Oleh: Ashari
Saya mengatakan BUMNisasi itu sosialis yang akan membuat Negara ‘terlalu’ kuat dan melemahkan rakyatnya. Ujung-ujungnya ‘ekonomi kerakyatan’ yang dijunjung dalam Undang-Undang Dasar 45 tidak terlaksana. Rakyat akan kena dampaknya, ekonomi akan turun dan kata sejahtera semakin jauh.
PT Antam Penjahat Agraria di Bumi Oheo konut
Gugatan PT Antam di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari nomor 25/G/2019 PTUN.kdi pada tanggal 2 Desember 2019 yang menggugat Kepala Desa Tapunopaka, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konut, untuk mengadili dan menggugat perwakilan pemilik lahan, atas lahan yang masuk dalam konsesi IUP PT Antam. Namun Putusan itu tidak diterima dan ditolak oleh hakim PTUN.
Ketidakpuasan PT Antam yang mengajukan akta banding pada PTUN Makasar merupakan arogansi, memaksakan untuk melawan hak-hak masyarakat tanpa melihat kearifan lokal yang ada sejak Indonesia merdeka.
Jika PT Antam terus memaksakan kehendaknya, maka masyarakat tidak akan tinggal diam melakukan perlawanan. Hukum adat “Mosehe Wonua” telah kami lakukan, terkecuali PT Antam tidak menghargai adat istiadat leluhur itu, maka kami sudah bersiap jihad menempuh jalur people power.
Tidak hanya pada blok Tapunopaka 6.000 ha, namun blok Mandiodo, Lalindu 16.000 ha, dan blok Matarape 1.682 ha yang diklaim dan diincarnya merupakan blok fenomenal yang rentan diperhadapkan dengan persoalan hukum, semua bermasalah. Tentu hal ini yang di rugikan adalah rakyat dan daerah konut itu sendiri.
Pada tahun 2009 PT Antam pernah melakukan pembebasan lahan masyarakat “Watiwa” di Desa Mowundo. Masyarakat saat itu mau dibebaskan karna perjanjian bangun pabrik, tapi kenyataannya hanya sebatas ‘pakulibiri’.
Miris, bisnis dengan modus kejahatan agraria yang di lakukan PT Antam, dana sebesar 4 Miliar lebih dikorupsi, tidak lain oleh anak perusahaannya sendiri yang ditunjuk sebagai kontraktor.
Sampai saat ini status lahan yang dikuasainya masih menjadi lahan tidur. Padahal lahan tersebut akan bernilai ekonomis jika seandainya dikembalikan kepada masyarakat untuk di gunakan bercocok tanam (berkebun).
Jangan berharap andaikan itu ada, niat itu sampai mati ombak tidak bakalan ada dari pihak Antam, jika tidak berjuang merebut secara paksa. saatnya kita bangkit melawan.
Daerah konut kecurian, ulah PT Antam
Bukan sekedar cerita atau karangan yang sesat, namun realita yang akan menjawab atas kelakuan investasi otoriter PT Antam di Kabupaten Konawe Utara.
Tidak adanya keadilan dan kepastian hukum pada blok mandiodo terkait sengketa lahan antara PT Antam melawan belasan IUP swasta, berdampak pula pada kegiatan penambangan yang syarat dengan admistrasi.
Permohonan atau pun kelengkapan dokumen dari beberapa perusahaan swasta tidak terealisasi baik oleh pemerintah dan pemprov melalui Dinas ESDM. Pemerintah dilematis mengeluarkan dokumen apapun yang berhubungan dengan IUP di Mandiodo, takut dan serba salah karena masing-masing IUP Swasta maupun BUMN memiliki keabsahan dan itu sama-sama kuat.
Akibat dari investasi yang tidak sehat ini lagi-lagi kerugian, rakyat dan daerah Konut lah yang menanggungnya.
Sebagai contoh manufer PT Antam yang menganulir menganggap dirinya suci hingga melaporkan kesalahan-kesalahan IUP swasta tak kunjung mendapatkan reaksi, justru penyelesaiannya terkesan kriminalisasi. Duit semakin deras mengalir ke oknum, padahal dana tersebut seharusnya di gunakan untuk perekonomian rakyat serta pembangunan daerah demi kepentingan umum.
Sepatutnya perusahaan label negara itu menempuh jalur koordinasi. Pemda Konut sebagai tuan rumah tentunya siap melayani tamunya yang berinvestasi di daerahnya, bukan dengan menempuh jalur hukum yang seakan-akan tidak menghargai lagi pemerintah setempat yang ada.
PT Antam yang katanya plat merah memiliki ribuan hektar di ‘Bumi Oheo’ yang saat ini masih status lahan tidur. Sungguh kaplingan yang teramat luas tapi tak mampu mengelolahnya bahkan tak mampu menjaganya.
Ironis pada lahan blok Lalindu telah ditambang secara ilegal oleh PT Roxtone Mining Indonesia (RMI), namun tidak ada keseriusan PT Antam menghentikan kegiatan tersebut. Sepertinya ada upaya kolaborasi kelas bisnis yang dilakoni oleh oknum pejabat PT Antam membiarkan terus menerus itu terjadi, sangat rapi dan identik terjadinya penjualan ore ‘Black Market’ demi kepentingan orang-orang tertentu (oligarki).
Begitupula modus lahan blok Matarape yang diklaim PT Antam. Karena keegoisannya, tidak mau jika lahan tersebut dimenangkan oleh BUMD Konut, bahkan ia lebih rela ketika lahan tersebut dikelola secara semrawut oleh PT Golden Land Indonesia (Golindo).
PT Antam di konut, No Priority
Masyarakat Konawe Utara bukan anti kepada BUMN Antam. Persoalan yang multi kompleks harus ditunaikan satu per satu dan itu harga mati.
Kami menuntut:
Hargai pemerintah daerah setempat, hargai leluhur dan adat istiadat kami, hentikan ekspor nikel di tanah kami, realisasikan janjimu bangun pabrik, dari sejak tahun 1995 hadir investasi di Konut angkat masyarakat pribumi sebagai karyawan tetap BUMN, bangun prasarana kantormu minimal gedung berlantai dua bukan sewaan rumah warga hingga saat ini.
Perjelas CSR, pajak, deviden termasuk PAD dan royalti lainnya, tender bisnismu di wilayah Konut, dirikan satu manajemen tersendiri di ‘Bumi Oheo’ tanpa intervensi Pomalaa, kembalikan lahan masyarakat Watiwa yang kau beli dengan kebohongan, dan masih banyak lagi.
Jika hanya sebatas janji dan pencitraan, silahkan PT Antam tinggalkan daerah kami. Kekuatan rakyat lebih tinggi dari objek vital apapun di negeri ini. Kami tidak butuh perdebatan dengan dalih Undang-Undang. Bicara soal aturan hukum, terkecuali implementasi UUD 1945 pasal 33. Kami cinta NKRI, jangan biarkan kami menjadi penonton di daerah sendiri.
Terima kasih kepada mantan bupati konut Aswad Sulaiman atas segala kebijakannya memproteksi perusahaan BUMN yang tidak komitmen terhadap daerah. Kekhawatiran itu telah nampak ia pertontonkan.(**)
Penulis adalah Ketua Lampeta Konut.