Oleh: Rian Adriansyah
Siapa yang tak kenal dengan panglima perang gagah berani bernama patih Gajah Mada? Panglima yang telah menyatakan sumpah palapanya sebelum menaklukkan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Ia menyatakan sumpahnya dalam upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkhubumi Majapahit, tahun 1258 Saka (1336 M), pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara belum dikuasai Majapahit. Untuk mencapai ambisinya tersebut, Gajah Mada bertempur bersama pasukan elite khusus yang disebut dengan Bhayangkara.
Dalam bahasa sansekerta bhayangkara berarti garang, hebat, dan difungsikan sebagai satuan tempur khusus serta pasukan untuk pengawalan elit kerajaan majapahit kala itu.
Jadi, bhayangkara untuk melindungi raja dan kalangan tingkat atas sebagai penjagaan, pengaturan dan pengawalan serta berkewajiban menjaga keamanan keraton pada masanya, bukan untuk melindungi rakyat kecil.
Pada masa Gajah Mada nama pasukan elit nya tenar saat berhasil memadamkan pemberontakan Ra Kunti. Kala itu ia memimpin pengawalan raja serta membantu Jayanegara melarikan diri dari ibu kota serta menyembunyikannya dari kejaran pemberontak.
Dikemudian hari, Kepolisian Republik Indonesia mengadopsi nama bhayangkara sebagai alat negara untuk penegakan hukum yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Serupa dengan bhayangkara yang berasal dari bahasa sansekerta, sumber yang dikutip dari wikipedia yakni lambang dan motto Polri yang berbunyi Rastra Sewakottama juga berasal dari bahasa sansekerta dengan arti dan makna “Pelayan Utama Bangsa”.
Dalam sansekerta, Rastra berarti “bangsa” atau “rakyat” dan Sewakottama berarti “pelayan terbaik”, maka disimpulkan bahwa Rastra Sewakottama berarti “pelayan terbaik bangsa/rakyat”, dan dipahami sebagai “Polri sebagai pelayan dan abdi utama negara dan bangsa”.
Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan Polri sejak 1 Juli 1954.
Di tahun 2018 ini Polri baru saja memperingati momen Hari Bhayangkara ke-72, ini bukan Hari Ulang Tahun (HUT) polisi seperti yang dikira masyarakat dan personil polri selama ini, berdasarkan sejarah historisnya Polri justru berdiri pada 21 Agustus 1945 yang diprakarsai oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jasin putra daerah Buton, Sulawesi Tenggara.
Saat itu Jasin menjabat sebagai Komandan Polisi di Surabaya, ia memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia.
Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).
Jika berdasarkan nilai historisnya sebagai pelindung elite, makna bhayangkara kini justru tidak relevan, karena peran utama Polri saat ini berevolusi menjadi pengayom, pelindung, dan melayani masyarakat bukan melindungi para elite pengusaha swasta apalagi penguasa yang duduk hingga mengendalikan di pemerintahan.
Sejak Presiden Jokowi menggemakan Revolusi Mental, momentum ini dapat digunakan sebagai langkah awal Polri untuk refleksi Hari Bhayangkara ke-72 untuk semakin berbenah diri demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang begitu populer yakni “Sebaik-baiknya Manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain,” jika sebagai anggota kepolisian merenungi makna ini secara lebih jauh dan dalam maka “Sebaik-baiknya Polisi adalah yang paling bermanfaat bagi masyarakat,” terutama dalam melaksanakan motto sebagi pengayom, pelindung, dan pelayan.
Masyarakat kini menilai bahwa eksistensi sebagai anggota kepolisian sebenarnya sangat ditentukan oleh kemanfaatannya pada orang lain.
Sungguh, sebagai anggota polri profesi ini sangat banyak mengandung potensi berkah bila dalam setiap langkah yang ditempuh selalu diniatkan sebagai ibadah untuk menolong, melayani, dan membantu orang lain tanpa pamrih terutama demi menjamin keamanan, ketertiban didalam masyarakat.
Fungsi-fungsi terdepan polri dalam pelayanan masyarakat saat ini diantaranya pembuatan SIM, SKCK, surat keterangan hilang, hingga surat ijin keramaian, dan sebagai ujung tombak di dalam masyarakat polri punya bhabinkamtibmas untuk membina masyarakat didalam wilayah lingkungan kerjanya.
Fungsi vital diatas yang harus terus dipertahankan dan dimaksimalkan serta dilakukan inovasi, karena sudah beberapa kali tim dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) melakukan evaluasi pelayanan publik di Polres se-Indonesia, Polres dengan kualitas pelayanan publik terbaik langsung diganjar penghargaan dan apresiasi.
Kinerja ujung tombak polri yakni bhabinkamtibmas sudah tidak perlu diragukan, telah banyak prestasi yang tercatat dan ditorehkan hingga meraih penghargaan bahkan piagam dari Kapolri dan Presiden Jokowi, bukan hanya sebagai pengayom dan pelindung, kinerja sebagai anggota polri yang ditunjukkan dilapangan sebagai bhabin bahkan melampaui panggilan tugas biasa.
Diantara mereka para bhabinkamtibmas telah ada yang membangun bimbingan belajar untuk anak tidak mampu, membangun sekolah, hingga masjid. Sungguh, mereka bukan hanya sebagai pengayom biasa tetapi sebagai abdi negara yang peduli dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sudah saatnya kini semua insan bhayangkara dari semua satuan dalam tubuh Polri refleksi total terhadap kinerja, refleksi apa saja yang telah diberikan kepada masyarakat dalam mengamalkan tri brata nya, serta mendalami makan bhayangkara yang dulu sebagai pelindung elite, kini sebagai pelindung masyarakat.(***)
Penulis: Staf PID Bid Humas Polda Sultra