Tiga Perusahaan Raksasa yang Menambang Ilegal di IUP PT Antam Dilapor ke Mabes Polri

Pena Hukum274 views

PENASULTRA.COM, JAKARTA – Penambangan Tanpa Izin (PETI) terus menjadi perhatian Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan – Sulawesi Tenggara (FORKAM HL Sultra). Forkam HL Sultra mencatat, terdapat lebih dari ratusan lokasi PETI yang tersebar di Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Bahkan, lokasi PETI juga berada pada penambangan nikel di wilayah IUP Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Antam UBPN site Molawe Kabupaten Konawe Utara.

“Peti adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan dan perambahan kawasan hutan serta kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat,” ungkap Iqbal selaku penasehat Forkam HL-Sultra, Kamis, 6 Oktober 2022.

Kata Iqbal, penambangan tanpa izin sangat berbahaya. Sindikat penambangan ilegal di IUP PT Antam Tbk yang diduga di lakukan oleh tiga raksasa penambang illegal di Konawe Utara

Pertama, PT Putra Jaya Perkasa (PJP) bekerja di dua titik yaitu di eks PT wanagon dan PT Andalan. Kedua, PT Batam Trading Company (PT BTC) bekerja di eks PT Wanagon dan eks PT Hafar. Kemudian, PT Sulawesi Hasta Finma (SHF) bekerja di eks PT James Armando Pundimas (PT JAP) dan eks PT Wanagon.

 

Ketiga pelaku PETI itu telah dilaporkan oleh FORKAM HL-SULTRA di Mabes Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK.

FORKAM HL-SULTRA meminta kepada KLHK dan Mabes Polri agar segera menghentikan aktifitas ketiga perusahaan tersebut. Mabes Polri diminta agar segera memeriksa dan menuntut ketiga perusahaan pelaku PETI itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang melawan hukum dengan cara melakukan penambangan illegal tanpa Izin dan merambah kawasan hutan.

Selain itu, PETI juga diduga mengabaikan sejumlah kewajibannya, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya.

“Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” kata Iqbal.

Terkait hal ini, Iqbal berharap Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI dapat bekerjasama untuk menghentikan aktifitas penambangan illegal yang merugikan negara yang dan menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerusakan hutan.

Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 158 UU tersebut disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.

Kemudian, di pasal 161 juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Olehnya itu lanjut Iqbal, ketiga perusahaan yang diduga menambang illegal di IUP PT Antam tersebut harus segera di hentikan demi hukum dan keadilan serta demi negara atas pencurian dan perampokan sumber daya alam negeri yang kita cintai ini.

“Kami yakin dan berharap KLHK dan Mabes Polri dapat segera menuntaskan Kasus ini”, tutupnya.

Hingga berita Ini ditayangkan, ketiga perusahaan tersebut belum berhasil dikonfirmasi.

Penulis: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *