Penunjukan PT LAM Beraktifitas di Lahan IPPKH KMS 27 Diduga Ada Keterlibatan Perumda Sultra

PENASULTRA.COM, KONUT – Aktifitas Penambangan di 11 IUP blok Mandiodo Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara (Konut) terus berlanjut.  Hal ini ditandai dengan aktifitas pengangkutan dan penjualan yang dilakukan beberapa perusahaan diantaranya PT Lawu Agung Mining (LAM) dan PT Trimega Pasifik Indonesia (TPI).

PT LAM bekerja diatas konsesi IUP PT Aneka tambang (Antam) sedangkan PT (TPI) bekerja di lahan IPPKH PT Karya Murni Sejati (KMS) 27. Kedua perusahaan tersebut terkonfirmasi bekerja mendapatkan arahan dari PT Antam atas klaim lahan berdasarkan putusan MA No 225 K/TUN/2014 , 17 Juli 2014 yang membatalkan SK 86/2012, sehingga IUP OP PT Antam kembali eksis dan menindih 11 perusahaan pemegang IUP perusahaan lokal lainnya.

Iqbal Ketua Kraken Konut mengatakan dengan tegas bahwa aktifitas kedua perusahaan tersebut diduga illegal karena berada diatas IUP perusahaan yang secara inkrah (berkekuatan hukum tetap) belum di cabut oleh negara, walaupun putusan MA 225 dijadikan dasar PT Antam namun tidak serta merta PT Antam berhak menggerogoti kawasan hutan, apalagi menambang di lahan IPPKH PT KMS 27.

“IPPKH adalah merupakan izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang berarti Hanya PT KMS 27 yang berhak untuk menambang di lahan tersebut berdasarkan IPPKHnya, namun kenyataannya di tambang oleh PT Antam melalui kontraktornya yaitu PT TPI, Ini adalah tindakan kriminal yang bertentangan dengan undang-undang dan harus segera ditindak,” tegas Iqbal.

Ia menambahkan dalam waktu dekat akan melaporkan Ke komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk di proses sesuai hukum yang berlaku, datanya sudah lengkap.

“Insya Allah tidak menunggu lama laporan ini kami serahkan ke KPK, kita usut tuntas, “janji Iqbal.

Atas beberapa pernyataan kedua perusahaan yakni PT TPI dan PT LAM, ia menduga Perumda Sultra berada di pusaran aktifitas kedua perusahaan TPI dan PT LAM dan akan diusut dengan tuntas karena terindikasi terjadinya korupsi yang mengakibatkan kerugian negara puluhan miliar rupiah.

“Hal itu berdasar bahwa aktifitas kedua perusahaan tersebut dalam melakukan pengangkutan dan penjualan ore nikel tidak menggunakan dokumen PT Antam melainkan perusahaan lain, sehingga patut di duga hasil penjualan tidak masuk dalam rekening PT Antam tapi mengalir ke oknum-oknum yang sedang berkonspirasi, “beber Iqbal.

Di tempat terpisah, Agus Darmawan selaku Sekretaris Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan (Forkam-Sultra) menegaskan bahwa hasil investigasi kepada kedua Perusahaan PT LAM dan PT TPI mereka mengatakan bahwa dasar aktifitas nya adalah merupakan arahan PT Antam.

“Ini berarti jelas bahwa Antam adalah dalang dari aktifitas kedua perusahaan tersebut yang diduga merambah kawasan hutan,” sambungnya.

Kepala Teknik Tambang (KTT) PT LAM, Jondriawan menjelaskan bahwa perusahaannya bekerja atas arahan PT Antam kita diberi koordinat dan perjanjian kami jelas dan tertuang dalam sebuah akta perjanjian namun perlu saya jelaskan bahwa PT Antam memberikan perintah kerja ke Perumda Sultra berdasarkan hasil lelang yang dilakukan PT Antam dan Perumda Sultra menunjuk anak perusahaan yang Bernama PT BMS untuk melakukan penambangan di Blok mandiodo, Blok Lalindu dan Blok Tapunopaka, namun PT BMS sendiri tidak memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) maka menunjuk PT LAM untuk melakukan produksi di lahan PT Antam.

“Aktifitas kami legal atas arahan PT Antam dan terkait ada perusahaan lain yang bekerja atas nama Antam kami tidak mengetahuinya. Kami tidak ada kontrak Kerjasama dengan PT TPI atau semacamnya untuk melakukan aktifitas penambangan di lahan IPPKH KMS 27,” tegas Jodriawan.

“Penunjukan Perumda Sultra atas Antam di Blok Mandiodo berdasarkan hasil lelang dan terbentuklah yang namanya Kerja sama Operasional (KSO) dan Leader nya itu kami, PT LAM. Sehingga kegiatan kami ini berdasarkan penunjukan dari Perumda Sultra,” tambahnya.

Terpisah, Sujasmin HRD PT TPI menerangakn bahwa aktifitas PT TPI di Lahan PT di Lahan PT KMS 27 berdasarkan kerja sama dengan PT LAM dalam bentuk kerja sama operasi produksi.

“Ini komunikasi tingkat pimpinan untuk bekerja di lahan tersebut kami masuk dalam kelompok PT LAM, ada LAM 1 yaitu PT LAM sendiri, LAM 2 itu perusahaan kami dan LAM 3 itu perusahaan milik Pak Aceng. Jika kami illegal kenapa tidak di berhentikan padahal kami sudah produksi 11 Tongkang telah terjual,” jelas Sujasmin.

Penulis: Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *