Tersandung Kasus Korupsi, Pemprov Diminta Evaluasi Kadis Perhubungan Sultra

PENASULTRA.COM, KENDARI – Kasus korupsi manajemen rekayasa Lalulintas di Kabupaten Wakatobi tahun 2017 telah memasuki babak baru. Pada bulan Maret 2021 lalu, Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan dua orang tersangka dengan inisial HH dan L. Namun, penetapan kedua Inisial tersebut justru menimbulkan pertanyaan dari sejumlah pihak tentang siapa sebenarnya Inisial HH dan L yang dimaksud itu.

Kini, yang diduga bertanggung jawab terhadap indikasi kerugian negara dalam proyek kerjasama Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) pada tahun 2017 lalu itu, perlahan mulai terkuak.

Dilansir dari laman resmi Kejati Sultra http://kejati-sultra.kejaksaan.go.id/pidsus, tercatat nama kedua tersangka tersebut yakni Hado Hasina yang tak lain adalah Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Provinsi Sultra dan La Ode Muhamad Nurrakhmad Arsyad sebagai salah satu dosen pada perguruan tinggi di Kota Kendari.

Hado Hasina dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun hingga kini Hado Hasina belum menjalani masa tahanan dan dibiarkan berkantor hingga saat ini. Atas kewenangan penyidik Kejati Sultra, Hado Hasina hanya menyandang status sebagai tahanan kota yang sudah berlangsung kurang lebih 2 bulan.

“Kemarin kan sebagai tahanan Kota sejak 1 April sampai 20 April 2021. Kemudian diperpanjang tahanannya dari 21 April sampai 30 Mei 2021. Setelah itu diperpanjang lagi Oleh ketua Pengadilan Negeri (PN) Kendari dari 31 Mei sampai tanggal 29 Juni 202”, jelas Kepala Seksi Penegakkan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Dody, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 9 Juni 2021.

Dody mengungkapkan bahwa alasan dari perpanjangan masa tahanan itu merupakan wewenang dari penyidik karena proses pemeriksaan belum selesai.

“Kalau tahanan penyidik itukan maksimal 20 hari. Kemudian penyidik minta perpanjangan ke JPUnya, mkasimal 40 hari. Kalau belum selesai juga kita perpanjang lagi kepada ketua PN. Jadi ini perpanjangan tahanan Kota. Ini hal yang wajar jika diajukan penambahhan penahanan”, paparnya.

Sementara itu, salah seorang ASN dilingkup Dishub Sultra yang tidak mau disebutkan namanya mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Ia mengaku tak sudi dipimpin oleh seorang yang tersandung kasus korupsi .

“Pak Kadis Perhubungan ini masih aktif berkantor bahkan kemarin masih pimpin rapat. Dan Pak Kadis ini juga masih mengelola kegiatan. Kalau tidak salah itu kegiatan DAK,” ungkapnya.

Ia juga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, untuk komitmen dengan pemberantasan korupsi, yakni dengan menempatkan pejabat yang bersih, sekaligus tidak memberikan tempat kepada koruptor.

“Pada dasarnya pelaku Korupsi ini perlu dibasmi dari bumi Anoa Sultra tercinta ini. Kok kami dipimpin Korupsi?,” tanyanya.

“Apalagi kita liat di situs resmi atau laman Kejati Sultra, bahwa nama Hado Hasina sebagai Kadishub Sultra terpampang jelas. Ini mestinya Pemprov mengevaluasi kepemimpinannya sebagai kepala dinas” pungkasnya.

Penulis: Husain

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *