Pergantian Sulkhani dan Riki Fajar Sebagai Anggota Dewan Dinilai Tak Berdasar

Pena Hukum1,222 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – La Samiru, Kuasa Hukum Sulkhani dan Riki Fajar akhirnya menyikapi pernyataan KPU Sultra yang akan melakukan pergantian kepada kliennya sebagai calon anggota DPRD Sultra dan DPRD Kota Kendari terpilih.

Langkah KPU Sultra itu menyusul putusan Pengadilan Tinggi Sultra yang memvonis terbukti keduanya telah melakukan tindak pidana Pemilu.

Menurut Sem –sapaan akrab La Samiru–, penggantian Sulkhani dan Riki Fajar sebagai caleg terpilih tidak berdasar hukum. Pasalnya, pembatalan caleg terpilih sebagaimana ketentuan pasal 285 UU Pemilu, ditujukan pada caleg yang terbukti secara kumulatif berdasar putusan Pengadilan inkraht melanggar pasal 280 dan pasal 284 UU Pemilu.

“Klien kami (Sulkhani dan Riki Fajar) divonis tindak pidana pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu. Tapi klien kami tidak divonis secara kumulatif melakukan tindak pidana politik uang sebagaimana pasal 284 UU Pemilu,” ungkap Samiru dalam keterangan persnya, Selasa 21 Mei 2019.

Karena hanya divonis bersalah melanggar pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu, lanjut Sem, maka pemberian sanksi sebagaimana pasal 285 UU Pemilu, kliennya tidak dapat diterapkan.

Jika KPU Sultra mau mengganti Sulkhani dan Riki fajar sebagai caleg terpilih dengan alasan yang bersangkutan sedang menjalani pidana dalam penjara, kata Sem, maka sesuai pasal 426 UU Pemilu Jo pasal 32 dan pasal 39 PKPU 5/2019 adalah tidak tepat.

Sebab, tambah dia, keduanya sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi No.47/PID.SUS/2019/PT.KDI dalam amar putusannya menyatakan terdakwa 1 Sulkhani dan terdakwa 2 Riki Fajar secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu.

Kemudian kedua, hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sulkhani dan Riki Fajar dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 bulan dan denda masing-masing sebesar Rp5 juta.

“Dari amar putusan Pengadilan Tinggi tersebut, nyata bahwa klien kami dijatuhkan pidana kurungan bukan pidana penjara. Dalam pasal 10 KUHP dibedakan antara pidana kurungan dan pidana penjara,” tegas Sem.

Olehnya itu, sambung Sem lagi, penggantian caleg terpilih sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dan pasal 39 PKPU 5/2019 adalah caleg yang menjalani “pidana penjara”. Hal ini berbeda secara kasuistis yang dijalani oleh Sulkhani dan Riki Fajar.

Hal ini dapat dilihat sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi yang inkraht. Menurut Sem, inilah kiranya mengapa dalam pasal-pasal tindak pidana Pemilu membagi ada yang diancam dengan pidana kurungan dan pidana penjara. Hanya yang dihukum dengan pidana penjaralah dapat dikenai sanksi pembatalan caleg terpilih sebagaimana dimaksud pasal 32 dan 39 PKPU 5/2019.

“Kami menghimbau kepada KPU Sultra agar hati-hati dalam mengambil sikap. Karena ini terkait hak konstitisuonal klien kami. Dan meminta kepada Bawaslu Sultra untuk memastikan benar-benar KPU Sultra dan KPU Kota Kendari menjalankan regulasi Pemilu secara profesional dan proporsional. Sebab, tidak terdapat keadaan hukum yang memadai bagi klien kami untuk disanksi pembatalan caleg terpilih,” pungkas alumni Fakultas Hukum UHO ini.(b)

Penulis: Bas
Editor: Ridho Achmed