot Kendari telah memberikan peringatan dan menutup sementara aktivitas pertambangan di lokasi itu. Namun, nyatanya perusahaan tersebut masih terus mengeruk pasir menggunakan mesin dan merusak lingkungan sekitar. Bahkan, untuk memuluskan aksinya perusahaan tersebut diduga mengganti nama perusahaan dari CV EChal menjadi PT NET untuk mengelabui aparat penegak hukum.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kota Kendari Nahwa Umar mengatakan aktivitas penambangan pasir ilegal itu tidak sesuai tata ruang. Atas arahan Korsupgah KPK sehingga kami langsung turun ke lapangan dan di sana masih berjalan terus, atas perintah Korsupgah KPK juga kami sudah tutup dan langsung memasang polisi line.Terlebih pengelolaan tambang pasir yang tak terkontrol akan berdampak merusak lingkungan di Kecamatan Nambo.

Hal senada disampaikan Ketua DPRD Kota Kendari. Subhan mengungkapkan, aktivitas galian C penambangan pasir di Kecamatan Nambo sudah pernah dilakukan peninjaun oleh dewan dan tidak boleh ada aktivitas tambang berdasarkan RTRW Kota Kendari.

Sejumlah pihak mendukung langkah tegas pemkot Kendari. Hal ini, merupakan tindaklanjut atas keluhan warga yang merasa terganggu dengan beroperasinya perusahaan tersebut. Sudah sepantasnya perusahaan nakal yang tak peduli terhadap lingkungan ditutup secara paksa. Sebab dalam sejarahnya, di wilayah tambang tidak pernah ditemukan kesejahteraan penduduk atau masyarakat lokalnya. Kebiasaan yang terjadi dalam dunia pertambangan masih seputar datang, keruk, lalu tinggalkan begitu saja.

Faktanya, di mana ada tambang, di situ ada penderitaan warga. Di mana ada tambang, di situ ada kerusakan lingkungan, tidak akan bisa berdampingan. Sejatinya, penderitaan masyarakat muncul karena pengurus negara telah gagal memastikan hak masyarakat mendapatkan informasi ketika tambang beroperasi, ditambah terjadinya “kongkalikong” demi kepentingan ekonomi dan politik.

Itulah realitas tanah air kita. Sungguh malang negeri berlimpah kekayaan alam, namun hanya jadi sarang pemburuan rente besar-besaran. Apa mau dikata, inilah konsekuensi penerapan ekonomi kapitalistik yang diterapkan atas negeri. Penambangan ilegal seolah menjadi masalah tak berkesudahan. Korporasi akan melakukan segala hal agar aturan bisa berubah sesuai kebutuhan dari perusahaannya. Karena yang menjadi orientasi bukanlah kemaslahatan rakyat, melainkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha sekecil-kecilnya. Akhirnya, apa pun dilakukan asalkan mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan kondisi masyarakat yang menjadi korban.

Sungguh berbanding terbalik dengan Kapitalisme. Dalam Islam, rakyat akan menjadi prioritas utama sehingga negara tidak akan mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan atau mengambil hak-hak rakyat. Kalaupun ada pertambangan, akan diperhatikan bagaimana dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat. Islam mengatur cara mengelola sumber daya alam (SDA).

Dalam sebuah hadis dikatakan, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan, api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Maknanya, pemanfaatannya harus digunakan untuk keperluan masyarakat, bukan kepentingan individu. Oleh karena itu, negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan mengenai privatisasi SDA. Dalam proses penambangan, Islam memberikan aturan yang khas. Penambangan boleh dilakukan asalkan tidak merusak lingkungan dan masyarakat. Bukan pula untuk kepentingan pribadi atau dijual kepada asing. Sehingga, negara tetap memiliki kedaulatan yang kuat di hadapan asing. Kalaupun ada pekerja asing, hanya sebatas perjanjian kerja yang digaji. Wallahu a’lam bisshowwab.

Penulis adalah  Pemerhati Masalah Lingkungan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *