Polemik Pilkades di Buton Berlanjut, Pemprov Dinilai Tak Hargai Putusan PTUN

Pena Hukum871 views

PENASULTRA.COM, BUTON – Polemik pemilihan enam kepala desa (Kades) serentak di Kabupaten Buton kembali dipermasalahkan. Pemicunya adalah pendapat hukum dari Biro Hukum Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tertuang dalam surat bernomor 163/67/BH/III/2019 tanggal 19 Maret 2019.

Surat yang kini ramai diperbincangkan tersebut berisi enam poin. Intinya, membolehkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton melakukan pelantikan kepada enam Kades terpilih yang saat ini masih bersengketa di Pengadilan lantaran lahirnya Surat Keputusan (SK) Bupati Buton Nomor 225 Tahun 2018 tentang penetapan waktu pelaksanaan dan desa yang melaksanakan Pilkades serentak tanggal 11 Mei 2018 lalu.

Kuasa Hukum penggugat enam Kades, Muhammad Taufan Achmad mengungkapkan, dalam perkara ini, gugatan kliennya telah dikabulkan seluruhnya oleh putusan akhir Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 32/G/2018/PTUN.Kdi. Yakni, membatalkan SK Bupati Buton Nomor 225 Tahun 2018 yang menjadi dasar pelaksanaan Pilkades.

Dengan adanya telaah hukum Biro Hukum Setda Sultra itu, menurut Taufan, pihaknya sangat keberatan dan tegas menolak. Sebab, kata dia, persoalan enam desa yang menggugat tersebut erat kaitannya dengan obyek sengketa SK 225 Tahun 2018. Apalagi, masih dilakukan upaya banding di PTUN Makassar.

“Padahal tergugat yakni Bupati Buton telah mengajukan banding dalam Perkara Nomor: 32/G/2018/PTUN.Kdi itu,” semprot Taufan Achmad, Rabu 27 Maret 2019.

Atas hal ini, Taufan menilai, Biro Hukum Setda Sultra tidak menghargai putusan PTUN karena nyata memaksakan kehendak pemerintah yang notabene telah keliru dalam mengeluarkan kebijakan terkait sengketa Pilkades di Kabupaten Buton.

“Dapat kami simpulkan Biro Hukum Sultra ini hanya melakukan kesewenang-wenangan dalam memberikan pendapat hukum yang berujung pada potensi konflik masyarakat berkepanjangan,” tekannya.

Olehnya itu, Taufan dengan tegas meminta Gubernur Sultra, Ali Mazi segera menarik atau mencabut pendapat hukum yang dibuat asalan tersebut.

“Jika tetap memaksakan kehendaknya, kami khawatir legitimasi Provinsi Sultra melalui Biro Hukumnya akan memunculkan konflik horizontal di masyarakat khususnya pada enam desa yang menggugat. Sudah pasti akan membuat Kabupaten Buton tidak kondusif,” pungkas Taufan.(b)

Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed