PENASULTRA.COM, KONAWE – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Nii Tanasa, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe dinilai belum mampu secara optimal mengendalikan limbah batubara yang jatuh ke laut.
Hal ini diungkapkan Staf Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup (K3L) PLN Sektor Konawe, Dedyanto saat dijumpai di ruang kerjanya, Rabu 27 Fenruari 2019.
Menurutnya, pada tahap pembongkaran muatan batubara, PLTU hanya bisa mengendalikan ceceran yang jatuh. Sedangkan sisi penanggulangannya baru sebatas pengerukkan.
“Terkait yang jatuh ke laut, kita sudah ada pengendalian. Memang tidak dipungkiri pada saat pembongkaran sedikit itu ada yang jatuh, tapi sudah ada pengendalian, kita keruk. Otomatis tidak bisa mengganggu pekerjaan atau proses yang berjalan. Kita belum bisa mengangkat semua ya,” kata Dedy.
Ia mengatakan, bentuk lain pengendalian untuk mengantisipasi banyaknya batubara yang jatuh ke laut adalah dengan menggunakan terpal.
“Fungsi terpal ini sendiri untuk mencegah supaya presentase batubara tidak banyak yang jatuh ke laut,” terang Dedy.
Akibat dari kurangnya pengendalian limbah itu sangat dirasakan masyarakat sekitar, khususnya yang berprofesi sebagai nelayan.
Seperti diungkapkan salah seorang nelayan, Tayeb mengakui, adanya limbah batubara sangat berdampak pada penghasilannya. Dimana, perbandingan penghasilan pada 2010 ke bawah dengan 2010 ke atas sangat signifikan.
“Penghasilan dari jarak yang sekarang ini sudah jauh, untuk disekitar sini jangan mi. Kita tidak bisa hidupi kita punya anak kalau begini,” ungkap Tayeb saat ditemui di kediamannya.
“Kalau tahun kemarin, dua tahun lalu bisa mencapai empat ton tiap satu bulan. Sedangkan sekarang paling tinggi satu ton lebih sampai dua ton,” sambungnya.
Menilai hal itu, Kepala Bidang Partisipasi dan Pembangunan Masyarakat Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kecamatan Lalonggasumeeto (Hipmalla), Iksal Hatta menekankan agar pihak perusahaan memberikan solusi ke masyarakat.
Menurutnya, pencemaran yang terjadi saat ini akan berdampak besar terhadap kerusakan lingkungan dan siklus hidup biota laut. Sehingga, dampaknya juga akan dirasakan oleh masyarakat yang sehari-harinya mencari hidup di laut.
“Dan jangan dari kami yang dimintai solusi karena mereka itu digaji yang asalnya dari masyarakat. Kami juga melihat pembongkaran yang terjadi tidak sesuai dengan SOP kajian Amdal,” tukasnya.(a)
Penulis: Luthfi Badiul Oktaviya
Editor: Sal