Oleh: La Halufi
Pembangunan nasional merupakan hal selalu digenjot dan diupayakan oleh pemerintah bangsa ini dari tahun ke tahun. Hal ini tidak pernah lepas dari peran Undang-Undang Otonomi Daerah dalam upaya perimbangan keuangan yang disebut dengan Desentralisasi bagi daerah otonomi agar daerah bisa mengatur dan mengelola keuangan yang daerah miliki.
Desentralisasi ini sebenarnya telah diupayakan yakni sejak zaman penjajahan Belanda, kemerdekaan (orde lama), orde baru, reformasi dan sampai pada saat ini, yang berdasarkan perjalanan perundang-undangannya semua tidak berjalanan dengan maksimal. Namun setelah melihat perkembangan dan kebutuhan daerah yang semakin meningkat, maka terbitlah Undang-Undang otonomi daerah terbaru yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Namun permasalahan mendasar yang langsung dirasakan oleh masyarakat akar rumput belum bisa menjawab serta mengatasi kebutuhan masyarakat yang ada di desa-desa diseluruh pelosok republik ini, maka dengan kondisi yang demikian diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Dengan Undang-Undang Desa tersebut diharapkan bisa menopang pembangunan nasional. Tidak hanya ini, desa memiliki peran yang sangat krusial dimana desa ditempatkan sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat.
Setiap tahun Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Yang dalam perkembangannya dari tahun ke tahun desa mendapatkan kucuran dana yang meningkat terbukti pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp 280 juta.
Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta. Dengan anggaran yang besar ini diharapkan desa bisa memaksimalkan pembangunannya baik itu pembangunan ekonomi dan lainnya yang orientasinya agar kesejahteraan masyarakat bisa meningkat.
Dalam perspektif pembanguna ekonomi, sentral utama dalam pembangunan tersebut ialah Kepala Desa dengan perpanjangan tangan pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa.
Lembaga ini digadang-gadang sebagai kekuatan yang akan bisa mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan dengan cara menciptakan produktivitas ekonomi bagi desa dengan berdasar pada ragam potensi yang dimiliki desa. Salah satu manfaat utama BUMDes menurut UU tentang Desa ialah pengembangan usaha, poin ini menyatakan secaraa tersirat bahwa desa harus memiliki usaha dengan tujuan yang tidak lain agar bisa mengembangkan ekonomi dan juga menggali potensi-potensi dan memanfaatkan potensi tersebut yang orientasi akhirnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan dalam hal penyerapan tenaga kerja dan juga memiliki Pendapatan Asli Desa.
Salah satu indikator dan tolak ukur kemajuan suatu daerah atau desa ialah dengan meningkatnya pembangunan ekonomi desa dalam mendukung dan menunjang kesejahteraan masyarakat setempat dalam kehidupan sehari-hari.
Jika berpatokan kepada Undang-Undang Desa, BUMDes memiliki proporsi anggaran yang telah dimuat dalam peraturan desa (Perdes) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) yang ditelah dibahas antara Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa setempat disetiap tahunnya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan diperuntukan buat program kerja BUMDes.
Banyak fenomena dan kesalahan yang terjadi di desa-desa saat ini terkait eksistensi BUMDes sebab yang demikian ini sebenarnya jarang atau bahkan tidak dimengerti oleh para kepala desa sehingga tidak jarang ditemukan keberadaan BUMDes tidak berjalan secara efektif atau bahkan hanya sebagai simbol dan pelengkap dalam struktur pemerintahan di desa.
Pasalnya, dari sekian banyak BUMDes tidak ada produk atau hasil karya yang telah mereka ciptakan dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Padahal jika melihat potensi desa sangatlah besar jika dimanfaatkan dan pada gilirannya kreatifitas dan inovasi para masyarakat desa tidak pernah tersalurkan dalam hal pengembangan produk-produk lokal.
Terlepas dari semua itu, sebenarnya ada kekhawatiran dan ketidak percayaan para kepala desa terhadap penggurus BUMDes dalam hal mengelola keuangan yang ada. Seperti ada kecenderungan dan indikasi untuk sepenuhnya menguasai anggaran yang ada baik itu yang bersumber dari Dana Desa (DD) ataupun Alokasi Dana Desa (ADD) oleh kepala desa sangatlah besar.
Disisi lain, pengurus BUMDes yang ditunjuk oleh Kepala Desa umumnya tidak memahami secara detail terkait pengurusan dan pengelolaan suatu lembaga atau organisasi sehingga tidak ada program-program yang jalan.
Alasan yang lain yang kemudian menjadi dasar pengangkatan mereka ialah tujuan politik, yakni ingin mengamankan basis masa dan ditunjuknya mereka-mereka yang memiliki kekuatan electoral baik itu ditingkat Dusun, Rukun Warga, Rukun Tetangga ataupun pada kalangan keluarga, yang demikian bisa saja terjadi di desa-desa yang berda dalam wilayah Kabupaten Muna dan Muna Barat. Mengingat desa-desa tersebut dalam waktu dekat akan mengadakan pemilihan Kepala Desa secara serentak.
Semua ini jika dilihat dari aspek ekonomi secara menyeluruh dan jauh kedepan, maka keberadaan dan eksistensi BUMDes ini sangat dibutuhkan untuk menopang perekonomian desa yang diperoleh dari pemasaran hasil-hasil Produk desa baik itu dengan mengembangkan Koperasi yang bergerak pada kebutuhan masyarakat setempat ataupun olahan-olahan dari produk industry rumah tangga dengan kreatifitas, inovasi serta ciri khas desa tersebut yang bernilai ekonomi.
Artinya, bahwa secara tidak langsung hal yang denikian bisa berdampak pada masyarakat dalam pendapatan dan juga pada desa. Seperti halnya BUMDes yang berada wilayah Kusambi, Kabupaten Muna Barat dan kemungkinan satu-satunya BUMDes yang sejauh ini cukup eksis di Muna Barat dimana mereka bergerak pada bidang jasa dan penataan dekorasi untuk even-even ataupun hajatan besar, namun semua ini tetap memiliki plus-minuse.
Dari data Statistik Potensi Desa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara bahwa Jumlah BUMDes yang terdapat di Kabupaten Muna Barat yang bergerak pada sektor Kios Sarana Produksi Pertanian sejumlah 5 Unit dan BUMDes yang didalamnya terdapat Koperasi Unit Desa yang bergerak dibidang yang sama berjumlah 33 unit. Jika diakumulasi secara keseluruhan maka jumlah BUMDes yang ada sebanyak 38 unit dari 86 desa yang tersebar diseluruh Kabupaten Muna Barat.
Lantas bagaimana dengan BUMDes di desa-desa lainnya yang berada didaratan Muna Barat padahal wialayah ini ± 906,28 km2 atau ± 90.628 ha, sedangkan BUMDes yang ada tidak sampai ½ dari jumlah desa yang ada. Ini hanya contoh kecil yang ada di Sulawesi Tenggara dan tidak menutup kemungkinan di Kabupaten lain juga bisa memiliki kesamaan atau bahkan lebih para lagi kondisi BUMDes dari pada Kabupaten Muna Barat ataukan bahkan bisa lebih maju dan jumlahnyanya banyak sesuai dengan jumlah desa yang ada dan bergerak disemua sector dengan potensi ekonomi yang besar sebagi pos-pos pendapatan desa.
Dari kondisi yang ada ini mengambarkan bahwa sejauh ini kontribusi BUMDes belum maksimal dalam menggali potensi penerimaan desa sebagai sumber pendapatan dan ini sangat bertolak belakang dengan semangat dari Undang-Undang Desa tahun 2014 dan kebijakan pemerintah pusat dengan dikucurkannya Dana Desa pada masing-masing desa se Indonesia seharusnya mampu memaksimalkan PAD agar desa dan daerah bisa mandiri tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat.
Artinya kedepan DD hanya sebagai pelengkap kebutuhan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa, dengan semangat ini beban Negara terhadap kemajuan dan kesajahteraan masyarakat desa bisa teratasi.
Sedangkan peran Pemda juga sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan BUMDes, dimana Pemda bisa mendorong perkembangan dan eksistensi BUMDes agar bisa maksimal dengan mengembangkan semua potensi yang ada di desa agar keberadaan BUMDes bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat dan membawaa manfaat ekonomi local, menopang dengan kebijakan atau bahkan dengan melakukan pelatihan serta pemberdayaan di tiap-tiap desa untuk bisa menggali potensi dan peluang-peluang usaha bagi BUMDes dalam memanfaatkan sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Juga Pemda patut mendorong dan mengadakan even-even tahunan ditingkat Kabupaten yang kontestannya para BUMDes masing-masing desa dengan menunjukan produk-produk yang telah mereka kembangkan agar masyrakat luas mengetahui bahwasanya desa memiliki ikon dan produk lokal dan ini bisa menarik minat masyarakat yang berdampak pada peningkatan Pendapatan Desa.(***)
Penulis adalah Pegiat Literasi Sulawesi Tenggara