PENASULTRA.COM, KONAWE UTARA – Tudingan Koalisi Masyarakat Peduli Konawe Utara (Kompak) yang menyatakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Paramitha Persada Tama (PPT) sebesar Rp300 juta per bulan merupakan pembohongan publik langsung disikapi masyarakat lingkar tambang.
Mewakili masyarakat Desa Boedingi dan Boenaga, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Boenaga, Taqwin mengatakan, setiap bulan semua CSR dari PT PPT selalu tepat waktu diberikan.
“Semua CSR dan pembebasan lahan dilakukan dengan baik. Setiap 20 tongkang dibayar Rp300 juta tepat waktu perbulan. Begitupun 1 ton beras perbulan. Pembebasan lahan sudah terkafer tinggal blok A tapi sudah ada kesepakatan,” bebernya belum lama ini.
Menurut Taqwin, dirinya dan masyarakat setempat sangat mendukung kehadiran PT PPT. Sebab, PT PPT menunjang kehidupan masyarakat lokal.
“Kita gembira. Kita berharap PT PPT tetap lanjut karena semua masyarakat di sini kerjasama di sana,” jelasnya.
Terakit oknum yang mengatakan dana CSR adalah sebuah kebohongan, kata Taqwin, hal tersebut membuat masyarakat lingkar tambang resah lantaran yang menghembuskan isu bukanlah warga desa setempat.
“Itu karena ide mereka sendiri. Kalau kita tidak ada yang demo. Karena semua permintaan kita terlaksana semua. Selain beras dan royalti tiap bulan, ada dana pendidikan dan bantuan lainnya. Hubungan sosial perusahaan dan masyarakat tidak ada masalah. Jika ada kita komunikasi dan langsung dilakukan penyelesaian. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mendukung PT PPT,” tegas dia.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Desa Boenaga, Herdin. Kata dia, pihaknya selalu mendukung penuh aktivitas penambangan PT PPT di Konut. Sebab, PT PPT adalah perusahaan yang pro terhadap rakyat.
“Mereka selalu memperhatikan hak-hak masyarakat,” ucap Herdin.
Sementara itu, Publik Relation (PR) atau Humas PT PPT, Andi Muh. Safriansyah yang dihubungi tak mau ambil pusing atas tudingan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab.
“Kami akan tetap menjalankan komitmen dengan memberikan CSR kepada masyarakat. Tuduhan itu tidak benar, karena memang pembicaraan awal Rp150 juta per 10 tongkang. Namun masyarakat merasa itu kurang banyak sehingga disepakati kembali Rp300 juta untuk 20 tongkang,” terang Andi.(b)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed